Pekanbaru β Harapan publik terhadap pasangan Wali Kota Agung Nugroho dan Markarius Anwar yang dinilai sebagai sosok pembawa perubahan di Pemerintah Kota Pekanbaru mulai memudar. Citra Agung sebagai pejabat muda yang dekat dengan rakyat kini mulai dipertanyakan, setelah terungkapnya pengadaan mobil dinas mewah Toyota Alphard senilai Rp1,75 miliar untuk dirinya, di tengah kondisi keuangan daerah yang krisis. Pencitraan yang dilakukan sejak awal menjabat musnah seketika dalam kepercayaan masyarakat. (7/04)
Mobil itu dipesan melalui Bagian Umum Sekretariat Daerah Pekanbaru dengan Surat Pesanan tertanggal 12 Februari 2025 saat masa jabatan Pj Ronni Rakhmat berakhir. Namun pencairannya dilakukan pada 19 Maret 2025 dengan surat Sp2d yang ditanda tangani oleh plt Kabag Umum Deni Muharpan yang sudah di dalam masa jabatan Agung Nugroho. Sejumlah dokumen internal menunjukkan bahwa Agung diduga mengetahui proses ini, bahkan diduga kuat ikut mengarahkan dengan intervensi sejumlah pos anggaran sejak dinyatakan pemenang pilkada serentak oleh MK dan awal menjabat ditahun ini.
Alih-alih menjadi pembaharu, Agung kini dianggap publik hanya sebagai βGanti Pemainβ dalam lingkaran pengelolaan APBD yang bermasalah. Bagi sebagian warga, wajah baru tak serta merta berarti perubahan jika tetap melanjutkan pola lama: mengabaikan kepentingan rakyat, tapi memanjakan elite birokrasi.
Mewah di Atas Derita Rakyat
Pengadaan Alphard dilakukan di tengah defisit anggaran Rp400 miliar dan utang tunda bayar mencapai Rp210 miliar kepada rekanan yang belum terselesaikan sejak tahun lalu. Di sisi lain, banyak proyek layanan dasar tersendat, gaji tenaga honorer telat dibayar, dan fasilitas publik rusak tak diperbaiki.
βIni sudah keterlaluan. Pemimpin baru katanya mau beresin masalah, tapi yang pertama kali dibeli justru mobil mewah. Ini bukan perubahan, ini pembajakan harapan rakyat,β kata RN, warga Sukajadi.
Diduga Langgar Hukum: Bisa Dipidana Hingga 20 Tahun
Pengadaan ini tidak hanya dinilai tidak etis, tapi juga berpotensi melanggar hukum. Beberapa pasal yang relevan antara lain:
- Pasal 3 Undang-Undang Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
βSetiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, sehingga merugikan keuangan negara…β
Ancaman: Pidana penjara minimal 1 tahun, maksimal 20 tahun, dan denda maksimal Rp1 miliar.
- PP 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 139:
βBelanja daerah harus didasarkan pada prinsip efisiensi, efektivitas, dan prioritas kebutuhan masyarakat.β
- Permendagri 77 Tahun 2020, Lampiran II:
βBelanja kendaraan dinas hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil analisis kebutuhan, dan dilarang jika anggaran daerah dalam kondisi defisit atau terdapat utang.β
Jika terbukti terjadi pengondisian anggaran, termasuk mark-up atau rekayasa kebutuhan, maka seluruh pihak yang terlibat mulai dari perencana, pengguna anggaran, hingga kepala daerah bisa dimintai pertanggungjawaban secara pidana.
Agung Diduga Tahu dan Ikut Arahkan
Sumber internal Pemko menyebut bahwa Agung Nugroho tidak hanya mengetahui pengadaan Alphard tersebut, namun juga ikut mengarahkan beberapa pos belanja di Sekretariat Daerah, termasuk usulan pengadaan kendaraan dan pemeliharaan pejabat eselon.
βPak Agung sejak awal memang aktif tanya-tanya soal pos kendaraan. Setelah beliau masuk, sejumlah kegiatan langsung digesitkan,β kata seorang internal pemko yang enggan disebutkan namanya.
Publik kini mempertanyakan kenapa Agung tak meninjau ulang atau menghentikan proses pengadaan, jika memang ia tidak menyetujui. Fakta bahwa pencairan tetap dilakukan justru mengindikasikan sebaliknya: ia menyetujui, bahkan menikmati hasilnya.
Komentar Agung dan Sekda Dinilai Alibi Lempar Tanggung jawab
Dikutip dari beberapa media online, saat dikonfirmasi wartawan, Pj Sekdako Zulhelmi mengatakan bahwa pengadaan mobil tersebut sudah dirancang sebelumnya dan hanya dilanjutkan oleh pihaknya.
βItu sudah masuk dalam rencana anggaran di kepemimpinan sebelumnya. Saya dan Pak Walikota Agung sebelum dilantik,” ujarnya, tanpa menjawab apakah merasa pantas menyetujui pengadaan mobil mewah di tengah krisis anggaran.
Sekdako Zulhelmi Arifin bahkan menyatakan bahwa prosesnya sah dan sudah sesuai aturan.
βPengadaan itu sudah melewati semua tahapan dan sesuai dengan mekanisme anggaran. Karena sudah dipesan ya harus dibayar,β katanya.
Agung Nugroho dihubungi oleh Redaksi seolah menyangkal dan melemparkan semua kepada Pj Sekdako zulhelmi
“Sudah dijelaskan oleh Pj Sekdako, silakan buat berita asal jangan bilang saya yang ingin beli mobil, saya sampai saat ini masih pakai pribadi , pungkasnya
Redaksi kembali mempertanyakan, jika Walikota Agung Nugroho tetap memakai mobil pribadi, lantas siapa yang memakai mobil Dinas mewah yang baru tersebut, Walikota Agung Nugroho bungkam.!
Dari komentar keduanya dinilai publik sebagai bentuk cuci tangan. Padahal, kepemimpinan yang sejati justru diuji saat ia berani menghentikan kebijakan yang tidak pro rakyat bukan sekadar melanjutkan warisan pejabat sebelumnya yang dinilai ada kesalahan. Bukan merevisi, bukan pula membatalkan, Agung Nugroho melalui keterangan Pj Sekda Zulhelmi menyetujui dengan membayar secara tunai.
Desakan Audit Total APBD 2025
Aktivis antikorupsi dan pengamat keuangan daerah mendesak agar BPK dan KPK segera turun mengaudit APBD Kota Pekanbaru tahun 2025, khususnya belanja modal dan pengadaan barang di Sekretariat Daerah, BPKAD, Bagian Umum, PUPR, Pendidikan, RSUD, dan Dinas Perhubungan, Dinsos serta Dinas lainnya yang rawan dikondisikan.
βKami curiga Alphard ini hanya permukaan. Masih banyak pos belanja mewah yang disamarkan. Kalau ini tidak diusut, Pekanbaru akan makin tenggelam dalam defisit moral,β ujar Irawan, aktivis antikorupsi.
Agung Nugroho dan Markarius : Hanya βGanti Pemainβ, Bukan Solusi
Meskipun dokumen anggaran disusun sejak era Pj Risnandar, namun pelaksanaannya ada di bawah Pj Ronni Rakhmat dan kini dijalankan oleh Agung Nugroho. Hal ini membuat publik mempertanyakan siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kebijakan belanja yang tidak mencerminkan kondisi krisis keuangan daerah.
βSemua pejabat yang terlibat sejak perencanaan sampai pencairan harus bertanggung jawab secara moral dan hukum. Tidak bisa lempar batu sembunyi tangan,β pungkas pengamat lokal kebijakan publik inisial FRK
Dan yang lebih menghebohkan keterangan Pj Walikota Ronni Rakhmat yang dituding oleh Pj Sekdako Zulhelmi bahwa pengadaan mobil dinas tersebut dibawah kepemimpinan nya, membuat mantan Pj Walikota angkat bicara, dilansir dari media siber Garda45.com
“Saya tidak pernah menjalankan kegiatan atau mengelola kegiatan tersebut. Bahkan, saya sudah minta ke seluruh Kepala OPD untuk kita bersama-sama menghormati walikota terpilih. Kalau memang Kabag Umum sudah mulai mengontrak kegiatan itu, tentu Agung Nugroho dong yang menujuk dia. Tanya ke Kabag nya, siapa yang menyuruh dia. Sekali lagi, saya tidak pernah nyuruh atau perintahkan kabag Umum,β imbuhnya.
Dan tak kalah heboh, Pj Walikota Ronni Rakhmat memberi ultimatum yang tegas
βNanti saya suruh Sekda itu jelaskan, kalau tidak, nanti saya buka baru dia tahu,β pungkas Roni.
Dari keterangan Pj Walikota Ronni Rakhmat publik sudah bisa menilai sendiri maksudnya. Terbukanya skandal Alphard menjadi penanda awal bahwa harapan perubahan di bawah Agung Nugroho tidak semanis yang dijanjikan. Bagi sebagian warga, Agung kini tak lebih dari sekadar “ganti pemain” dalam pusaran kekuasaan birokrasi yang sama.
Pembelian Alphard di tengah defisit dan utang Pemko Pekanbaru menjadi simbol bahwa pengelolaan keuangan di kota ini masih jauh dari prinsip keadilan, transparansi, dan keberpihakan kepada rakyat.
Rakyat yang awalnya berharap lahirnya pemimpin muda yang peka, justru kini disuguhi wajah lama dalam kemasan baru, tetap nyaman dengan fasilitas mewah, tetapi lupa bahwa rakyat masih menanti keadilan anggaran.