PEKANBARU โ Gubernur Riau Abdul Wahid membuat janji tegas untuk menuntaskan 153 temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait laporan keuangan Pemprov Riau tahun 2024 dalam waktu maksimal dua bulan. Namun, janji ini belum lebih dari sekadar kata-kata di tengah tumpukan utang besar dan masalah tata kelola keuangan yang menggunung. (10/06)
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) kepada Pemprov Riau, menandakan adanya kekurangan serius dalam pengelolaan keuangan daerah. Salah satu sorotan utama adalah utang sebesar Rp1,76 triliun, yang sebagian besar merupakan kewajiban belum dibayar kepada pihak ketiga, termasuk kontraktor dan penyedia jasa senilai Rp40,81 miliar dari pekerjaan tahun lalu.
Gubernur Wahid yang baru dilantik pada 20 Februari 2025 mengakui bahwa warisan utang ini berasal dari periode pemerintahan sebelumnya. Namun, publik tidak mau mendengar alasan, melainkan menuntut tindakan nyata.
โSaya sudah baca, ada sebanyak 153 temuan. Dari keuangan dan kinerja itu ada sekitar 100-an, 93 kalau nggak salah dari sisi kepatuhan. Ini harus kami tuntaskan dua bulan ke depan,โ ujar Wahid dalam berbagai artikel media lokal.
Janji dua bulan bukan sekadar klaim kosong. Jika gagal memenuhi target ini, konsekuensinya bukan hanya soal hilangnya kepercayaan publik, tapi potensi masalah hukum yang bisa menjerat pejabat terkait semakin menguat.
Wahid berupaya meredam kegaduhan dengan menyatakan tak ingin saling menyalahkan. Namun, janji itu justru memicu tekanan kuat dari masyarakat sipil, aktivis antikorupsi, dan pengawas BPK agar temuan ini tidak sekadar dipendam.
Beberapa temuan BPK juga mengungkapkan pelanggaran prinsip akuntabilitas dan pengeluaran yang tidak sesuai ketentuan. Dalam kondisi seperti ini, sikap gubernur menjadi ujian serius terhadap komitmen pemberantasan praktik korupsi dan penyimpangan anggaran.
โKalau orang pestanya sudah usai, saya bagian cuci piring,โ kata Wahid. Tapi bagi rakyat Riau, yang mereka tuntut bukan siapa yang mencuci piring, melainkan apakah kotoran itu benar-benar dibersihkan, bukan hanya disembunyikan.
Masyarakat Riau menuntut transparansi penuh terkait siapa bertanggung jawab atas utang tersebut, daftar kontraktor yang belum dibayar, rincian proyek yang dikerjakan tanpa penganggaran memadai, dan terutama langkah pemerintah dalam mencegah praktik penyimpangan berulang.
Publik mendesak Pemerintah Provinsi Riau di bawah kepemimpinan Abdul Wahid untuk membuka daftar lengkap temuan BPK dan progres penyelesaiannya secara terbuka setiap minggu. Rakyat Riau telah terlalu lama menjadi korban ketidakjelasan dan kelalaian birokrasi.
Dua bulan bukan waktu panjang untuk membersihkan masalah akut yang menggerogoti keuangan daerah. Kini saatnya membuktikan janji dengan kerja nyata โ bukan narasi dan basa-bas