
.


PEKANBARU โ Kejaksaan Tinggi Riau menggelar konsolidasi besar, Sabtu (15/11), dengan mengumpulkan 246 jaksa dari seluruh kabupaten/kota. Agenda ini bukan sekadar pelatihan rutin, tetapi langkah strategis menyambut โera baruโ hukum pidana Indonesia lewat pemberlakuan KUHP Nasional pada 2026. Seluruh kegiatan dipusatkan di Aula Sasana HM Prasetyo.
Kajati Riau, Sutikno, membuka acara dengan penegasan: masa transisi tidak boleh menyisakan keraguan atau lubang pemahaman. Jaksa harus siap sebagai garda depan penerapan aturan baru.
โTidak boleh ada yang ketinggalan kereta. Mentor dan narasumber sudah disiapkan untuk memastikan pemahaman merata,โ ujarnya.
Fokus acara tidak berhenti pada KUHP. Para jaksa juga dipompa dengan pembekalan penyidikan tindak pidana korupsi area yang selama ini menjadi barometer kinerja kejaksaan.
Sutikno tidak menutupi fakta bahwa sebagian perkara berjalan lambat karena teknis penyidikan yang berputar-putar. Ia meminta percepatan menjadi norma, bukan pengecualian.
Masalah lambannya penyidikan kembali disinggung ketika Kepala Perwakilan BPKP Riau, Evenri Sihombing, naik ke podium.
Ia menyoroti perbedaan persepsi klasik antara auditor dan penyidik sebuah โritual tahunanโ yang berulang dan membuat penanganan korupsi molor hingga berbulan-bulan.
Dengan kombinasi pelatihan dan koordinasi sejak tahap pengumpulan bahan keterangan, kata Evenri, penanganan perkara sebenarnya bisa dipangkas menjadi dua hingga tiga bulan.
Menurutnya, penyamaan tafsir sejak awal adalah kunci untuk menghindari pertarungan interpretasi yang tidak produktif.
Narasumber lain, Kajari Indragiri Hulu Ratih Andrawina Suminar, menyoroti aspek yang sering luput: posisi sentral jaksa sebagai dominus litis, pengendali perkara.
Dalam konteks KUHP baru yang membawa konsep-konsep hukum berbeda, ketidakpahaman jaksa bisa berimbas langsung pada arah penyidikan dan dakwaan.
Ratih menegaskan perlunya keselarasan pemahaman antara jaksa, penyidik, hingga hakim agar aturan baru tidak berubah menjadi ruang eksperimen yang menabrak kepastian hukum.
Pelatihan ini tidak hanya dihadiri jajaran pimpinan Kejati, tetapi juga para asisten, Kabag TU, serta seluruh kepala Kejari se-Riau.
Keikutsertaan lintas level ini mencerminkan beban yang sama: KUHP baru bukan sekadar dokumen hukum, tetapi perubahan โbahasa pidanaโ yang menuntut semua pihak berbicara dalam dialek yang sama.
Dalam konteks penegakan hukum Riau yang sering mendapat sorotan terkait perkara korupsi skala daerah, konsolidasi seperti ini menjadi penanda arah: kejaksaan ingin masuk ke 2026 dengan perangkat yang lebih terlatih, komunikasi yang lebih rapi, dan toleransi kesalahan yang semakin kecil.


Tidak ada komentar