Scroll untuk baca artikel
Example 816x612
Example floating
Example floating
Example 728x250 Example 728x250
Aliansi Media Indonesia

Jangan Biarkan Kriminalisasi Media Meruntuhkan Demokrasi!

318
×

Jangan Biarkan Kriminalisasi Media Meruntuhkan Demokrasi!

Sebarkan artikel ini

ALIANSI MEDIA INDONESIA (AMI)

Pekanbaru, 26 April 2025 – Aliansi Media Indonesia (AMI) menyerukan kepada seluruh insan pers di Indonesia untuk bersatu menjaga kemerdekaan pers dari segala bentuk kriminalisasi dan intimidasi.

Ketua DPP AMI, Ismael Sarlata, menegaskan bahwa setiap upaya mempidanakan media merupakan ancaman serius terhadap demokrasi dan hak berpendapat.

MataXpost.com
Example 670x550
Tiada Kebenaran Yang Mendua

“Kami mengingatkan, jangan ada pihak berwenang melakukan upaya pidana terhadap media. Jika dibiarkan, azas demokrasi dan kemerdekaan berpendapat akan hilang selamanya di negara ini,” tegas Ismael.

AMI menekankan bahwa setiap sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme hak jawab, hak koreksi dan Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, bukan melalui jalur pidana. Penggunaan instrumen pidana terhadap karya jurnalistik dinilai berbahaya bagi kelangsungan demokrasi.

Ketua AMI DPW Riau, Ade Monchai, juga menyatakan sikap tegas mendukung gerakan ini.

“Kami di Riau siap bersatu dan bergerak. Pers adalah roh demokrasi. Kami tidak akan mundur dalam membela kemerdekaan pers,” ujar Ade Monchai.

Aliansi Media Indonesia mengajak seluruh jurnalis, redaksi, dan organisasi pers di seluruh Indonesia untuk memperkuat solidaritas, menjaga marwah profesi, serta berdiri bersama melawan segala bentuk pelemahan terhadap kebebasan pers.

AMI menegaskan, diamnya insan pers terhadap kriminalisasi adalah bentuk pembiaran terhadap matinya demokrasi itu sendiri.

Aliansi Media Indonesia menilai bahwa kebebasan berpendapat di Indonesia kian terancam akibat penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang seringkali multitafsir dan disalahgunakan.

Beberapa langkah konkret yang perlu segera diambil adalah:

1.Revisi Pasal-Pasal Karet UU ITE: Pemerintah dan DPR harus merevisi pasal-pasal dalam UU ITE yang berpotensi multitafsir, seperti: Pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik, Pasal 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian, Pasal 29 tentang ancaman kekerasan. Revisi diperlukan untuk memperjelas batas antara kritik yang sah dengan penghinaan pribadi, sehingga hukum tidak lagi bisa disalahgunakan untuk membungkam kritik terhadap pejabat atau lembaga negara.

2.Perkuat Mekanisme Non-Pidana dalam Penyelesaian Sengketa: Untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan ekspresi di ruang publik (seperti kritik di media sosial atau pemberitaan media), prioritas penyelesaian harus melalui jalur non-litigasi seperti: Hak jawab, Hak koreksi, Mediasi di Dewan Pers (untuk karya jurnalistik).Pendekatan pidana hanya boleh diambil dalam kasus-kasus ekstrem yang benar-benar mengancam keselamatan, seperti ancaman pembunuhan nyata.

3.Prioritaskan Undang-Undang Pers untuk Sengketa Jurnalistik, Jika sengketa yang terjadi melibatkan karya jurnalistik, maka penyelesaiannya wajib mengacu pada mekanisme UU Pers No. 40 Tahun 1999.

Aparat penegak hukum harus diberi pelatihan untuk membedakan antara produk jurnalistik dengan postingan biasa, serta tidak gegabah dalam menetapkan status hukum terhadap wartawan atau media.

4.Tingkatkan Literasi Hukum Digital bagi Aparat dan Masyarakat, Aparat penegak hukum perlu diberikan pendidikan hukum rutin yang menekankan: Kebebasan berpendapat,Hak asasi manusia,

Standar internasional terkait kebebasan berekspresi.Demikian pula, masyarakat perlu diberi edukasi luas tentang hak-hak mereka dalam berpendapat, serta batasan yang sesuai dengan hukum.

5.Bentuk Badan Independen Pengawas Implementasi UU ITE: Dibutuhkan pembentukan badan independen untuk: Mengawasi pelaksanaan UU ITE, Menerima laporan kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat, Memberikan rekomendasi penghentian proses hukum jika ditemukan penyalahgunaan.Badan ini harus sepenuhnya bebas dari campur tangan pemerintah.

6 Dorong Perlindungan Hukum bagi Whistleblower dan Kritik Publik: Pihak-pihak yang mengungkap kasus korupsi, pelanggaran hak publik, atau penyalahgunaan wewenang, harus diberikan perlindungan hukum, bukan dipidana dengan alasan pencemaran nama baik.

Aliansi Media Indonesia menegaskan, tanpa langkah konkret untuk membatasi penyalahgunaan UU ITE, Indonesia akan terus menghadapi risiko memburuknya kebebasan berpendapat dan kemunduran demokrasi.

Revisi perundang-undangan, pengawasan ketat, dan edukasi hukum adalah kunci untuk menyelamatkan hak rakyat dalam menyuarakan kebenaran.

Hidup Pers Indonesia!

Hidup Demokrasi

 

DPP ALIANSI MEDIA INDONESIA (AMI)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 468x60