
.


Mataxpost | Pekanbaru โ Gelombang banjir bandang yang melanda Sumatera dari Aceh, Sumatera Utara hingga Sumatera Barat bukan sekadar fenomena alam. Pertanyaan besar kini menggantung di ruang publik, mengapa air bah membawa kayu gelondongan dalam jumlah besar? Mengapa bekas tebangan terlihat begitu massif? Dan siapa yang menikmati keuntungan di balik percepatan hilirisasi industri kayu? (06/12)
Pertanyaan itu memantik pernyataan keras dari Ade Monchai, Ketua Umum SATU GARIS (Suara Aspirasi Terdepan untuk Gerakan Anti Korupsi, Reformasi Integritas, dan Supremasi Hukum), yang menduga adanya praktik korupsi, deforestasi sistematis, dan pola pemberian izin yang terlalu longgar dalam industri kehutanan Indonesia.
Ada satu kalimat yang menurutnya pantas diingat publik:
“Indonesia adalah negara yang kaya, namun sebatas kaya saja ternyata tidak cukup.”
Pernyataan itu seolah menyatu dengan pidato kampanye Gibran Rakabuming, Wakil Presiden RI, yang pernah mengatakan melalui video publiknya bahwa:
โHilirisasi tidak hanya berlaku pada tambang dan mineral, tetapi harus diperluas ke komoditas unggulan, pertanian, perkebunan, maritim, dan bahkan sektor digital.โ
Bencana yang terjadi hari ini bukan berdiri sendirian melainkan bagian dari efek berantai kebijakan percepatan hilirisasi, digitalisasi izin melalui DSS, One Map Policy, serta implementasi Perhutanan Sosial di bawah komando Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni.
Menurut Monchai, sistem digitalisasi itu memangkas birokrasi dan mempercepat penerbitan izin serta perpanjangan izin lama.
โKetika izin menjadi cepat, akses hutan ikut menjadi cepat. Dan ketika permintaan industri mebel serta kayu olahan meningkat, penebangan pun tak terhindarkan,โ ujarnya.
Data yang dipaparkan Raja Juli Antoni dalam laporan resmi Triwulan II Tahun 2025 menguatkan dugaan adanya percepatan pemanfaatan kayu alam:
Kayu bulat: 21,4 juta mยณ
Kayu olahan: 16,8 juta mยณ
Nilai ekspor: USD 5,26 miliar
Kontribusi PDB: Rp 29,4 triliun
Investasi: Rp 14,81 triliun
Produksi besar di sektor hilir menunjukkan satu hal: kebutuhan bahan baku meningkat drastisย ย dan itu didominasi oleh perusahaan besar furniture dan industri turunan kayu berorientasi ekspor.
Ketika pasokan legal dari HTI dan perhutanan sosial tidak mencukupi, tekanan terhadap hutan alam meningkat. Hutan lindung pun ikut tergasak.
Dalam konteks ini, Program Perhutanan Sosial (PS) dan penerapan sistem DSSโOne Map yang diklaim memperbaiki tata kelola justru berpotensi mempercepat deforestasi.
Meski di depan Komisi IV DPR RI Menteri Kehutanan membantah telah menerbitkan izin baru, Monchai menilai fakta lapangan dan mekanisme digitalisasi menunjukkan hal berbeda:
โPerpanjangan izin lebih cepat, verifikasi lebih ringan, dan akses kawasan hutan menjadi lebih longgar. Semua skema ini sudah disiapkanย termasuk teknologinya,โ tegasnya.
Pertanyaan publik kini juga mengarah pada penempatan Raja Juli Antoni seorang tokoh politik dan aktivis sipil, bukan ahli kehutanan di posisi kementerian yang mengelola 120 juta hektare kawasan hutan Indonesia.
โSaya rasa masyarakat Indonesia cukup paham arah ini tanpa perlu dijelaskan panjang. Kayu-kayu itu tidak diekspor mentah; tetapi dikirim langsung ke perusahaan furniture besar, diproses, lalu baru keluar negeri dengan nilai berkali lipat,โ tambah Monchai.
Namun ada sesuatu yang lebih mengganggu sesuatu yang tidak tampak di layar televisi.
Di balik bencana besar ini, di balik framing media, di balik konten buzzer dan AI yang diarahkan menuding satu sosok sebagai kambing hitam, ada figur lain yang tidak muncul ke publik.
Sosok yang berdiri di belakang panggung kekuasaan, tersenyum pelan bahkan sedikit mencibir. Ia paham: ketika rakyat panik, ketika emosi kolektif tinggi, publik membutuhkan pelampiasan.
Dan seseorang sudah disiapkan untuk dijadikan tersangka opini bukan berdasarkan data, tetapi berdasarkan gelombang narasi yang diproduksi mesin propaganda
Konten-konten itu bukan untuk menjelaskan, tetapi untuk mengaburkan. Bukan untuk membangun pengetahuan, tetapi untuk mengunci persepsi.
Di lapangan: rumah-rumah hanyut.
Di sungai: kayu gelondongan menumpuk.
Di pelabuhan: angka ekspor meningkat.
Di ruang gelap kekuasaan: seseorang tampak sangat puas.
Kini pertanyaan itu tinggal dua:
Ini era hilirisasi atau era legalisasi pembabatan hutan yang dibungkus modernisasi digital?
Dan yang lebih penting:
Siapa yang membangun sistem ini dan siapa yang sedang disiapkan untuk disalahkan?

Tidak ada komentar