
Ilustrasi
Mataxpost | Siak, 14 April 2025 — Suasana apel pagi di lingkungan Kantor Bupati Siak berubah dari rutinitas menjadi panggung ledakan emosi, setelah Wakil Bupati Husni Merza menyampaikan arahan bernada tinggi terkait keluhan para ASN yang belum menerima hak-hak mereka sejak awal tahun. Pernyataannya tak hanya mengejutkan, tapi juga menyisakan luka mendalam bagi para pegawai yang hadir.
“Kalau ada pegawai yang tidak bisa makan atau makan hanya pakai garam, suruh datang ke rumah saya,” ujar Husni, Senin pagi (14/4/2025), dengan nada tinggi dan ekspresi geram, saat membahas isu penundaan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR), Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), dan gaji bulanan.
Pernyataan itu seketika menyulut kekecewaan dan kemarahan tersembunyi di tengah barisan peserta apel. Seorang ASN yang enggan disebutkan namanya demi menjaga keamanan, menyatakan bahwa ucapan Wabup seolah merendahkan realita perjuangan pegawai yang telah berbulan-bulan bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi.
“Ini bukan soal makan atau tidak. Ini soal harga diri dan hak kami sebagai abdi negara yang bekerja sesuai kewajiban. Tapi hak kami malah dipermainkan,” tegasnya.
Pegawai itu mengungkapkan, hingga pertengahan April 2025, gaji bulanan pun belum diterima oleh sebagian besar ASN. Sementara di sisi lain, Pemkab disebut telah mendahulukan pembayaran kepada pihak ketiga secara tidak merata—yang disebut-sebut hanya menguntungkan segelintir kelompok atau ‘orang tertentu’.
“Kenapa pihak ketiga didahulukan, sementara ASN yang jadi tulang punggung pelayanan publik justru dibiarkan menggantung?” tambahnya lirih.
Pernyataan Husni Merza, yang awalnya mungkin dimaksudkan untuk membesarkan hati, justru dianggap sebagai bentuk pengabaian atas penderitaan nyata yang dirasakan pegawai. Sebagian ASN menyayangkan gaya komunikasi Wabup yang dinilai tidak mencerminkan karakter pemimpin Melayu yang sejuk, sabar, dan bijak dalam menyikapi gejolak batin rakyatnya.
“Kami tak minta dikasihani. Kami hanya ingin keadilan. Hak kami dibayar tepat waktu. Kami punya keluarga, cicilan, dan kebutuhan hidup. Hak hidup itu bukan sekadar bisa makan—tapi hidup dengan martabat,” ujar ASN itu penuh emosi.
Fenomena ini menjadi cerminan krisis kepemimpinan dan disorientasi prioritas anggaran di tubuh Pemkab Siak. Ketika birokrasi mulai tak lagi mampu menjaga kesejahteraan internalnya, bagaimana mungkin bisa berpihak pada rakyat?
Apakah ini hanya soal kas kosong? Atau ada permainan lebih dalam di balik prioritas anggaran yang tidak transparan?
Pertanyaan-pertanyaan ini kini menggantung di udara, menanti jawaban dan tanggung jawab yang nyata dari para pengambil kebijakan.
(Publiknews)
About The Author
Eksplorasi konten lain dari 𝐌𝐚𝐭𝐚-𝐗𝐩𝐨𝐬𝐭
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.