Pekanbaru – 27 Maret 2025 โ Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi (Pemkab Kuansing) tengah terjebak dalam skandal keuangan besar. Mulai dari lonjakan misterius APBD 2024 sebesar Rp202 miliar, utang tunda bayar yang mencapai Rp168 miliar, SiLPA yang mencurigakan, hingga ancaman status Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) atau Disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sejumlah indikasi menunjukkan adanya dugaan manipulasi anggaran dan ketidaktransparanan dalam pengelolaan keuangan daerah. Hingga akhir Maret 2025, Pemkab Kuansing bahkan belum menyerahkan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Keuangan 2024 ke Kementerian Keuangan, mengakibatkan realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) masih 0 persen.
APBD Siluman 2024: Kenaikan Tanpa Dasar Rp202 Miliar
Pada pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS), APBD Kuansing 2024 awalnya ditetapkan sebesar Rp1,569 triliun. Namun, angka ini tiba-tiba melonjak menjadi Rp1,771 triliun tanpa penjelasan resmi kepada DPRD.
Kenaikan ini mengundang kecurigaan bahwa ada pendapatan “siluman” yang tidak jelas asal-usulnya. Sejumlah anggota DPRD mengaku tidak pernah menerima dokumen resmi terkait perubahan ini, sehingga muncul dugaan adanya rekayasa keuangan untuk menutupi defisit atau kepentingan tertentu.
Mantan anggota DPRD dua periode, Andi Nurbai, bahkan menyebut Pemkab Kuansing tidak serius dalam pembahasan APBD 2024. Ia mendesak Gubernur Riau turun tangan untuk mengatasi kegagalan eksekutif dan legislatif dalam menuntaskan perbedaan terkait anggaran ini.
“Namun pihak eksekutif nampaknya kurang serius. Agak main-main. Tahu ndak Bupati, bahwa APBD Itu menyangkut kepentingan masyarakat dan masa depan Kuansing,” tegasnya.
Dugaan Penyimpangan APBD: Proyek Amburadul dan Dugaan Mark-Up Anggaran
Laporan realisasi anggaran menunjukkan banyak proyek infrastruktur di Kuansing tidak sesuai kontrak atau mangkrak, sementara anggarannya sudah terserap. Beberapa temuan mencolok:
1.Proyek Jalan โ Dana besar dialokasikan, tetapi kualitas jalan di berbagai kecamatan buruk dan tidak sesuai spesifikasi.
2.Belanja Barang dan Jasa โ Banyak transaksi yang tidak memiliki dokumen pendukung yang valid.
3.Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tidak Realistis โ Target selalu tinggi dalam perencanaan, tetapi realisasi selalu jauh lebih rendah.
Hingga akhir 2024, realisasi PAD Kuansing hanya mencapai 85,38% dari target,
Temuan BPK: Indikasi Penyimpangan dan Ancaman Disclaimer
Hasil audit BPK terhadap laporan keuangan Pemkab Kuansing mencerminkan pengelolaan keuangan yang buruk. Beberapa temuan utama:
- Belanja tidak sesuai aturan โ Banyak pembayaran dilakukan tanpa dokumen lengkap.
- Piutang daerah yang tidak tertagih โ PAD dari pajak dan retribusi tidak terkumpul dengan baik.
- Aset daerah yang tidak jelas keberadaannya โ Beberapa proyek yang sudah dianggarkan tetapi tidak memiliki output nyata.
Dengan temuan ini, Pemkab Kuansing berisiko besar mendapatkan opini TMP atau Disclaimer dari BPK, yang berarti laporan keuangannya dianggap tidak dapat dipercaya.
Terlihat dari laporan BPK menemukan bahwa upaya pemerintah daerah Kuansing selama Dua Tahun (2023-2024) berturut-turut dalam meningkatkan kualitas belanja daerah masih menghadapi tantangan, seperti pendapatan daerah yang belum dianggarkan secara terukur dan realistis, serta upaya pencapaian target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang belum optimal. Selain itu, penyusunan anggaran kas dan proses penanganan kontrak kritis belum dilaksanakan secara memadai, serta pelaksanaan pekerjaan konstruksi gedung, bangunan, dan jalan belum sepenuhnya sesuai dengan kontrak perjanjian.
DBH 0 Persen: Kuansing Bisa Kehilangan Dana Transfer 2025.
Tahun 2023, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) untuk Kuansing tercatat sebesar Rp1,55 triliun. Tahun 2024 meningkat menjadi Rp1,77 triliun, tetapi realisasinya terganggu karena diduga LPJ keuangan daerah tidak kunjung dikirimkan ke Kementerian Keuangan.
Akibatnya, hingga akhir Maret 2025,ย dalam laporan TKDD realisasi DBH untuk Kuansing masih 0 persen. Pemkab Kuansing kesulitan mencairkan dana transfer karena dokumen pertanggungjawaban keuangan mereka tidak memenuhi standar akuntabilitas.
Kuansing Menuju DISCLAIMER ?
Pernyataan Pj Sekda Kuansing, Fahdiansyah, dalam rakor bersama Gubernur Riau, ada beberapa poin penting yang dapat disoroti terkait kondisi keuangan Kuansing (18/03/2025)
“Dari hasil review Inspektorat, Kuansing mengalami tunda bayar Rp 182 m, ditambah hutang pihak ketiga yang sudah inkracht Rp 15 m, jadi totalnya Rp 197 m,โ ujar Fahdiansyah dihadapan Gubri.
SILPA BESAR vs UTANG TINGGI: Anomali yang Harus Ditelusuri.
Pada tahun 2023 tercatat SILPA Rp178 miliar menjadi Rp.265,9 miliar pada tahun 2024.
๐ด Fakta: SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) 2023: Rp 265,9 Miliar
Utang tunda bayar: Rp 197 Miliar, Secara logis, jika ada SILPA sebesar Rp 265,9 M, seharusnya daerah tidak memiliki utang atau setidaknya utang lebih kecil.Namun, kenyataannya Pemkab masih memiliki utang sebesar Rp 197 M, yang sebagian besar terdiri dari:
- Rp 182 M tunda bayar + Rp 15 M utang kepada pihak ketiga yang sudah inkracht
Apakah angka SILPA tersebut sesuai dengan kondisi yang sebenarnya?
Dari dokumen yang dikumpulkan oleh tim, diduga Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Pemkab Kuansing dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan fluktuasi yang mencurigakan.
Secara teori, SiLPA mencerminkan efisiensi anggaran. Namun, dalam kasus Kuansing, angka ini justru mengindikasikan ketidakwajaran dalam perencanaan dan realisasi anggaran, Dugaan yang mencuat terkait SiLPA ini:
1.Dugaan Belanja Fiktif โ Anggaran dicairkan, tetapi realisasi fisik tidak ada.
2.Dugaan Rekayasa Anggaran โ Dana proyek ditahan untuk dimasukkan ke SiLPA, lalu dimainkan kembali di APBD perubahan.
3.Dugaan Penggelembungan Anggaran โ Mark-up proyek membuat anggaran terlihat lebih besar dari kebutuhan riil.
Jika benar ada permainan anggaran dalam SiLPA ini, maka Pemkab Kuansing berpotensi melakukan pelanggaran serius dalam tata kelola keuangan daerah.
1.Utang Tunda Bayar- Berdasarkan review Inspektorat, Pemkab Kuansing mengalami tunda bayar sebesar Rp182 miliar, ditambah utang pihak ketiga yang sudah inkracht Rp15 miliar, sehingga total utang yang harus dibayar mencapai Rp197 miliar.
2.Tunda bayar diduga terjadi akibat kurang salur Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat serta tertundanya penyaluran DBH Provinsi Riau untuk triwulan III dan IV tahun 2024.
3.Potensi SiLPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran)- Kuansing memiliki potensi SiLPA sebesar Rp291 miliar, yang akan dicadangkan untuk Perubahan APBD 2025.
4.Rasionalisasi Anggaran- Untuk menghadapi APBD 2025, Pemkab Kuansing akan melakukan rasionalisasi anggaran sebesar Rp489 miliar.
Sampai saat ini, Rp312 miliar sudah diidentifikasi untuk rasionalisasi.
Dengan dugaan manipulasi anggaran atau kesalahan dalam pengelolaan keuangan, utang tunda bayar Rp 197 miliar, SiLPA yang janggal, serta ancaman status disclaimer dari BPK, Kuansing menghadapi krisis keuangan yang serius. Jika tidak segera dibenahi, kondisi ini bisa berdampak pada:
1.Mandeknya pembangunan daerah akibat defisit anggaran.
2.Meningkatnya ketidakpercayaan investor terhadap stabilitas keuangan Kuansing.
3.Kemungkinan intervensi dari Kementerian Keuangan jika masalah ini berlarut-larut.
Diperlukan langkah tegas dan transparan dari Pemkab Kuansing untuk mengembalikan kepercayaan publik. Jika tidak, Kuansing akan menjadi contoh buruk tata kelola keuangan daerah di Indonesia.
Pemkab Kuansing Ajukan Pinjaman Rp50 Miliar ke BRK: Keganjilan Berlanjut?
Di tengah skandal keuangan yang melilit Pemkab Kuantan Singingi (Kuansing), muncul fakta baru yang semakin menguatkan dugaan adanya keganjilan dalam pengelolaan anggaran daerah. Pemkab Kuansing dikabarkan mengajukan pinjaman sebesar Rp50 miliar ke Bank Riau Kepri (BRK) pada awal 2025.
Langkah ini menuai tanda tanya besar, Sejumlah pengamat menilai bahwa pinjaman ini bisa menjadi indikasi bahwa Pemkab tengah mencari cara untuk menutupi masalah anggaran yang semakin terungkap ke publik.
Pinjaman di Tengah Defisit: Solusi atau Sekadar Menunda Krisis?
Pinjaman Rp50 miliar ke BRK disebut-sebut bertujuan untuk membiayai beberapa program strategis yang tertunda akibat defisit APBD.,membayar TPP,THR bagi ASNย Namun, dengan kondisi keuangan yang tidak sehat, muncul pertanyaan apakah pinjaman ini benar-benar digunakan untuk kepentingan daerah atau hanya sebagai “bantalan” sementara untuk menutupi lubang anggaran.
Sejumlah pihak mempertanyakan urgensi dan transparansi dari pinjaman ini. Jika Pemkab benar-benar mengalami defisit yang parah, mengapa SiLPA mereka masih tercatat tinggi? Selain itu, jika dana ini digunakan untuk proyek strategis, publik berhak mengetahui proyek apa saja yang akan dibiayai dan bagaimana mekanisme pengembaliannya.
DPRD Kuansing yang seharusnya menjadi lembaga pengawasan anggaran belum memberikan penjelasan resmi terkait pinjaman ini. Sementara itu, Bank Riau Kepri sebagai lembaga pemberi pinjaman juga belum secara terbuka menyampaikan pertimbangan mereka dalam menyetujui kredit daerah di tengah kondisi keuangan yang bermasalah.
Jika pinjaman ini tetap dilanjutkan tanpa mekanisme yang jelas, ada potensi bahwa Kuansing akan semakin terjebak dalam jeratan utang daerah. Terlebih lagi, dengan ancaman status Disclaimer (TMP) dari BPK, kemungkinan besar pemkab akan kesulitan mendapatkan kepercayaan dari pemerintah pusat dalam hal pencairan dana transfer.
Langkah selanjutnya adalah menunggu hasil audit BPK lebih mendalam serta memastikan transparansi Pemkab dalam menjelaskan perbedaan angka ini. Jika tidak ada kejelasan, maka ini bisa menjadi indikasi kuat dugaan korupsi dan manipulasi anggaran di Kuansing.
Jika ditahun ini BPK masih memberikan status WTP terhadap Laporan APBD 2024 Pemkab Kuansing, publik berhak meragukan dan patut mempertanyakan integritas BPK Perwakilan Riau, hasil laporan audit akan dikeluarkan pada bulan Mei 2025 mendatang, BPK segera rilis hasil laporan tersebut.
Dengan semua keganjilan ini, apakah pinjaman Rp50 miliar ini benar-benar solusi atau justru memperparah kondisi keuangan Kuansing? Apakah BRK mempertimbangkan risiko besar dalam memberikan kredit kepada pemkab yang keuangannya tengah dalam sorotan?
Siapakah yang harus bertanggung jawab atas dugaan ini?
Apakah KPK akan turun tangan meungkap ketidakwajaran pengelolaan keuangan Pemkab Kuansing nantinya? Publik berhak mendapatkan jawaban sebelum Kuansing benar-benar tenggelam dalam krisis keuangan yang lebih dalam.
Dampak terhadap kepercayaan publik:
Keuangan daerah yang bermasalah berisiko menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Jika dugaan manipulasi anggaran terbukti, bukan hanya citra pejabat yang tercoreng, tetapi juga memicu potensi gelombang protes dan ketidakpuasan publik.
Hingga berita ditayangkan, awak media yang mencoba konfirmasi kepada Bupati Kuansing Suhardiman Amby akan tetapi belum ada direspon, berita akan diperbarui seiring perjalanan isu dan informasi terkini dan akan segera direvisi jika ditemukan ketidaksesuaian dengan dokumen resmi Pemkab Kuansing, bersambung..
sumber:
LHP BPK 2022,2023
Informasi TKDD 2023,2024,2025 Kemenkeu
Informasi APBD 2023,2024 Pemkab Kuansing
Berbagai artikel media online sebagai refrensi perbandingan.