Scroll untuk baca artikel
Example 816x612
Example floating
Example floating
Example 728x250 Example 728x250
Berita ViralPemkot Pekanbaru

100 Hari Kepemimpinan Agung–Makarius: Pekanbaru Semakin Tak Terurus

1308
×

100 Hari Kepemimpinan Agung–Makarius: Pekanbaru Semakin Tak Terurus

Sebarkan artikel ini

Studi ke Malaysia Sebuah Pencitraan?

Pekanbaru, 12 Juni 2025 β€” Seratus hari sudah masa kepemimpinan Walikota Agung Nugroho dan Wakilnya, Makarius Anwar. Alih-alih menghadirkan pembenahan yang dijanjikan, warga Kota Pekanbaru justru dihantui tumpukan persoalan yang semakin menebal: sampah menggunung, banjir makin luas, penyakit sosial kian terbuka, dan aroma korupsi semakin menyengat.

 

MataXpost.com
Example 670x550
Tiada Kebenaran Yang Mendua

Salah satu momen yang sempat memunculkan harapan adalah kunjungan resmi Agung Nugroho ke Malaysia pada 27 Januari 2025 lalu, sebelum pelantikan. Dalam lawatan itu, ia menyambangi perusahaan pengelola sampah Zaquin Resources SDN BHD di Johor Bahru. Kunjungan ini diklaim sebagai upaya untuk mengadopsi teknologi pengolahan limbah modern yang dapat diterapkan di Pekanbaru.

 

Agung saat itu menyatakan bahwa pengelolaan sampah akan menjadi prioritas utama pemerintahannya. Ia bahkan menegaskan akan menggandeng RT/RW serta masyarakat untuk mewujudkan sistem baru berbasis edukasi dan partisipasi publik. Sebuah ambisi yang terdengar menjanjikan.

 

Namun, 100 hari setelah ia duduk resmi di kursi Walikota, realitas yang terjadi di lapangan justru mencoreng harapan tersebut. Pekanbaru kini memasuki status darurat sampah, solusi yang dijanjikan serta pernyataan kini hanya dianggap sebagai pencitraan semata oleh sebagian masyarakat.

 

TPS di kantor Pemerintah dinilai sebagai simbol kegagalan: Halaman depan Kantor Dekranasda di Jalan Arifin Ahmad berubah menjadi Tempat Pembuangan Sampah liar. Gunungan limbah mencapai 30 meter panjang dan 3 meter tinggi, setara 15 truk penuh. Bau menyengat mengganggu aktivitas warga dan pegawai. Ironisnya, ini terjadi di gedung yang seharusnya mencerminkan wajah kerapian dan kemajuan pemerintahan.

 

Kondisi ini bermula dari keputusan sepihak DLHK Pekanbaru yang memutus kontrak dengan PT Ela Pratama Perkasa (EPP), tanpa strategi transisi yang matang. Sejak itu, pengangkutan sampah mandek. TPS-TPS liar bermunculan, bahkan di sekitar sekolah, rumah ibadah, dan pasar.

 

Salah satu warga yang dijumpai awak media menyampaikan bahwa:

β€œKami dilarang buang sampah, tapi tidak diberi solusi. Petugas kelurahan cuma bilang: β€˜Tanya saja sama RT buangnya ke mana.’ Ini bukan solusi, ini pembiaran,” ujar Reni, warga Tangkerang Tengah.

 

Kritik tajam pun bermunculan terhadap hasil kunjungan studi banding ke Malaysia. Banyak warga mempertanyakan: di mana implementasi dari sistem canggih yang dipelajari di luar negeri itu? Hingga hari ini, belum ada pilot project, unit teknologi baru, atau sistem manajemen berbasis teknologi yang diterapkan di lapangan.

 

“Jangan jadikan studi banding cuma sebagai pelesiran berkedok kerja. Kami ingin lihat hasil nyata, bukan brosur dan video kunjungan,”ujar Mustakim aktivis Pekanbaru.

 

Sementara itu, banjir tetap menjadi masalah klasik yang tak kunjung usai. Setiap hujan turun, wilayah Panam, Payung Sekaki, dan Jalan HR Soebrantas menjadi langganan genangan. Warga mengaku lelah mendengar janji normalisasi drainase yang hingga kini belum dimulai.

 

Tak hanya fisik kota yang rusak. Penyakit sosial seperti judi online, peredaran narkoba, dan prostitusi terselubung terus tumbuh. Kawasan tertentu kini dikenal sebagai β€œzona abu-abu”, tempat aktivitas ilegal berlangsung tanpa pengawasan berarti. Lemahnya penegakan hukum dan minimnya edukasi sosial memperparah keadaan.

 

Beberapa LSM dan akademisi mulai menyoroti adanya potensi penyimpangan anggaran, terutama pada sektor pengelolaan lingkungan dan pengadaan fasilitas kebersihan. Pemutusan kontrak secara mendadak, serta pembentukan LPS (Layanan Pengangkutan Sampah) tanpa transparansi lelang, membuka ruang bagi dugaan praktik nepotisme dan korupsi birokrasi menambah problema pemerintahan kota pekanbaru yang juga darurat Korupsi.

 

“Masalah bukan hanya di jalan, tapi di sistem yang busuk. Jika tidak ada reformasi menyeluruh, kota ini akan tenggelam bukan karena banjir, tapi karena kebusukan dari dalam,” tegas Saiman Pakpahan

 

100 hari lebih memimpin adalah waktu yang cukup untuk menunjukkan arah. Tapi hingga kini, Agung Nugroho dan Makarius Anwar belum memberi gambaran jelas ke mana arah perubahan akan dibawa. Alih-alih gebrakan, yang terlihat adalah stagnasi, bahkan kemunduran.

 

Warga tidak menanti seminar, studi banding, atau unggahan media sosial. Mereka menanti kerja nyata. Jika tidak segera ada perbaikan sistemik dan kepemimpinan yang hadir di lapangan, bukan tidak mungkin kepercayaan publik akan benar-benar menghilang β€” dan yang tersisa hanyalah sampah, banjir, dan kekecewaan yang terus menumpuk

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 468x60