Scroll untuk baca artikel
Example 350x150
Example floating
Example floating
Example 728x250 Example 728x250
Skandal UNRI

Skandal Rp60 Miliar di UNRI: Rektor, Dosen atau LPPM yang Bertanggung Jawab?

1306
×

Skandal Rp60 Miliar di UNRI: Rektor, Dosen atau LPPM yang Bertanggung Jawab?

Sebarkan artikel ini

Jilid 2

Pekanbaru, 9/2/2025 – Dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) berjamaah dalam pengelolaan dana penelitian di Universitas Riau (UNRI) semakin menuai kecaman. Indikasi penyalahgunaan anggaran secara sistematis dari Dana Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), hibah penelitian Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), serta dana hibah dari Kementerian Keuangan yang ditaksir mencapai Rp60 miliar Tahun 2023, kini tengah dipertanyakan transparansinya.

MataXpost.com
Example 670x550
Tiada Kebenaran Yang Mendua

Tak hanya itu, pada tahun 2024, UNRI juga menerima dana DIPA dari pemerintah daerah yang diserahkan langsung oleh Gubernur kepada Rektor UNRI. Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai bagaimana dana tersebut akan dikelola dan digunakan, menambah kecurigaan terkait akuntabilitas keuangan di lingkungan kampus.

Meski isu ini telah menjadi perbincangan luas di kalangan akademisi dan mahasiswa, pihak UNRI hingga saat ini memilih bungkam dan belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan penyelewengan dana tersebut.

Prof. Dr. Mubarak, M.Si

Sumber Dana: Mengalir dari Kemenkeu dan Kemendikbudristek

Berdasarkan data yang dihimpun, dana penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang diterima UNRI berasal dari dua sumber utama:

  1. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui DIPA

Dana DIPA dialokasikan oleh Kementerian Keuangan kepada perguruan tinggi negeri sebagai bagian dari APBN. Dana ini mencakup hibah penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, yang dikelola oleh UNRI melalui LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat). Selain dari APBN, dana DIPA juga bisa berasal dari APBD yang diberikan oleh pemerintah daerah, seperti yang diterima UNRI dari gubernur Riau.

  1. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Hibah Penelitian

Kemendikbudristek, melalui Ditjen Diktiristek, mengalokasikan dana penelitian dan pengabdian kepada masyarakat melalui sistem SIMLITABMAS/BIMA. Dana ini berasal dari APBN yang dikelola oleh Kemenkeu, tetapi pengalokasiannya dilakukan oleh Kemendikbudristek berdasarkan program prioritas nasional dan disalurkan setiap tahun.

Jajaran Pejabat LPPM UNRI

Berdasarkan informasi dari sumber internal kampus, terdapat dugaan bahwa sejumlah proyek penelitian yang didanai melalui DIPA dan hibah kementerian tidak terlaksana sesuai ketentuan.

Beberapa indikasi dugaan penyimpangan yang menjadi perhatian antara lain:

  1. Mark-up Anggaran, Dugaan penggelembungan dana pada sejumlah proyek penelitian yang nilainya tidak sesuai dengan output yang dihasilkan.
  2. Proposal Fiktif, Indikasi adanya pengajuan proposal penelitian yang tidak benar-benar dilaksanakan, tetapi tetap menerima pencairan dana.

  3. Pertanggungjawaban Manipulatif, Laporan kegiatan dan keuangan yang diduga direkayasa untuk mencairkan dana tanpa realisasi proyek yang jelas.

  4. Ketidakterbukaan Penggunaan Dana, Tidak adanya transparansi dalam pengelolaan hibah sebesar Rp60 miliar, yang seharusnya diperuntukkan bagi penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

  5. Dana DIPA Daerah 2024,Dana dari pemerintah daerah yang diserahkan oleh Gubernur kepada Rektor UNRI juga dipertanyakan alokasinya, karena belum ada laporan resmi terkait penggunaannya.

Dalam pertemuan dengan jurnalis, Ketua LPPM UNRI, Prof. Mubarak, berulang kali menegaskan bahwa LPPM hanya berperan dalam administrasi dan bahwa sistem pencairan dana penelitian langsung dikendalikan oleh kementerian.

“Semua proposal yang masuk atau diusulkan akan dinilai oleh reviewer internal Universitas Riau. LPPM hanya menerima laporan dari pusat,” kata Prof. Mubarak.

Namun, pernyataan ini justru mengundang tanda tanya besar:

Jika semua dana dikelola langsung oleh pusat, mengapa banyak pertanyaan soal transparansi yang tak terjawab?

Jika LPPM hanya administrasi, mengapa mereka yang dikonfrontasi soal dugaan korupsi ini?

Jika semua sudah sesuai aturan, mengapa sulit bagi pejabat kampus untuk menjelaskan penggunaan dana tersebut?

Rektor UNRI dan Pejabat Kampus Pilih Bungkam

Dikonfirmasi terpisah, Rektor UNRI, Ibu Sri, justru memilih diam dan tidak memberikan klarifikasi apa pun. Sikap serupa juga ditunjukkan oleh Prof. Mubarak yang merasa pemberitaan ini telah menyudutkan dirinya.

“Saya sedih dengan tuduhan yang tidak berdasar. Orang tua saya di alam kubur akan menangis mengetahui anaknya difitnah. Saya lebih baik diam, saya memilih bungkam,” ujar Prof. Mubarak dengan nada emosional.

Namun, sikap bungkam ini justru semakin memperkuat kecurigaan. Jika memang tidak ada masalah dalam pengelolaan dana, mengapa para pejabat kampus sulit memberikan jawaban yang real.

Aliansi Pemuda Anti Korupsi (APAK) juga turun tangan dalam menyoroti isu ini. Mereka dalam waktu dekat akan menggelar aksi demonstrasi di depan gedung Kantor Gubernur dan juga melaporkan kasus dugaan ini kepada Kejaksaan Agung. Puluhan anggota APAK dan Tim X Post menuntut audit menyeluruh terhadap dana penelitian UNRI dan meminta pihak kampus segera memberikan laporan keuangan secara transparan.

“Kami butuh transparansi! Jika tidak ada penyimpangan, mengapa mereka memilih bungkam? Ini adalah dana publik yang harus dipertanggungjawabkan,” ujar Bob Riau, Ketua APAK.

APAK menuntut tiga hal utama:

  1. Audit Independen KPK dan BPK harus segera mengaudit dana hibah penelitian di UNRI.
  2. Transparansi Publik ,Rektor UNRI harus membuka laporan penggunaan anggaran hibah penelitian dan dana DIPA daerah kepada masyarakat.

  3. Sanksi bagi Pelaku Korupsi Jika terbukti ada penyalahgunaan anggaran, pelaku harus diproses hukum tanpa pandang bulu.

Dugaan korupsi dana penelitian Rp60 miliar di UNRI semakin kuat karena minimnya transparansi. Jawaban yang diberikan oleh Prof. Mubarak dan sikap bungkam Rektor UNRI hanya memperkuat spekulasi bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam pengelolaan dana ini.

Jika semua dana benar-benar digunakan sesuai prosedur, seharusnya tidak sulit bagi pihak kampus untuk memberikan data rinci mengenai jumlah penerima, besaran dana yang diberikan, dan manfaat penelitian yang dihasilkan. Namun, kenyataannya, justru banyak hal yang tidak bisa dijelaskan.

Sementara itu, berdasarkan dokumen kementerian yang beredar, pengelolaan dana seharusnya berada di bawah tanggung jawab LPPM di masing-masing universitas. Namun, Prof. Mubarak justru menyatakan bahwa semua dana langsung dikendalikan oleh kementerian. Hal ini dinilai sebagai pernyataan yang mengada-ada dan berpotensi menjadi kebohongan publik.

Kini, publik menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum untuk mengusut kasus ini. Apakah ini hanya kesalahan administrasi atau benar-benar ada skandal korupsi besar di dunia akademik?

Satu hal yang pasti, semakin lama pihak kampus bungkam, semakin kuat dugaan bahwa ada kejanggalan besar dalam pengelolaan dana penelitian di UNRI.

(Berita ini akan terus diperbarui sesuai perkembangan terbaru,ย  bersambung..

About The Author


Eksplorasi konten lain dari ๐Œ๐€๐“๐€๐—๐๐Ž๐’๐“.๐‚๐Ž๐Œ

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Example 468x60