x
.

Siapa Otak Dibalik Perintah Anggota Densus Anti Teror 88

waktu baca 3 menit
Senin, 11 Agu 2025 19:33 Editor

Mataxpost | JAKARTA โ€” Kasus dugaan penculikan dan penganiayaan terhadap Briptu FF, anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, pada 25 Juli 2025, telah mengguncang kepercayaan publik terhadap disiplin rantai komando satuan elit kepolisian. Peristiwa ini memunculkan gelombang desakan agar pihak kepolisian segera memeriksa secara menyeluruh seluruh pejabat yang berada dalam jalur perintah, mulai dari Komandan Satuan Densus 88 Mabes Polri, jajaran komandan wilayah di bawahnya, hingga Kabareskrim dan Irwasda yang bertanggung jawab mengawasi legalitas setiap operasi. (11/08)

Densus 88 adalah satuan khusus dengan prosedur operasi yang ketat. Tidak ada personel yang bergerak di lapangan, apalagi untuk mengawasi figur yang memiliki kedudukan strategis seperti Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), tanpa restu atasan langsung.

Karena itu, dugaan bahwa Briptu FF tengah membuntuti Ferry Yanto Hongkiriwangย  pengelola kafe di Cipete yang disebut dekat dengan Jampidsus menempatkan rantai perintah Densus 88 di bawah sorotan tajam. Jika benar ada misi pemantauan, maka yang harus diperiksa bukan hanya pelaku di lapangan, tetapi seluruh pejabat yang berada di jalur pemberi izin dan perintah.

Sejarah menunjukkan ini bukan insiden tunggal. Pada Mei 2024, Bripda Iqbal Mustofa, juga anggota Densus 88, tertangkap saat membuntuti Jampidsus Febrie Adriansyah di sebuah restoran di Cipete. Temuan di ponselnya mengindikasikan pemantauan yang terstruktur.

Meski kasus itu memicu ketegangan terbuka antara Kejaksaan dan Polri, serta melibatkan pengamanan ketat oleh TNI di lingkungan Kejagung, nama pemberi perintah tak pernah diumumkan. Kini, setahun kemudian, pola yang sama muncul lagi.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, menegaskan bahwa kasus ini tak bisa dipandang sepele. Menurutnya, โ€œSeorang prajurit Densus tidak akan turun sendiri tanpa perintah. Apalagi ini melibatkan figur yang dilindungi undang-undang.

Negara harus berani mengungkap siapa otaknya.โ€ Pernyataan ini sejalan dengan tuntutan publik agar Kapolri memerintahkan pemeriksaan menyeluruh terhadap Komandan Satuan Densus 88 Mabes Polri, seluruh kepala satuan wilayah terkait, Kabareskrim yang membawahi fungsi penyelidikan dan penyidikan, hingga Inspektur Pengawasan Daerah (Irwasda) yang bertugas mengawasi kepatuhan prosedur.

Desakan ini bukan sekadar mencari kambing hitam, tetapi memastikan akuntabilitas. Jika jalur perintah dibiarkan kabur, maka operasi-operasi serupa berisiko terus berlangsung di luar prosedur hukum, menempatkan aparat lapangan sebagai pion yang menanggung risiko, sementara aktor intelektualnya tetap bersembunyi.

Pengungkapan siapa yang memberi perintah juga akan menjadi ujian bagi Polri dalam membuktikan bahwa mereka menegakkan hukum secara konsisten, termasuk terhadap internalnya sendiri.

Publik menilai, momentum ini tidak boleh dilewatkan. Pemeriksaan harus dilakukan dari pucuk hingga akar, tanpa pandang bulu. Komandan Satuan Densus 88 di Mabes Polri, para komandan wilayah, Kabareskrim, dan Irwasda harus dimintai pertanggungjawaban secara terbuka.

Sebab, dalam tubuh kepolisian, perintah adalah mata rantai yang jelas dan jika satu mata rantai diketahui memberi arah yang salah, maka seluruh sistem harus siap dibersihkan. Hanya dengan langkah ini, kepercayaan publik bisa dipulihkan, dan operasi ilegal yang berpotensi memicu benturan antar-lembaga dapat dicegah sebelum memakan korban lebih banyak.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x