x
.

Pergantian Nama Aksi Demo Diduga untuk Samarkan Peran Erlangga dan Donatur

waktu baca 3 menit
Jumat, 19 Sep 2025 02:42 Editor

Pekanbaru โ€“ Aksi unjuk rasa pada 18 September 2025 di Pekanbaru meninggalkan kontroversi besar soal identitas penyelenggara. Surat pemberitahuan resmi ke aparat keamanan tercatat atas nama Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Riau (GEMMPAR).

Namun dalam pemberitaan sejumlah media lain, nama yang muncul justru Forum Mahasiswa Peduli Politik Riau (FMPPR). Pergantian identitas ini menimbulkan dugaan kuat adanya manuver untuk menyamarkan siapa penggerak sebenarnya.

Dugaan itu makin menguat setelah media Mataxpost dan Detikxpost lebih dulu menurunkan berita aksi GEMMPAR dengan menyebut Erlangga.yang diduga kuat sebagai penggerak,

Tak lama kemudian, pemberitaan si beberapa media lokal menggunakan identitas berbeda dengan nama FMPPR. Publik menilai perubahan ini bukan kebetulan, melainkan strategi untuk menyamarkan peran Erlangga yang sudah lebih dulu terekspos.

Rekam jejak hitung saja sejak 2022 memperlihatkan pola berulang: Erlangga selalu muncul bersama GEMMPAR dalam berbagai aksi. Mulai dari menyoroti kasus tunjangan transportasi DPRD Pekanbaru, dugaan penyimpangan BUMD, hingga kritik proyek infrastruktur.

Dalam dokumentasi lapangan, ia berulang kali terlihat memimpin orasi sekaligus mengoordinir massa. Fakta itu membuat banyak pihak meyakini, meski nama organisasi berganti, motor penggeraknya tetap figur yang sama.

Sumber internal menilai, pola pergantian nama organisasi ini bukan sekadar masalah administratif, melainkan strategi yang sengaja dimainkan. Dengan mengubah identitas menjadi FMPPR, seakan-akan ada kelompok lain yang bergerak, padahal aktor lapangan tetap sama. Kehadiran Erlangga di sekitar lokasi unjuk rasa menambah kuat dugaan bahwa ia tetap mengendalikan mobilisasi massa.

Tambahan catatan, redaksi Mataxpost juga pernah diminta langsung oleh Erlangga untuk menayangkan berita terkait laporan Forum Mahasiswa Peduli Politik Riau (FMPPR) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Pada 24 Juli 2025, Kejati Riau memang resmi mengumumkan tindak lanjut laporan dugaan korupsi PT Bumi Siak Pusako (BSP), yang sebelumnya diadukan FMPPR pada 17 Juni 2025.

Dalam laporan itu, BSP di bawah kepemimpinan Direktur Utama Iskandar dituding melakukan pengelolaan minyak tidak transparan di wilayah kerja Coastal Plain Pekanbaru (CPP) Blok yang mencakup Kabupaten Siak dan Kampar, sehingga berpotensi merugikan negara. Fakta ini semakin memperkuat indikasi bahwa Erlangga berada di balik manuver FMPPR sebagaimana ia menggerakkan GEMMPAR.

Selain soal perbedaan nama, sorotan publik kini mengarah pada siapa donatur di balik aksi tersebut. Aksi dengan jumlah massa cukup besar jelas membutuhkan logistik transportasi, konsumsi, hingga perlengkapan aksi yang tidak mungkin dibiayai penuh secara swadaya mahasiswa. Sejumlah pihak menduga ada figur berkepentingan politik yang menjadi sponsor.

Spekulasi itu menguat karena isu yang diangkat bukanlah persoalan baru. Kasus tunjangan transportasi DPRD Pekanbaru sudah pernah ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) sejak 2021 dan dinyatakan selesai secara administratif setelah pimpinan dewan mengembalikan kelebihan pembayaran lebih dari Rp1 miliar ke kas daerah.

Fakta bahwa isu lama diangkat kembali dengan cara yang penuh manuver membuat publik curiga ada kepentingan lain di baliknya.

Menjelang aksi, beredar pula kabar adanya upaya lobi yang diduga melibatkan Erlangga. Ia disebut sempat melakukan pendekatan, baik untuk meminta kompensasi agar aksi batal, maupun menjalin komunikasi dengan pihak yang ingin aksi terus berjalan. Namun, kepada awak media, Erlangga membantah keras tudingan itu.

โ€œKetawa bacanya, fitnah mereka. Kalau mau fitnah, buat yang masuk akal. Saya tidak kenal dengan Ormas SATU GARIS atau Ricky Fathir. Menurut Kejari Pekanbaru, kasus Ida itu jelas masuk tahap penyidikan. Ngapain saya melobi? Ketemu Ida Yulita Susanti saja saya tidak mau,โ€ tegasnya.

Meski demikian, publik menilai bantahan itu belum menjawab pertanyaan paling mendasar: siapa yang membiayai aksi dan mengapa identitas organisasi berubah di tengah jalan.

Jika dugaan adanya donatur benar, maka Erlangga tidak berdiri sendiri, melainkan menjadi eksekutor lapangan dari skenario politik yang lebih besar. Aparat penegak hukum pun didesak segera mengusut, bukan hanya soal legalitas aksi, tetapi juga pihak-pihak yang diduga menungganginya

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x