Siak, โ Dana Desa yang seharusnya menjadi pendorong kesejahteraan masyarakat Perawang Barat justru menyisakan banyak kejanggalan. Laporan keuangan desa menunjukkan ketidaksesuaian angka yang memicu dugaan bahwa sebagian anggaran tidak digunakan sebagaimana mestinya. Publik pun mulai mempertanyakan transparansi pengelolaan dana desa yang mencapai Rp 1,25 miliar. (16/03)
Berikut keterangan Kepala Desa Faisal,
Soal Berita yang dirilis tidak benar dan tidak betul, kami dalam menggunakan anggaran sesuai dgn peraturan2 yang berlaku berkaitan dana desa maupun dana Adk
Dasar penggunaan Dana Desa 2024 :
1.Permendesa no 7 tahun 2023
2.Permendesa No 13 tahun 2023
3.Kepmendesa No 82 tahun tahun 2022
4.PMK 145 dan 146 tahun 2023.
5.PerBup Kab Siak tentang Penggunaan Dana ADK
Tahapan2 sdh kita laksanakan mulai dari
Musyawarah kampung tentang RKP, Muskam tentang Rapbekam, sampai Muskam pengesahan Apbekam, dan setiap anggaran dan kegiatan sudah di tuang di Apbekam Kampung Perawang barat ta 2024
Berkaitan rilis mataxpost ini penjelasan kami :
1.Anggaran Mendesak Adalah Dana BLT kepada masyarakat sesuai dgn kategori ketentuan KPM BL T DD
2.Pelatihan itu memang bukan seluruh masyarakat Perawang Barat yg ikut. Tetapi di utamakan masyarakat/kelompok yang ada di data DTKS.
3.Pelatihan Usaha Ekonomi Produktif sasaran UMKM rumah tangga
4.Pembangunan Pengerasan jalan sudah sesuai bahkan sudah di cek oleh pihak Kecamatan Dan Pendamping.
5. Kegiatan Pembangunan Posyandu sudah sesuai. Kegiatan ini juga sudah di cek oleh pihak Kecamatan dan pendamping.
Insyaallah kegiatan- kegiatan tahun 2024 telah terlaksana dengan baik dan transparan. Laporan Pertanggungjawaban Akhir Tahun 2024 juga sudah kita Sampaikan kepada Masyarakat melalui Musyawarah Kampung dan juga disampaikan kepada Bupati Melalui Camat. Papan informasi kita juga sudah disampaikan.
๐๐ปA nggaran mendesak itu kegiatan BLT Dana Desa dan anggarannya 306.000.000 (85 KPM )
๐๐ป Pelatihan sektor pertanian,peternakan dan perikanan realisasi 85.203.000
๐๐ป Pelatihan pendampingan ekonomi kreatif pelatihan bakery dan pastry th 2024 realisasi 17.598.950
๐๐ป Kegiatan infrastruktur realisasi
1.Semenisasi Jln Utama cendrawasih 2024 (Dds)
2.Semenisasi gang masjid al mukhlisin 2024 (Dds)
– Rehabilitasi posyandu buah hati realisasi nya 97.908.000, Terimakasih sedikit penjelasan dari kami”, ungkap Faisal
Klarifikasi dari Penghulu Kampung Perawang Barat, Faisal, justru bertolak belakang dengan laporan keuangan resmi. Ia diduga memberikan pernyataan yang menyesatkan terkait penggunaan anggaran desa, terutama dalam alokasi BLT, pelatihan, hingga proyek infrastruktur.
1.Bantuan Langsung Tunai (BLT): Rp 51 Juta Menguap?
Pemerintah desa mengklaim telah menyalurkan BLT Dana Desa sebesar Rp 306 juta kepada 85 Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Seharusnya, setiap penerima mendapatkan BLT sebesar Rp 3,6 juta per tahun atau Rp 300 ribu per bulan.
Namun, dalam laporan realisasi anggaran, total dana yang tercatat hanya Rp 255 juta, dengan klasifikasi dalam kategori “keadaan mendesak” tanpa merinci penyaluran BLT secara spesifik.
Dugaan penyimpangan dalam BLT:
- Dana yang seharusnya tersalurkan: Rp 306 juta
-
Dana yang tercatat dalam laporan keuangan: Rp 255 juta
-
Selisih tidak jelas: Rp 51 juta
Mengapa hanya 85 KPM yang menerima bantuan, padahal jumlah KK pra-sejahtera jauh lebih besar? Jika benar dana ini digunakan untuk BLT, mengapa laporan anggaran menunjukkan angka yang berbeda?
Ketika dimintai klarifikasi, Penghulu Faisal menyatakan bahwa seluruh dana telah tersalurkan dengan baik. Namun, bukti di lapangan menunjukkan sebaliknya, sehingga ada dugaan bahwa ia sengaja menutup-nutupi fakta sebenarnya.
2.Pelatihan UMKM dan Pertanian: Anggaran Besar, Hasil Minim
Pemerintah desa mengalokasikan Rp 85,2 juta untuk pelatihan pertanian, peternakan, dan perikanan. Namun, dalam laporan realisasi anggaran, total anggaran untuk berbagai pelatihan ini justru mencapai Rp 102 juta.
Dugaan penyimpangan dalam anggaran pelatihan:
- Anggaran awal yang direncanakan: Rp 85,2 juta
-
Anggaran yang tercatat dalam laporan keuangan: Rp 102 juta
-
Selisih tidak jelas: Rp 16,8 jutaL
Sementara itu, pelatihan ekonomi produktif untuk UMKM rumah tangga hanya mendapat Rp 17,59 juta. Padahal, UMKM dinilai lebih berpotensi meningkatkan kesejahteraan warga dibandingkan sektor pertanian.
Ketika ditanya mengapa anggaran UMKM lebih kecil, Faisal berdalih bahwa pertanian merupakan sektor prioritas desa. Namun, warga justru mempertanyakan hasil dari pelatihan ini, sebab tidak ada perubahan signifikan dalam produktivitas pertanian desa.
3.Proyek Infrastruktur: Anggaran Membengkak, Transparansi Dipertanyakan
Pemerintah desa menyebut telah membangun Semenisasi Jalan Utama Cendrawasih dan Gang Masjid Al-Mukhlisin, serta merehabilitasi Posyandu Buah Hati.
Namun, dalam laporan realisasi anggaran, terdapat ketidaksesuaian jumlah dana yang digunakan:
- Anggaran pengerasan jalan desa yang dilaporkan: Rp 97,9 juta
-
Anggaran yang tercatat dalam laporan keuangan: Rp 323,8 juta
-
Selisih tidak jelas: Rp 225,9 juta
Sementara itu, rehabilitasi Posyandu yang seharusnya menelan Rp 97,9 juta justru tercatat Rp 111,8 juta dalam laporan keuangan.
Anggaran awal rehabilitasi Posyandu: Rp 97,9 juta
- Dana yang tercatat dalam laporan keuangan: Rp 111,8 juta
-
Selisih tidak jelas: Rp 13,9 juta
Lebih mencurigakan lagi, publik tidak mendapatkan informasi jelas mengenai siapa pihak ketiga yang mengerjakan proyek-proyek ini. Apakah proyek ini dilakukan secara transparan atau justru ada indikasi kecurangan dalam penunjukan kontraktor?
Ketika dikonfirmasi, Faisal menyatakan bahwa proyek infrastruktur dikerjakan sesuai rencana tanpa ada mark-up anggaran. Namun, fakta di lapangan menunjukkan banyak ketidaksesuaian, mulai dari kualitas jalan yang tidak sesuai standar hingga minimnya transparansi dalam pengelolaan proyek.
4.Belanja Operasional Pemerintahan Desa: Penggunaan Tidak Jelas
Pemerintah desa mencatat anggaran belanja operasional sebesar Rp 239,6 juta.
Anggaran ini mencakup berbagai pengeluaran seperti:
- Gaji dan tunjangan perangkat desa
-
Biaya perjalanan dinas
Kegiatan administrasi dan koordinasi pemerintahan desa, Namun, rincian penggunaannya tidak sepenuhnya transparan.
Ketika ditanya mengenai rincian pengeluaran ini, Faisal tidak memberikan jawaban yang meyakinkan. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa anggaran desa digunakan tidak sebagaimana mestinya.
Total Dugaan Penyimpangan: Rp 601 Juta!
Jika semua selisih ini dijumlahkan, indikasi ketidaksesuaian anggaran mencapai Rp 601 juta, yang berarti hampir setengah dari total Dana Desa Perawang Barat!
Jika anggaran ini benar-benar digunakan sesuai tujuan, masyarakat seharusnya sudah merasakan dampak positifnya. Namun, kenyataannya justru sebaliknya.
Dugaan penyimpangan terbesar:
- BLT yang tidak jelas alirannya: Rp 51 juta
-
Selisih anggaran pelatihan: Rp 16,8 juta
-
Pengerasan jalan desa yang membengkak: Rp 225,9 juta
-
Selisih anggaran rehabilitasi Posyandu: Rp 13,9 juta
-
Belanja operasional tidak transparan: Rp 239,6 juta
Pendapat Ahli Hukum: Indikasi Penyalahgunaan Wewenang dan Nepotisme
Menanggapi dugaan kecurangan ini, Ronni Riansyah, ahli hukum dari Riau, menegaskan bahwa praktik seperti ini bisa masuk dalam kategori penyalahgunaan wewenang dan nepotisme, yang dapat dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Jika terbukti ada ketidaksesuaian antara laporan keuangan dan realisasi di lapangan, ditambah dengan dugaan pengutamaan keluarga dan orang dekat perangkat desa dalam penyaluran BLT, ini bisa menjadi indikasi korupsi sistematis. Ini bukan sekadar kelalaian administratif, tetapi penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu,” kata Ronni.
Lebih jauh, beberapa warga mulai terang-terangan mengungkapkan kecurigaan mereka bahwa diduga BLT hanya diberikan kepada keluarga dan orang-orang dekat kepala desa serta perangkat desa.
Salah satu warga, AL , buruh lepas yang tinggal di Perawang Barat, mengaku kecewa karena selama ini tidak pernah terdaftar sebagai penerima BLT.
“Saya ini kerja serabutan, penghasilan pas-pasan, anak masih sekolah, tapi tidak pernah dapat bantuan. Yang saya tahu, yang dapat BLT itu diduga orang-orang yang ada hubungan keluarga dengan penghulu dan perangkat desa. Warga yang benar-benar susah malah tidak dapat,” ungkap AL dengan nada geram.
Hal senada disampaikan oleh NN (52), janda dengan tiga anak yang selama ini mengandalkan buruh lepas untuk bertahan hidup.
“Saya sudah beberapa kali tanya ke perangkat desa kenapa saya tidak masuk daftar penerima, tapi jawabannya selalu berubah-ubah. Padahal, saya lebih butuh daripada mereka yang sudah punya usaha. Saya dengar sendiri ada penerima yang masih punya usaha warung dan kebun, tapi tetap dapat BLT karena ada hubungan keluarga dengan penghulu,” ujarnya.
Menurut ahli hukum Ronny Riansah, kasus ini harus diusut secara transparan oleh BPK, Inspektorat Daerah, dan Aparat Penegak Hukum (APH), karena melibatkan dana yang berasal dari negara dan seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat luas.
“Jika benar bahwa penerima BLT lebih banyak berasal dari keluarga kepala desa dan perangkat desa, maka ini masuk dalam ranah nepotisme dan penyelewengan dana negara. Hukum harus ditegakkan untuk memastikan dana desa benar-benar digunakan sebagaimana mestinya,” tambahnya.
Publik Desak BPK dan Aparat Penegak Hukum Bertindak
Dengan dugaan penyimpangan sebesar Rp 601 juta, masyarakat mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera mengaudit penggunaan Dana Desa Perawang Barat.
Banyak pihak menduga bahwa Penghulu Faisal telah berbohong dan berusaha menutupi fakta sebenarnya. Jika kasus ini dibiarkan, bukan tidak mungkin desa-desa lain di Kabupaten Siak melakukan hal serupaโdana yang seharusnya untuk rakyat justru mengalir ke tangan segelintir orang.
Apakah ini wajah asli pengelolaan dana desa di Indonesia?
Warga Perawang Barat berhak mendapatkan kejelasan. Saatnya membuka fakta dan menyeret para pelaku ke meja hijau!