Mataxpost |24/04/2025, Rokan Hilir โ Duka mendalam menyelimuti Dusun Mekar Sari, Kecamatan Rantau Kopar, Kabupaten Rokan Hilir, usai dua balita ditemukan meninggal dunia di kolam bekas pengeboran minyak milik PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Selasa (22/4/2025) sore.
Tragedi ini juga diungkapkan lewat video amatir warga yang viral di media sosial. Dalam video tersebut, seorang pria dengan suara penuh duka menjelaskan bahwa dua anak kecil ditemukan tewas di kolam eks rig yang dibiarkan terbuka tanpa pengamanan.
Korban, Ferdiansyah Harahap (4) dan Fahri Prada Winata (2), ditemukan dalam kondisi tak bernyawa mengambang di kolam lumpur. Peristiwa tragis itu pertama kali diketahui setelah beredar sebuah video yang direkam warga setempat. Dalam video viral tersebut, seorang pria menyampaikan bahwa anak-anak tersebut tenggelam di kolam bekas rig pengeboran yang tidak diberi pagar pembatas ataupun tanda peringatan.
Kepala Kepolisian Resor Rokan Hilir, AKBP Isa Imam Syahroni, yang dikutip dari riauaktual.com, mengonfirmasi kejadian tersebut. โKorban bermain di sekitar kolam bekas pengeboran tanpa pengawasan orang tua. Diduga mereka terpeleset dan tenggelam,โ ujarnya dalam pernyataan resmi, Kamis (24/4/2025).
Kejadian bermula ketika ayah korban, Feri Setiawan Harahap (25), tertidur siang bersama kedua anaknya. Sekitar pukul 13.50 WIB, sang ibu, Fatimah (24), pulang dari pasar dan tidak menemukan kedua anaknya di rumah. Ia lalu membangunkan suaminya dan mereka berdua mulai mencari anak-anaknya.
Di tengah pencarian, Feri bertemu seorang pelajar SMP yang mengaku melihat kedua anak tersebut bermain di sekitar lokasi eks rig. Saat mendatangi tempat yang dimaksud, mereka mendapati tubuh kedua anak telah mengambang. Ayah korban sempat terjun ke kolam untuk menyelamatkan, namun nyawa anak-anaknya tidak tertolong. Keduanya dinyatakan meninggal dunia saat tiba di Puskesmas Rantau Kopar.
Kolam tempat kejadian merupakan lubang bekas aktivitas pengeboran migas yang ditinggalkan dalam keadaan terbuka. Lebih mengejutkan, hasil kajian sejumlah pegiat lingkungan menunjukkan bahwa lumpur dalam kolam tersebut bukan sekadar air biasa, melainkan limbah pengeboran yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3).
Berdasarkan referensi teknis terkait limbah pengeboran minyak dan gas, lumpur sisa rig dapat mengandung:
Bentonit dan barit, yang dapat mengiritasi kulit dan pernapasan.
Minyak mentah sisa dan turunannya, seperti senyawa aromatik polisiklik (PAH), yang bersifat karsinogenik.
Logam berat seperti arsenik, merkuri, dan timbal, yang dapat memicu keracunan akut maupun kronis.
Zat kimia tambahan seperti surfaktan, anti-korosi, dan pengencer lumpur yang berefek racun terhadap makhluk hidup.
Infografik yang juga viral di media sosial memperlihatkan daftar zat-zat berbahaya tersebut, menambah kekhawatiran publik terhadap potensi paparan kimia terhadap tubuh korban serta ancaman pencemaran lingkungan di sekitar lokasi.
Warga menyebut lokasi bekas rig milik PHR itu telah lama dibiarkan terbuka tanpa pengamanan. โKami sudah lama mengeluhkan ini. Ada pagar, tapi tidak ada papan peringatan. Padahal ini berbahaya, apalagi untuk anak-anak,โ kata seorang warga setempat dalam video yang beredar.
Mereka juga meminta pemerintah melakukan investigasi menyeluruh dan segera menutup kolam eks rig lain yang masih terbuka di sekitar permukiman warga.
Peristiwa ini menjadi tamparan keras terhadap lemahnya pengawasan pasca-eksplorasi di sektor migas, serta memperkuat desakan agar pemerintah memperketat regulasi dan pengawasan lingkungan. Tanpa upaya serius dan transparan, tragedi serupa bisa saja terulangโdan lagi-lagi, anak-anak yang tak tahu apa-apa bisa menjadi korban.
Kelalaian dalam menutup dan mengamankan bekas sumur ini tidak hanya melanggar prinsip keselamatan publik, tapi juga Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jika terbukti lalai, PHR dapat dikenakan sanksi pidana dan perdata.
Peristiwa ini bukan hanya soal kehilangan dua nyawa kecil yang tak berdosa, tapi juga soal kelalaian sistemik dalam industri ekstraktif yang belum belajar bertanggung jawab. Pertanyaan paling menyakitkan kini menggema di Rantau Kopar: sampai kapan nyawa rakyat kecil harus jadi korban dari lubang-lubang yang ditinggalkan raksasa migas?
Berikut kami sampaikan tanggapan dari Eviyanti Rofraida Corporate Secretary PT Pertamina Hulu Rokan:
“PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) sangat prihatin atas kejadian ini. Perwakilan PHR telah datang ke keluarga korban untuk menyampaikan bela sungkawa pada malam di hari yang sama saat kejadian, ungkap nya
PT PHR telah dan selalu menerapkan prosedur keamanan dan keselamatan termasuk pemasangan pagar di area kolam lumpur (mud pit) tersebut.
“Kami menghimbau masyarakat untuk mematuhi prosedur keamanan danmengutamakan keselamatan serta tidak mendekati area operasional untuk mencegah kejadian yang membahayakan keselamatan jiwa dan harta benda” Tutupnya.