Mataxpost|Banten- Kongres Pemuda 10 November 1945 di Yogjakarta dicatat dengan baik oleh wartawan Rosihan Anwar dalam biografi Soedarpo Sastrosatomo, tokoh PSI ( Partai Dosialis Indonesia) yang relatif dekat dengan Bung Karno, Moch. Hatta dan Sutan Syahrir serta para tokoh pergerakan Indonesia lainya sebelum dan sesudah kemerdekaan Bangsa Indonesia, para 17 Agustus 1945 (10/11/2024)
Biografi Soedarpo Sastrosatomo “Bertumbuh Melawan Arus” ditulis wartawan senior Haji Rosihan Anwar dalam gaya jurnalistik yang kocak penuh rasa humor yang kental serta terkesan jadi sangat akrab.
Pada 10 November 1945, Soedarpo Sastrosatomo sebelumnya berada di Surabaya untuk ikut menghadapi agresi Nica Belanda yang membuat ulah untuk merebut kembali kemerdekaan bangsa Indonesia. Walhasil, Soedarpo Sastrosatomo harus sampai di Yogyakarta pada hari itu juga untuk mewakili pemuda sebagai anggota Kongres yang terkenal serta menghebohkan itu. Karena hadir juga Soekarno dan Moch Hatta dengan sejumlah tokoh pergerakan lainnya dari berbagai penjuru tanah air.
Pada saat yang sama terjadi pertempuran hebat dimana-mana, kata Rosihan Anwar berkisah. Selain di Surabaya yang terkenal heroik itu juga pertempuran terjadi di Semarang, Ambarawa, Magelang dan Jakarta. Sebab serdadu-serdadu Nica dari Batalyon 10 terus menyebar teror dan agitasi sampai ke kampung-kampung di Jakarta. Pendek kata, dimana adanya pertempuran, di sana pasti ada kampung yang terbakar. Komponis Cornel Simanjuntak bergabung dengan rakyat berjuang di daerah Tanah Tinggi, Jakarta Timur.
Kesaksian wartawan senior yang melintasi berbagai jaman ini memang dikenal juga sebagai pejuang, aktivis, seniman yang akrab dengan kaum pergerakan. Karena memang kawan seangkatan Rosihan Anwar umumnya para pejuang. Meski tak sedikit diantaranya juga yang mengambil kesempatan berada di seberang kaum pergerakan.
Paparan ini menggambarkan betapa heroiknya bangsa Indonesia ketika menghadapi kaum penjajah pada tanggal 10 November 1945 yang tidak kalah sengit dengan yang terjadi di Surabaya, sehingga tanggal tersebut di peringati sebagai hari Pahlawan bagi Bangsa Indonesia untuk tetap mengenang para pejuang yang telah mengorbankan segala-galanya untuk Indonesia Raya.
Meski tak sedikit diantara mereka yang gugur dan tidak tercatat namanya sebagai pahlawan bagi bangsa dan negara Indonesia, begitulah pahlawan sejati tanpa pamrih yang sesungguhnya patut menerima pengheningan cipta kita yang tulus serta penuh hormat dan takzim atas semua wujud pengabdian yang telah mereka dengan tulus dan ikhlas, sehingga tak mungkin terbalas kecuali dengan do’a semata, sambil menikmati suasana kemerdekaan yang belum sepenuhnya tercapai.
Seraya mendo’akan juga seluruh anak turunan mereka dapat lebih sejahtera serta selalu berbahagia, meski dalam terpaan kondisi ekonomi yang sulit dan payah seperti yang kita rasakan juga sekarang.