Jakarta โ Publik kembali dikejutkan dengan fenomena yang mengingatkan pada masa kelam Orde Baru: dwifungsi. Jika dulu dwifungsi TNI menjadi simbol otoritarianisme, kini Polri tampaknya mulai melangkah di jalur serupa dengan menempatkan perwira aktif di jabatan sipil. (25/03/2025)
Dalam editorial tajam bertajuk “Tahu-tahu Dwifungsi Polri”, media tempo mengkritik keras langkah Polri yang dinilai berambisi menguasai jabatan sipil. Fenomena ini tidak hanya mengancam etika birokrasi, tetapi juga berpotensi memancing militer untuk kembali menuntut hak serupa.
Masuknya perwira Polri ke jabatan sipil bukanlah isapan jempol. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah posisi strategis di kementerian, BUMN, dan lembaga negara diduduki oleh anggota kepolisian aktif. Kritik muncul karena kondisi ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan memperlemah prinsip sipil dalam demokrasi.
“Jika Polri terus ekspansif ke jabatan sipil, maka perdebatan tentang netralitas institusi kepolisian dalam politik akan semakin sulit dihindari,” kata seorang pengamat politik.
Selain itu, dengan masuknya polisi aktif ke birokrasi sipil, muncul kekhawatiran bahwa aparat keamanan bisa menggunakan posisinya untuk kepentingan internal mereka, termasuk mengamankan anggaran dan pengaruh politik.
Kritik lain yang muncul adalah bahwa langkah Polri ini bisa memicu militer untuk menuntut hak serupa. Sejarah mencatat bahwa dwifungsi TNI di masa lalu memberikan ruang bagi militer untuk mengontrol politik dan pemerintahan. Jika Polri kini melangkah ke arah yang sama, bukan tidak mungkin TNI juga menuntut privilege yang serupa.
“Jangan sampai kita kembali ke masa lalu, di mana aparat keamanan punya kendali penuh atas birokrasi sipil,” ujar seorang mantan pejabat tinggi negara.
Gelombang kritik terhadap dwifungsi Polri ini semakin menguat. Banyak pihak mendesak Presiden dan DPR untuk meninjau kembali aturan yang memungkinkan perwira aktif menduduki jabatan sipil. Jika dibiarkan, hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi demokrasi dan netralitas institusi negara.
Kini, pertanyaan besar yang harus dijawab: Apakah pemerintah berani menertibkan Polri agar tetap pada fungsi utamanya, ataukah kita akan kembali ke era di mana aparat keamanan memiliki kekuasaan tanpa batas?