SUNGAI PAKNING – PT. Pertamina Port and Logistik tengah menjadi sorotan tajam publik usai dituding sengaja menciptakan ketegangan sosial di Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, dengan menjadikan salah satu organisasi masyarakat lokal sebagai penjaga gerbang perusahaan. Kejadian yang mencuat pada 8 Juli 2025 ini memantik kemarahan banyak pihak, setelah pernyataan Port Manager Pertamina menyebut bahwa setiap organisasi atau media yang ingin bertemu perusahaan harus lebih dulu melapor ke Forum Peduli Pemuda dan Masyarakat Bukit Batu (FPPMB).
Pernyataan tersebut terlontar saat Laskar Gerakan Anak Melayu RMRB menyampaikan surat audiensi resmi untuk berdialog tentang berbagai dampak aktivitas perusahaan terhadap masyarakat sekitar. Alih-alih disambut secara terbuka, mereka justru dihadapkan pada prosedur ganjil yang mewajibkan koordinasi dengan FPPMB sebuah ormas yang kini diduga telah bertransformasi dari kelompok perjuangan rakyat menjadi centeng perusahaan.
“Ini bukan sekadar kesalahan komunikasi, ini penghinaan terhadap martabat masyarakat Melayu. Kenapa urusan bertemu perusahaan negara harus melalui satu ormas? Apa dasarnya?” tegas salah satu tokoh adat yang ikut kecewa dengan kondisi tersebut.
Situasi ini telah memicu konflik horizontal di tengah masyarakat. Dua ormas yang selama ini dikenal aktif membela rakyat kini terjebak dalam suasana saling curiga. Satu pihak merasa dikucilkan dan dihalangi, sementara pihak lain dituding menikmati hak istimewa sebagai ‘mitra khusus’ perusahaan.
FPPMB, yang sebelumnya pernah menyuarakan keresahan masyarakat, kini justru dituding berubah wajah: dari ormas rakyat menjadi alat kontrol yang membatasi akses organisasi lain, bahkan media, untuk bertemu dengan manajemen Pertamina.
“Mereka bukan lagi pembela rakyat, tapi sudah menjelma jadi pagar betis perusahaan. Yang tidak ‘izin’ ke mereka bisa-bisa dihadang atau diintimidasi,” ungkap RD sumber internal dari salah satu organisasi pemuda tempatan.
Masyarakat geram. Dalam satu suara, tokoh-tokoh adat, pemuda, dan aktivis Melayu menyampaikan peringatan keras kepada Pertamina: jangan bermain api dengan memelihara ormas titipan untuk membungkam suara rakyat. Jika pola komunikasi eksklusif ini terus dipelihara, bukan hanya kepercayaan publik yang hancur, tapi juga keharmonisan sosial yang selama ini dijaga dengan susah payah.
Pertamina sebagai BUMN seharusnya menjadi teladan dalam membangun dialog yang terbuka, adil, dan menghormati seluruh elemen masyarakat tanpa pilih kasih. Namun yang terjadi justru sebaliknya perusahaan terkesan bersembunyi di balik kelompok yang kini mengatur siapa boleh bicara dan siapa tidak. Ini bentuk pembungkaman sistematis yang tidak bisa ditoleransi.
“Kami tegaskan: masyarakat Melayu bukan tamu di tanahnya sendiri! Jika Pertamina ingin tetap hadir dan diterima, hentikan politik adu domba ini sekarang juga,” tegas Ade Monchai Ketum SATU GARIS
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari Port Manager Pertamina yang diduga mengeluarkan pernyataan pemicu konflik tersebut. Namun tekanan publik terus meningkat. Warga mendesak agar perusahaan segera membuka ruang dialog tanpa batas, mencabut privilese kelompok tertentu, dan kembali ke prinsip tanggung jawab sosial yang sehat.
Jika tidak, bukan tak mungkin api kecil ini akan membesar menjadi gejolak sosial. Dan saat itu terjadi, rakyat tidak akan diam lagi. Mereka siap mengambil kembali ruang mereka dengan suara, aksi, dan kehormatan sebagai tuan rumah di tanah yang telah lama mereka jaga.
Pertamina diperingatkan: hentikan taktik licik memecah belah masyarakat, atau bersiap hadapi gelombang perlawanan rakyat tempatan.
Hingga berita ditayangkan belum ada tanggapan resmi dari pihak terkait, berita akan diperbarui seiring dengan informasi terbaru.