Jakarta โ Pernyataan mengejutkan datang dari Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang memastikan bahwa tidak ada rivalitas antara Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kepolisian dalam menangani kasus-kasus korupsi di Indonesia. Padahal, publik kerap menyaksikan tarik-menarik kewenangan antar-lembaga ini dalam berbagai kasus besar. (7/2/2025)
Burhanuddin menyatakan bahwa sejak awal, KPK memang sengaja dibentuk untuk mendorong Kejaksaan dan Kepolisian agar lebih tangguh dalam membongkar kasus korupsi.
“KPK dibentuk karena penegakan hukum penanganan korupsi pada waktu sebelumnya itu kita lemah. Polisi lemah, jaksa lemah dalam pengungkapan korupsi. Maka untuk memicu dua institusi ini didirikan KPK,” ujarnya dalam wawancara eksklusif di lansir dari CNN Indonesia, Kamis (6/2) malam.
Meski Burhanuddin menegaskan bahwa Kejaksaan, KPK, dan Polri bersinergi, realitas di lapangan berbicara lain. Sejumlah kasus korupsi besar justru memperlihatkan bagaimana masing-masing lembaga ini seolah saling berebut panggung, bahkan terkesan “adu kuat”. Publik tentu belum lupa dengan kasus dugaan korupsi BTS Kominfo yang menyeret nama Johnny G. Plate, atau kasus korupsi tambang ilegal yang diduga melibatkan aparat.
Pernyataan Burhanuddin tentang kebangkitan Kejaksaan pun mengundang pertanyaan besar. Jika benar sudah bangkit, mengapa hingga kini masih banyak kasus besar yang belum tersentuh? Mengapa banyak tersangka korupsi dari kalangan elit yang justru mendapat hukuman ringan, atau bahkan bebas lebih cepat dengan berbagai dalih?
Yang lebih mengejutkan, Burhanuddin juga menyoroti pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyebut adanya kebocoran hingga 30 persen dari APBN akibat korupsi. Angka ini sangat fantastis! Jika benar negara kehilangan 30 persen anggaran akibat praktik korupsi, mengapa hingga kini belum ada gebrakan hukum yang signifikan?
Siapa yang menutup mata? Siapa yang bermain aman? Dan siapa yang sebenarnya menikmati kebocoran anggaran negara ini?
Publik sudah lelah dengan janji-janji penegakan hukum yang terdengar megah tetapi minim aksi nyata. Sinergi tanpa ketegasan hanya akan menjadi ilusi, sementara koruptor terus berpesta di atas penderitaan rakyat. Jika benar-benar ingin memberantas korupsi, maka bukan hanya retorika yang dibutuhkan, melainkan keberanian untuk menindak siapa punโtanpa pandang bulu!
Apakah sinergi yang diklaim Kejaksaan, KPK, dan Polri benar-benar ada? Atau hanya sekadar ilusi demi menjaga citra di mata publik? Yang jelas, rakyat menunggu bukti, bukan sekadar kata-kata manis!