Pekanbaru, 21 April 2025 β Sabtu dini hari, 19 April 2025, menjadi saksi bisu betapa tumpulnya kewibawaan negara. Ramadhan Putri (31), seorang warga Pekanbaru, dikeroyok secara brutal oleh sekelompok debt collector tepat di halaman Polsek Bukitraya. Tak sekadar dianiaya, mobil korban juga dihancurkan menggunakan batu dan kayu. Aksi barbar ini terjadi di titik nol keamanan: halaman kantor polisi.
“Publik Minta Kapolda Riau Evaluasi Sistem”
Ironis tak cukup menggambarkan tragedi ini. Putri datang ke Polsek bukan untuk membuat laporan, tapi untuk mencari perlindungan. Namun yang ia temui bukan tangan negara yang membela, melainkan pembiaran. Polisi hanya berdiri, diam, bahkan menurut pengakuan Kapolsek Bukitraya Kompol Syafnil, βtidak bisa bertindak karena anggota piket sedang sakit ada yang diabetes, hipertensi, dan gangguan kesehatan lainlain seperti yang dikutip dalam akun instagram @kabarpekanbaru
Pernyataan itu langsung memantik amarah publik. Bagaimana mungkin kantor polisi, institusi garda terdepan penegakan hukum, dibiarkan dalam kondisi tak siap siaga? Jika alasan kesehatan menjadi pembenaran untuk tidak melindungi korban, lalu di mana fungsi pengamanan 24 jam yang dijanjikan negara?
Fakta lain lebih menyakitkan: sebelum kejadian berdarah, pihak Polsek telah memediasi dua kelompok debt collector yang berseteru terkait kendaraan korban. Artinya, potensi bentrok sudah terdeteksi sejak awal.
Namun tak ada langkah pengamanan, tak ada patroli siaga, bahkan tak ada upaya preventif. Ini bukan sekadar kelalaianβini kegagalan struktural dalam mengantisipasi kekerasan yang sudah di depan mata.
Kini, masyarakat menuntut lebih dari sekadar klarifikasi. Desakan terus mengalir kepada Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heriawan, Walikota Pekanbaru Agung Nugroho untuk:
“Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keberadaan dan aktivitas kelompok debt collector yang kini lebih mirip organisasi preman bersenjata”
Polda Riau, Memerintahkan Jajaran Polres untuk segera:
- Meninjau ulang kesiapan personel dan sistem piket di seluruh jajaran Polsek, agar kejadian serupa tidak berulang.
-
“Menurunkan Satuan Brimob guna menangkap seluruh pelaku pengeroyokan”
Masyarakat sekitar yang kebetulan menyaksikan peristiwa meungkapkan:
βKalau di halaman kantor polisi orang bisa dipukuli dan mobilnya dihancurkan, lalu apa artinya negara ini? Apa gunanya ada polisi kalau hanya berdiri melihat warga diserang?β ujar Riko seorang warga setempat, menahan geram.
Kasus ini bukan hanya soal kekerasan, tapi tentang matinya rasa aman. Tentang negara yang kalah di hadapan kekuasaan liar, dan tentang institusi hukum yang kehilangan taringnya, dimana Marwah Kepolisian Republik Indonesia?
Jika Kapolda Riau tak segera bertindak tegas, maka tak hanya kepercayaan publik yang hancurβtapi juga legitimasi hukum itu sendiri. Karena bila negara absen di halaman kantornya sendiri, lalu di mana kita bisa mencari perlindungan?