
.


Mataxpost | Rokan Hilir – Publik dan aktivis antikorupsi mendesak Kejaksaan Tinggi Riau segera memeriksa Sekwan DPRD Rohil beserta Kabag Keuangan terkait dugaan penyimpangan anggaran miliaran rupiah. Desakan ini muncul setelah laporan keuangan Sekwan Rohil tahun 2023 mencatat alokasi anggaran belanja sebesar Rp 77 miliar, namun realisasinya hanya sekitar Rp 71 miliar, sehingga terdapat selisih Rp 6 miliar yang belum digunakan, (07/12)

Organisasi gabungan jurnalis dan aktivis SATU GARIS, melalui Sekretaris Jenderal Afrizal, Amd CPLA, menilai alokasi ini jauh dari prinsip efisiensi dan transparansi. Afrizal menegaskan,
“Ini bukan sekadar masalah administratif, tetapi indikasi pelanggaran hukum dan penyalahgunaan uang rakyat. Kejaksaan Tinggi Riau harus segera turun tangan dan memeriksa Sekwan DPRD Rohil serta Kabag Keuangan agar kasus serupa tidak terulang.”
Analisis penggunaan anggaran mengungkap dugaan kerugian negara hingga Rp 4,3 miliar, terutama pada pos belanja perjalanan dinas dan belanja makan-minum DPRD Rohil tahun 2023 dan 2024.
Salah satu pos yang memicu perhatian adalah biaya koordinasi dan konsultasi pelaksanaan tugas DPRD senilai lebih dari Rp 20 miliar dengan kode rekening 4.02.02.2.08.0001.5.1.02.04.01.0001.
Seorang pejabat bagian keuangan menjelaskan bahwa anggaran makan-minum tidak hanya digunakan untuk konsumsi, tetapi juga untuk kegiatan lain sehingga dinilai tidak ada masalah.
Namun, sumber internal mengungkap indikasi penggunaan Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang (SPP-GU) sebagai modus yang diduga dipakai oknum untuk menarik anggaran tanpa verifikasi lengkap, termasuk mark-up biaya perjalanan dinas, kwitansi duplikat, dan kegiatan fiktif.
Kasus ini diduga melanggar beberapa ketentuan UUD 1945, khususnya Pasal 23A dan 23B yang menekankan bahwa seluruh pengelolaan keuangan negara harus diawasi, transparan, dan dipertanggungjawabkan.
Selain itu, praktik yang merugikan negara juga berpotensi melanggar Undang-Undang Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2001).
Dugaan penyimpangan di Sekwan Rohil bukan pertama kali terjadi. Beberapa Sekwan dan staf pernah terjerat kasus korupsi dan penyimpangan anggaran:
Firdaus – Sekwan DPRD Rohil (2017, reses II), terkait SPPD fiktif senilai Rp 356 juta.
Syamsuri Ahmad – Sekwan DPRD Rohil (2017, reses III), terkait penggunaan uang pajak reses Rp 239 juta dan penggunaan GU tanpa pertanggungjawaban.
RR – Sekwan DPRD Rohil (2019), terlibat dugaan korupsi Belanja Langsung Program Pelayanan Administrasi Perkantoran, kerugian negara Rp 923 juta, telah dilimpahkan ke Kejari Rohil pada 25 Januari 2024.
IS – Bendahara Pengeluaran Sekretariat DPRD Rohil (2019), terlibat bersama RR dalam kasus yang sama.
RJ, PS, AS – Bendahara Pengeluaran 2017, diperiksa terkait SPPD fiktif dan belanja perjalanan dinas tidak sesuai SPJ.
38 PPTK 2017 – Diperiksa sebagai saksi terkait dugaan penyalahgunaan anggaran.
Anggota DPRD Rohil 2017– Afrizal (Epi Sintong, mantan Bupati Rohil), Rusmanita, dan Jerli Silalahi, diklarifikasi terkait penerimaan SPPD fiktif dan pengembalian dana ke kas daerah.
Pola ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal dan potensi manipulasi anggaran publik yang berulang.
Desakan publik menekankan pentingnya audit investigatif oleh lembaga pengawas, keterbukaan dokumen penggunaan anggaran, dan perbaikan sistem pengawasan internal.
Hingga kini, transparansi pengelolaan anggaran DPRD Rohil masih lemah, sehingga keraguan publik terhadap penggunaan dana miliaran rupiah terus meningkat.

Tidak ada komentar