x
.

Dana Desa Bengkalis Capai Rp 4,9 Miliar per Desa, 92 Pj Kades Disorot dalam Dugaan Penyalahgunaan Anggaran

waktu baca 3 menit
Sabtu, 4 Okt 2025 17:51 Editor

Mataxpost | Bengkalis, Riau โ€”Dugaan penyalahgunaan dana desa kembali mengguncang Kabupaten Bengkalis. Dari total 136 desa yang tersebar di delapan kecamatan, sebanyak 92 desa kini dipimpin oleh Penjabat (Pj) Kepala Desa. Besarnya anggaran dana desa yang mencapai kisaran Rp 4,2 miliar hingga Rp 4,9 miliar per desa per tahun menimbulkan tanda tanya besar di tengah minimnya dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat. (04/10)

Setiap tahun, miliaran rupiah dana desa digelontorkan untuk pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan pelayanan publik. Namun, hasil di lapangan menunjukkan ketimpangan antara besarnya anggaran dan manfaat yang dirasakan warga.

Di sejumlah desa, proyek pembangunan yang seharusnya selesai hingga akhir tahun 2024 masih terbengkalai. Infrastruktur dasar seperti jalan, drainase, dan fasilitas umum belum menunjukkan kemajuan berarti, sementara laporan penggunaan dana desa dinilai tidak sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.

“Kami dengar anggaran dana desa miliaran tiap tahun, tapi jalan ke kebun tetap rusak, jembatan tak kunjung diperbaiki. Entah ke mana uang itu,โ€ ujar R (45), warga Desa Teluk Latak, Kecamatan Bengkalis.

Penunjukan 92 Pj Kepala Desa oleh pemerintah kabupaten juga dinilai menjadi salah satu titik rawan penyalahgunaan anggaran. Jabatan sementara ini dianggap lemah secara legitimasi publik dan minim akuntabilitas karena tidak dipilih langsung oleh masyarakat. Sejumlah temuan di lapangan menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara laporan realisasi anggaran dan kondisi pembangunan yang sebenarnya.

Menanggapi kondisi tersebut, Sekretaris Jenderal Satu Garis, Afrizal, A.Md., CPLA, atas nama Ketua Umum Ade Monchai , menegaskan bahwa pihaknya terus memantau dan menyoroti pengelolaan dana desa di Bengkalis. Menurutnya, tata kelola dana desa belum berjalan sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas.

โ€œKami menemukan indikasi kuat bahwa pengelolaan dana desa di Bengkalis belum sepenuhnya transparan. Banyak laporan masyarakat yang menyebutkan anggaran tidak digunakan sesuai peruntukan, sementara manfaatnya tidak dirasakan warga,โ€ tegas Afrizal.

Afrizal menilai, dominasi jabatan Pj Kades di lebih dari separuh desa di Bengkalis menjadi penyebab lemahnya kontrol sosial. Posisi Pj Kades yang bersifat sementara dan ditunjuk langsung oleh pemerintah daerah membuat potensi penyalahgunaan kewenangan semakin besar.

โ€œKetika hampir 70 persen desa dipimpin oleh Pj Kades, otomatis mekanisme kontrol masyarakat melemah. Pj tidak memiliki legitimasi politik langsung dari warga, sehingga rawan intervensi oleh Bupati dan diduga manipulasi anggaran,โ€ lanjutnya.

Satu Garis mendesak agar Inspektorat, BPKP, dan aparat penegak hukum segera melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan dana desa tahun anggaran 2023โ€“2024 di seluruh wilayah Bengkalis. Afrizal menegaskan, Satu Garis akan mengawal persoalan ini secara terbuka hingga tuntas.

โ€œKami tidak ingin dana desa yang nilainya mencapai Rp 4,9 miliar per desa setiap tahun berubah menjadi ladang korupsi. Dana ini harus kembali pada tujuan awalnya: meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, bukan memperkaya oknum,โ€ pungkasnya.

Afrizal juga menambahkan bahwa Satu Garis telah mengantongi seluruh dokumen Laporan Pertanggungjawaban Dana Desa (LPJ-DD) se-Kabupaten Bengkalis. Dokumen tersebut tengah dikaji dan dianalisis secara menyeluruh untuk memastikan kebenaran setiap laporan dan realisasi penggunaan anggaran di tingkat desa.

โ€œKami sudah memegang dokumen lengkap LPJ Dana Desa seluruh Bengkalis. Saat ini tim hukum dan investigasi Satu Garis sedang menyusun laporan resmi untuk kami serahkan ke Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kami akan buka semuanya secara transparan. Tunggu berita investigasi selanjutnya,โ€ tutup Afrizal, A.Md., CPLA.

Dengan total 136 desa dan 92 di antaranya dikelola oleh Pj Kades, Kabupaten Bengkalis kini menghadapi persoalan serius dalam tata kelola dana desa. Besarnya anggaran yang dikucurkan tidak sebanding dengan peningkatan kesejahteraan warga.

Dugaan penyalahgunaan, lemahnya pengawasan, dan dominasi pejabat sementara membuat program dana desa yang seharusnya menjadi motor pembangunan justru berpotensi menjadi sumber kebocoran baru di tingkat desa.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x