SELATPANJANG β Seorang petani asal Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, bernama Eramzi (58), menuntut keadilan atas kasus hukum yang menimpanya. Ia divonis satu tahun enam bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bengkalis pada tahun 2022, setelah didakwa mencuri batang sagu di kebun miliknya sendiri dan diduga memalsukan surat. (25/04)
Setelah ia bebas, Eramzi tetap membantah tudingan tersebut dan telah melaporkan balik Her alias Aguan ke Polda Riau dalam surat bernomor SttLP / B / 59/II/2025 / SPKT / Polda Riau atas perkara dugaan pemalsuan tanda tangan pada Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) Nomor: 07/PPAT/2000, yang digunakan sebagai bukti kepemilikan tanah oleh Aguan.
Didampingi kuasa hukumnya, Herman Alwi, S.H., Eramzi mengklaim tidak pernah menjual tanah kebun sagunya kepada Aguan. Ia juga menegaskan bahwa tanda tangan dalam SKGR tersebut bukan miliknya.
βSurat itu saya tidak pernah buat, saya bahkan tidak bisa baca tulis. Tiba-tiba saya dituduh memalsukan surat dan mencuri batang sagu di tanah saya sendiri,β ujar Eramzi dalam keterangannya, Jumat (25/4/2025).
Peristiwa berawal pada 7 Juli 2019, saat buruh yang disuruh Eramzi menebang batang sagu di kebunnya seluas sekitar 23 hektare. Di tengah aktivitas itu, Aguan datang dan menghentikan kegiatan penebangan, mengklaim bahwa lahan tersebut miliknya. Selanjutnya, Aguan membuat laporan polisi pada 28 Agustus 2019 ke Polres Kepulauan Meranti.
Menurut Eramzi, saat diperiksa penyidik, ia meminta bukti kepemilikan lahan yang dimaksud Aguan. Penyidik kemudian memperlihatkan SKGR bertanggal 29 Februari 2000, dengan nama Eramzi sebagai penjual dan Aguan sebagai pembeli. Namun, Eramzi mengaku tidak pernah menjual tanah tersebut dan merasa kaget melihat adanya tanda tangan yang menyerupai miliknya dalam surat itu.
Kuasa hukum Eramzi, Herman Alwi, menyebut dalam persidangan tidak ada satu pun bukti transaksi jual beli antara kliennya dan Aguan. Ia juga mempertanyakan mengapa Aguan tidak diproses secara hukum, padahal telah menggunakan surat yang diduga palsu sebagai alat bukti di kepolisian dan persidangan.
βKalau memang surat itu palsu dan dipakai di persidangan, seharusnya Aguan juga diproses sesuai Pasal 263 ayat (2) KUHP,β ujar Herman.
Ia menambahkan, pihaknya telah menyerahkan bukti rekaman suara Aguan yang mengakui mendapatkan kebun tersebut dari kepala desa kepada penyidik Polda Riau.
βKami minta Bapak Kapolri dan Kapolda Riau bertindak tegas memberantas mafia tanah. Jangan sampai masyarakat kecil terus jadi korban. Kami juga akan menyurati Komisi III DPR RI agar tidak ada intervensi dalam penanganan kasus ini,β ujarnya.