[gnpub_google_news_follow]
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita ViralDugaan TipikorHukumMafia TanahPemerintah

Skandal Lahan Torpedo Meranti: Oknum BPKAD Diduga Main Mata Dengan Mafia Tanah

2614
×

Skandal Lahan Torpedo Meranti: Oknum BPKAD Diduga Main Mata Dengan Mafia Tanah

Sebarkan artikel ini
Example 728x60
Spread the love

Selatpanjang – Sengketa antara Swandi dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti atas lahan di Jalan Ibrahim, Kelurahan Selatpanjang Selatan, Kecamatan Tebingtinggi, tak lagi sekadar perkara perdata biasa. Kasus ini membuka tirai gelap praktik agraria di Meranti yang sarat dengan dugaan permainan mafia tanah, penyalahgunaan wewenang, pembiaran oleh pejabat, dan indikasi kriminalisasi terhadap warga yang sah secara hukum. Gugatan hukum yang dilayangkan Swandi justru menjadi titik terang atas dugaan konspirasi sistematis yang melibatkan oknum birokrasi dan aktor-aktor lokal yang selama ini menikmati kekebalan hukum. (31/07)

Berdasarkan penelusuran tim investigasi X Post, lahan yang kini disengketakan bukanlah tanah kosong tak bertuan seperti klaim sepihak Pemkab. Swandi memiliki dokumen kepemilikan sah berupa SKGR Nomor 50/SKGR/KSS/2018 dan IMB resmi. Tanah ini telah berpindah tangan secara legal sejak 1980, lalu pada 1997, dan dibeli Swandi tahun 2018. Dokumen tersebut ditandatangani pejabat kelurahan dan camat setempat, didukung bukti transaksi serta penguasaan fisik di lapangan.

MataXpost.com
Example 300x600
Tiada Kebenaran Yang Mendua

Sebaliknya, Pemkab justru tidak dapat menunjukkan satu pun dokumen resmi seperti surat hibah, sertifikat, atau pembebasan lahan. Bahkan dalam persidangan, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Meranti hanya membawa sketsa tanah dengan tulisan tangan yang tak memiliki kekuatan hukum.

Sebagai informasi akurat dan fakta untuk masyarakat serta Aparat penegak hukum, bahwa sebelum Pemkab Meranti mengklaim lahan tersebut sebagai aset daerah, diketahui Swandi telah lebih dulu bersengketa dengan warga lain yang diduga menyerobot tanah miliknya secara ilegal. Nama-nama seperti Liong Tjai, Apeng, dan Bin Kian tercatat menduduki lahan tersebut tanpa dasar hukum.

Nama yang cukup dikenal oleh warga setempat sebagai penguasa lahan, mereka juga diduga kuat bagian dari jaringan mafia tanah yang cukup berpengaruh di Kepulauan Meranti. Namun anehnya, tak satu pun dari mereka yang disentuh oleh upaya hukum Pemkab.

Bahkan terdapat beberapa unit bangunan rumah mewah di kawasan yang sama telah selesai dibangun dan berpindah kepemilikan tanpa pernah disentuh oleh Pemkab. Fakta ini memunculkan dugaan tebang pilih dan penyalahgunaan kekuasaan untuk menarget Swandi secara sepihak.

Kepala Bidang Aset BPKAD Meranti, Istiqomah, SE, M.Si yang akrab disapa Hesti menyatakan bahwa lahan yang ditempati Swandi merupakan bagian dari aset seluas 3,7 hektare yang dihibahkan dari Pemkab Bengkalis ke Pemkab Meranti pada 2013. Namun hingga kini, tidak ada satu pun dokumen formal tentang hibah tersebut yang bisa ditunjukkan ke publik. Anehnya, Hesti mengakui bahwa banyak aset hibah dari Bengkalis yang tidak terbaca secara administratif, bahkan telah diperjualbelikan.

β€œSeperti ruko dekat lahan Suwandi berdiri saat ini. Itu tidak kami gugat, justru dia yang menggugat pemerintah,” ujar Hesti dalam pernyataan yang dikutip dari beberapa media lokal,

Pernyataan ini justru menegaskan ketidakjelasan tata kelola aset dan potensi pembiaran terhadap pelanggaran hukum serta menimbulkan dugaan kongkalikong antara oknum BPKAD dengan Jaringan Mafia tanah.

Dalam sebuah pernyataan mencurigakan yang diduga berasal dari salah satu PNS yang terlibat sedari awal terungkap upaya sistematis untuk menggugurkan hak kepemilikan Swandi.

“Nanti sertifikat kalau sudah terbit maka SKGR bapak sudah tidak berlaku atau batal otomatis,” ujar sumber tersebut,

Seolah menunjukkan bahwa Pemkab sudah menyusun skenario pengambilalihan lahan tanpa menghormati proses hukum dan asas legalitas. Lebih parah, pengakuan lain menyebut bahwa hanya tanah kosong milik Swandi yang menjadi objek masalah.

β€œCuman yang lain tidak masalah biarlah mereka sudah membangun. Cuman tanah kosong Pak Suandi yang belum bangun yang bermasalah.” ujar oknum PNS tersebut

Pernyataan ini memperlihatkan bahwa target utama adalah Swandi, bukan penegakan hukum atas aset negara secara menyeluruh.

Dugaan bahwa ini bukan semata-mata penertiban aset negara semakin menguat setelah diperoleh data sketsa resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan citra satelit yang justru bertentangan dengan klaim Pemkab.

Lebih jauh, fakta pendukung yang memperkuat klaim Swandi juga berasal dari hasil pengecekan langsung ke Kantor Pertanahan (BPN) Kepulauan Meranti. Berdasarkan sketsa peta bidang dan hasil overlay spasial dari BPN, lokasi tanah milik Swandi tidak berada dalam batas atau blok area aset daerah, melainkan masuk dalam zona lahan masyarakat.

Dokumen ini dikuatkan pula oleh citra satelit dan pengukuran lapangan yang secara teknis mematahkan klaim Pemkab. Hal ini menjadi pukulan telak bagi upaya Pemkab yang selama ini tidak bisa menunjukkan satu pun bukti kepemilikan atau peta resmi dari BPN atas lahan tersebut.

Puncak keganjilan muncul dari pernyataan Ramlan Abdullah, tokoh masyarakat yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua II Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Meranti. Ia menyebut gugatan Swandi sebagai ulah mafia tanah. Namun faktanya, Ramlan baru kembali menetap di Selatpanjang pada 2012, jauh setelah proses penguasaan lahan dan jual beli terjadi.

Pernyataannya dianggap prematur dan tidak berdiri di atas dasar hukum yang valid. Sebuah pernyataan yang dinilai tak memahami konteks dasar sengketa, tudingan yang ia lontarkan tanpa bukti dan data justru menjadi blunder yang memperkuat dugaan bahwa opini publik tengah dikondisikan untuk menyudutkan Swandi dan menutupi akar persoalan.

Padahal, dalam setiap sidang, pihak Swandi tampil konsisten membawa bukti kepemilikan, sedangkan Pemkab justru menampilkan saksi yang tidak memahami batas lahan dan tidak membawa dokumen pendukung. Kredibilitas gugatan Pemkab pun kian meragukan. Ini memperkuat asumsi bahwa Pemkab tidak sedang mempertahankan aset daerah, melainkan diduga menjalankan agenda tertentu yang bertentangan dengan prinsip keadilan hukum dan perlindungan terhadap hak rakyat.

Dalam konteks hukum publik, tindakan pejabat seperti Hesti yang justru menjabat pula di bidang hukum, patut dipertanyakan. Ia diduga menyalahgunakan jabatan (abuse of power) dengan mendorong klaim sepihak tanpa dasar kuat dan membiarkan pihak lain yang lebih dahulu menyerobot lahan tanpa tindakan. Jika benar seluruh kawasan tersebut adalah aset pemerintah, seharusnya tidak hanya Swandi yang digugat, melainkan semua pihak yang menguasai lahan secara ilegal.

Desakan juga muncul dari kelompok elemen sipil, Ketua Umum LSM SATU GARIS, Ade Monchai melalui Ketua Harian Ricky Fathir mendesak Bupati H. Asmar dan Wakil Bupati AKBP (Purn) H. Muzamil mencopot Hesti dari jabatannya.

“Seorang pejabat yang terindikasi melakukan pembiaran terhadap mafia tanah, bersikap diskriminatif dalam menegakkan hukum, dan menggunakan kekuasaan untuk menarget warga pemilik sah, tak seharusnya dipertahankan di jabatan strategis dalam birokras. ” ujar Ricky Fathir

Swandi sendiri dengan tegas membantah segala tudingan tak berdasar tersebut. Ia menyatakan bahwa gugatan yang ia ajukan adalah bentuk perjuangan warga terhadap tindakan semena-mena.

β€œKalau negara mau menegakkan hukum, tegakkanlah secara adil. Jangan hanya kepada rakyat kecil seperti saya, tapi diam saat mafia tanah yang bersekutu dan merajalela,” ujarnya.

Skandal yang menampar wajah birokrasi Meranti dan menelanjangi praktik kelola aset yang diduga korup, tebang pilih, serta tidak berpihak pada warga yang sah, gegara ulah oknum pejabat.

Gugatan Swandi bukan hanya soal sengketa lahan, tapi ujian bagi supremasi hukum, integritas pemerintahan daerah, dan kepedulian negara terhadap hak rakyat. Jika aparat hukum diam, publik pantas bertanya: siapa sesungguhnya yang dilindungi oleh negara rakyat atau jaringan mafia tanah?

Example 250x250
Example 120x600
banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 468x60