MENU Minggu, 07 Des 2025
x
.

Dari Korban Menjadi Tersangka? Proses Penyidikan Polresta Pekanbaru Menuai Sorotan

waktu baca 2 menit
Jumat, 5 Des 2025 00:53

Mataxpost | Pekanbaru โ€” Penetapan Novriyani Irja sebagai tersangka oleh Polresta Pekanbaru memicu kritik dan tanda tanya besar dari pihak kuasa hukum, setelah mereka menilai bahwa laporan tandingan yang dijadikan dasar penetapan justru memiliki bukti yang lemah, tidak konsisten, dan diduga mengabaikan keterangan saksi kunci yang membantah tuduhan. (05/11)

Kuasa hukum Novriyani, Yuka, menilai langkah penyidik tidak mencerminkan proses hukum yang objektif dan proporsional.

โ€œPelaku pengeroyokan jelas-jelas sudah jadi tersangka dan berkasnya tahap I. Tetapi korban justru ditetapkan tersangka berdasarkan laporan tandingan dengan bukti yang lemah dan tidak konsisten,โ€ ujarnya.

Menurut Yuka, bukti yang ditunjukkan penyidik dalam proses gelar perkara tidak memenuhi unsur pidana yang memadai.

Disebutkan bahwa barang bukti hanya berupa potongan video adu mulut tanpa unsur kekerasan, serta foto memar di tangan yang identitasnya belum jelas. Ia juga menyebut indikasi tidak adanya visum et repertum yang sah sebagai dasar awal.

โ€œSaksi kunci fakta, yakni Halim Fuady, justru dikesampingkan. Yang dipakai malah keterangan saksi keluarga pelapor yang diperkuat keterangan ahli pidana. Ini janggal,โ€ tegasnya.

Meski demikian, kuasa hukum menyebut penyidik Polresta Pekanbaru menyampaikan bahwa penetapan tersangka dilakukan berdasarkan visum et repertum pelapor dan keterangan ahli forensik.

Namun mereka mempertanyakan konsistensi alat bukti tersebut karena tidak dikonfrontasikan dengan bukti awal peristiwa maupun keterangan saksi yang berada di lokasi.

Dalam perspektif hukum, langkah menetapkan korban sebagai tersangka pada laporan tandingan berpotensi menimbulkan dugaan pelanggaran prosedur penyidikan apabila tidak disertai bukti kuat dan transparansi proses.

Jika dugaan tersebut terbukti, kuasa hukum menilai ada potensi pelanggaran terhadap beberapa regulasi, antara lain Pasal 1, Pasal 3, dan Pasal 33 Perkap No. 6 Tahun 2019 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, asas due process of law, serta perlindungan terhadap hak atas rasa aman dan keadilan sebagaimana tercantum dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Selain itu, Pasal 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law) juga menjadi rujukan keberatan pihak kuasa hukum.

Jika upaya praperadilan diajukan dan dikabulkan, penetapan tersangka dapat dinyatakan tidak sah dan penyidik berpotensi diperiksa secara etik maupun internal sesuai Peraturan Kapolri No. 2 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri.

Kuasa hukum menyatakan akan mengajukan praperadilan jika pihak penyidik tidak memberikan penjelasan disertai dasar hukum yang terukur.

โ€œKami tidak ingin ada warga negara kehilangan hak hukumnya hanya karena penanganan perkara yang tidak transparan,โ€ ujar Yuka.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak Polresta Pekanbaru belum memberikan keterangan resmi terkait keberatan dan dugaan kejanggalan proses penyidikan yang disampaikan pihak kuasa hukum.

(Gegas.co)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x