Scroll untuk baca artikel
Example 816x612
Example floating
Example floating
Example 728x250 Example 728x250
Pemerintah

Dana TKD Rp919 Triliun Mengendap di Bank: BPK Warning Ekonomi Daerah Bisa Mampet!

1537
×

Dana TKD Rp919 Triliun Mengendap di Bank: BPK Warning Ekonomi Daerah Bisa Mampet!

Sebarkan artikel ini

Jakarta โ€“ Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti fenomena mengendapnya dana Transfer ke Daerah (TKD) yang mencapai Rp919 triliun di perbankan. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan layanan publik justru tersimpan tanpa optimalisasi. (03/03)

Staf Ahli Bidang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan BPK, Ahmad Adib Susilo, menyoroti fenomena dana Transfer ke Daerah (TKD) yang mengendap di bank tanpa digunakan untuk pembangunan daerah. Ia menyatakan bahwa meskipun pemerintah pusat telah mengalokasikan dan mentransfer dana tersebut, banyak pemerintah daerah yang tidak segera memanfaatkannya untuk mendukung pembangunan dan memperkuat ekonomi lokal.

MataXpost.com
Example 670x550
Tiada Kebenaran Yang Mendua

Adib menekankan bahwa tujuan utama dari transfer dana ke daerah adalah untuk memastikan anggaran tersebut digunakan secara efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat ekonomi lokal. Ia berharap pemerintah daerah dapat memanfaatkan dana yang ada untuk mendukung program pembangunan sesuai dengan prioritas masing-masing daerah.

Ia juga mengungkapkan bahwa masalah ini terus berulang setiap tahun. Hal ini berdampak pada perekonomian daerah yang seharusnya bisa bergerak lebih cepat jika anggaran digunakan sesuai peruntukannya.

“Ini selalu menjadi isu yang perlu dikawal, karena Kementerian Keuangan juga pernah mensinyalir bahwa banyak anggaran daerah itu yang diendapkan dalam perbankan, sehingga tidak berputar dananya,” ujar Adib

Apakah Ada Faktor Kesengajaan?

Fenomena dana TKD yang tidak segera digunakan terus menjadi sorotan. Setiap tahun, realisasi belanja daerah cenderung rendah di awal tahun dan meningkat drastis menjelang akhir tahun anggaran. Hal ini menyebabkan proyek strategis berjalan lambat dan kualitas pembangunan bisa menurun karena pengerjaan yang terburu-buru.

Ada dugaan bahwa sebagian pemerintah daerah sengaja menahan pencairan dana demi alasan tertentu. Beberapa pihak menilai, menumpuk dana di bank bisa memberikan keuntungan bagi pihak tertentu, baik dari sisi likuiditas perbankan maupun potensi bunga simpanan.

“Pemerintah pusat mentransfer dana ke daerah, tetapi jika tidak digunakan dengan baik, dana ini tidak memberikan manfaat bagi masyarakat. Ada pertanyaan besar, apakah ada โ€˜permainan bunga bankโ€™ atau faktor lain yang menyebabkan pemda enggan segera membelanjakan dana ini?” ujar Z pengamat ekonomi lokal

Dalam berbagai kesempatan, Kementerian Keuangan juga telah menegaskan bahwa daerah yang tidak segera membelanjakan anggarannya berisiko mengalami pemotongan dana transfer pada tahun berikutnya.

Ancaman bagi Perekonomian Daerah

Dana TKD yang mengendap dalam jumlah besar berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi lokal. Seharusnya, dana ini digunakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan layanan publik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya juga telah mengingatkan bahwa pemerintah pusat akan lebih ketat dalam mengawasi penggunaan anggaran daerah.

“Kalau daerah tidak bisa menyerap anggaran dengan baik, maka ini akan menjadi catatan dalam pengalokasian anggaran ke depan,” tegasnya dalam rapat kerja dengan DPR tahun lalu.

Selain itu, pemerintah pusat juga telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur tentang efisiensi belanja. Tahun ini, alokasi TKD mengalami pemangkasan sebesar Rp50,59 triliun bagi daerah yang dinilai lamban dalam menyerap anggaran.

Perlu Solusi Konkret

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah daerah perlu mempercepat realisasi anggaran dan memastikan dana TKD digunakan sesuai peruntukannya. Pemerintah pusat juga didorong untuk lebih aktif dalam mengawasi penggunaan dana daerah guna menghindari praktik penyimpangan.

Jika masalah ini terus berlanjut, bukan hanya pembangunan daerah yang terhambat, tetapi juga kepercayaan publik terhadap pemerintah bisa semakin menurun.

Isu dana Transfer ke Daerah (TKD) yang mengendap di bank mengindikasikan adanya ketidakefisienan dalam tata kelola keuangan daerah, bahkan berpotensi menjadi praktik manipulatif. Ada dugaan pemda sengaja menahan dana untuk kepentingan tertentu, termasuk kemungkinan permainan bunga bank atau faktor politis yang menghambat pencairan anggaran.

Apakah ada kaitannya dengan tahun Politik?

Ada indikasi kuat bahwa fenomena mengendapnya dana Transfer ke Daerah (TKD) di bank bisa berkaitan dengan Pilkada. Beberapa kemungkinan kaitannya adalah:

1.Dana sebagai โ€œCadangan Politikโ€ โ€“ Pemda atau pihak tertentu bisa saja menahan pencairan dana untuk digunakan sebagai modal politik menjelang Pilkada, baik untuk proyek populis yang mendongkrak elektabilitas petahana maupun untuk kepentingan transaksi politik.

2.Manuver Kepala Daerah Petahana โ€“ Kepala daerah yang akan maju kembali atau ingin mengamankan suksesi politik bisa menunda belanja daerah agar bisa digelontorkan secara masif menjelang Pilkada. Ini dapat digunakan untuk pencitraan atau membangun loyalitas politik di tingkat birokrasi dan masyarakat.

3.Intervensi Elite Politik โ€“ Ada potensi dana tersebut โ€œdiamankanโ€ untuk kepentingan kelompok tertentu yang ingin mengontrol dinamika politik lokal, termasuk dalam mendukung calon tertentu atau mempersiapkan logistik politik.

4.Tekanan dari Pihak Perbankan โ€“ Jika dana TKD tetap mengendap dalam jangka waktu lama, ada kemungkinan bank mendapat keuntungan dari bunga deposito, sehingga ada insentif bagi pihak tertentu untuk mempertahankan status quo. Dalam konteks Pilkada, bank yang memiliki kedekatan dengan aktor politik bisa ikut diuntungkan.

Tanpa transparansi dan pengawasan ketat, fenomena ini bisa menjadi modus terselubung yang berulang setiap kali menjelang kontestasi politik daerah.

Akibatnya, pembangunan daerah tersendat, ekonomi lokal melemah, dan masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat dari dana tersebut justru dirugikan. Jika tidak ada pengawasan ketat, fenomena ini bisa menjadi modus sistematis dalam pengelolaan anggaran daerah.

(๐Ÿ”Ž Bersambung: Investigasi Penggunaan Dana TKD di Beberapa Daerah, Ada Indikasi Penyimpangan?)

Sumber Referensi:

CNN Indonesia, Radar Lambar, IDNTimes, inilah.com, TIM.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 468x60