Scroll untuk baca artikel
Example 816x612
Example floating
Example floating
Example 728x250 Example 728x250
Berita ViralJembatan Selat Ringit

Lanjutan Skandal Jembatan Setengah Triliun Selat Ringit: Perintah Hakim yang Tak Digubris, Penyidik Polda Riau dan JPU Enggan Periksa Harjadi dan Aready?

2010
×

Lanjutan Skandal Jembatan Setengah Triliun Selat Ringit: Perintah Hakim yang Tak Digubris, Penyidik Polda Riau dan JPU Enggan Periksa Harjadi dan Aready?

Sebarkan artikel ini

Bag:2

Pekanbaru โ€“ Perintah Majelis Hakim untuk memeriksa kembali Harjadi dan Aready dalam kasus dugaan korupsi proyek Jembatan Selat Rengit seakan menguap begitu saja. Jonson Parancis, S.H., M.H., selaku ketua majelis hakim, dalam sidang pada 14 Oktober 2024, dengan tegas meminta penyidik dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menindaklanjuti bukti dan keterangan saksi yang mengarah pada keterlibatan kedua orang ini dalam pengaturan tender proyek bernilai setengah triliun rupiah. (01/03)

MataXpost.com
Example 670x550
Tiada Kebenaran Yang Mendua

Namun, lebih dari empat bulan berlalu, perintah tersebut tidak diindahkan. Penyidik dan JPU belum mengambil langkah konkret, bahkan belum ada tanda-tanda bahwa keduanya akan diperiksa dalam waktu dekat.

Kasus ini pun mulai memunculkan spekulasi liar di tengah masyarakat. Mengapa penyidik lamban bergerak? Apakah ada campur tangan pihak tertentu yang berusaha menghambat pengusutan kasus ini?

Audit BPKP Mengungkap Kerugian Negara:

Laporan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Laporan audit nomor SR-PE. 03.03/LHP-231/PW04/5/2022, mengungkap fakta pahit: kerugian negara mencapai Rp42,1 miliar. Dari total tersebut, baru Rp28 miliar yang telah dikembalikan melalui klaim jaminan proyek, sisanya Rp14 miliar masih menguap tak jelas rimbanya.

Persidangan Mengungkap Fakta Mengejutkan:

Kasus ini telah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Sidang yang digelar pada 14 Oktober 2024, menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada terdakwa utama, H. Rusli, Direktur Utama PT Rekis Sapindo.

Sidang tersebut membuka tabir kelam, mengungkap fakta-fakta mengejutkan:

Izin Belum Terbit, Lelang Jalan Terus: Proyek dilelang sebelum izin utama terbit, termasuk izin pinjam pakai kawasan hutan dan izin pembangunan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan.

Evaluasi Kualifikasi Ditutupi: Evaluasi kualifikasi peserta lelang tidak dilakukan oleh Panitia Pengadaan, melainkan oleh Tim Teknis Kementerian Pekerjaan Umum (PU) secara tertutup dan dikoordinasikan oleh Ketua Panitia Pengadaan, Aready.

Pertemuan Rahasia Atur Pemenang: Pertemuan rahasia di Pizza Hut Tebet Indraya Square, Jakarta Selatan, terkuak sebagai ajang pengaturan pemenang proyek, yang melibatkan Supendi (Komisaris PT Likotama Harum) dan Dharma Arifiadi (PT Nindya Karya) dalam skema Joint Operation (JO).

Manipulasi Spesifikasi: Manipulasi spesifikasi alat berat ditemukan dalam proyek, di mana empat unit Asphalt Sprayer yang diajukan tidak diverifikasi secara independen.

Dana Pribadi untuk Tim Teknis: Penggunaan dana pribadi oleh Harjadi dan Aready untuk membiayai Tim Teknis, sebuah praktik yang tidak lazim dan diduga bertujuan memuluskan proyek tanpa pengawasan resmi.

Hasil Pemeriksaan Mencengangkan:

Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dilakukan oleh Polda Riau, terungkap sejumlah fakta mengejutkan:

Pengalihan Pembayaran: Drs. H. Hariyandi, M. Si, yang kala itu menjabat sebagai Wakil Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) di Kabupaten Kepulauan Meranti, diduga telah mengalihkan pembayaran kepada pihak vendor tanpa persetujuan resmi dari pemerintah Kabupaten Meranti.

Proyek Jembatan Selat Rengit menjadi bukti nyata bagaimana korupsi dapat merampas hak masyarakat dan membelenggu pembangunan. Publik menuntut agar keadilan ditegakkan, para oknum yang terlibat dihukum sesuai dengan perbuatan mereka, dan dana negara yang terbuang dapat dipulihkan.

Nama-nama yangย  diduga Harus Bertanggung Jawab:

  • HARIADI, SST, MT (Pejabat Pembuat Komitmen/PPK 2012โ€“2013)
  • AREADY (Ketua Panitia Pengadaan- Kepala BPKAD Kab Bengkalis saat ini)

  • Tim Teknis Kementerian Pekerjaan Umum (PU)

  • SUPENDI (Komisaris PT Likotama Harum)

  • DHARMA ARIFIADI (Perwakilan PT Nindya Karya)

  • Drs. H. HARIYANDI, M. Si (Wakil BPKAD Meranti)

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti (Dinas PUPR dan Pejabat Terkait)

Mengapa Harjadi dan Aready belum juga diperiksa?

Perintah hakim tidak keluar begitu saja. Dalam persidangan, sejumlah bukti dan kesaksian mengarah pada peran strategis Harjadi dan Aready dalam manipulasi tender proyek Jembatan Selat Rengit.

Beberapa bukti utama yang sudah terungkap antara lain:

1.Dokumen komunikasi elektronik yang menunjukkan adanya percakapan intens antara Harjadi, Aready, dan beberapa pihak terkait pengaturan tender.

2.Pertemuan rahasia di Pizza Hut Tebet Indraya Square, yang disebut-sebut sebagai lokasi pembicaraan kunci dalam skema penunjukan pemenang tender.

3.Manipulasi spesifikasi alat berat, yang sengaja diatur untuk menguntungkan perusahaan tertentu.

4.Aliran dana mencurigakan, yang diduga digunakan untuk menyuap pejabat dan memperlancar pengesahan kontrak proyek.

Dengan adanya bukti-bukti tersebut, hakim menilai bahwa pemeriksaan ulang terhadap Harjadi dan Aready sangat diperlukan untuk menguak peran mereka secara lebih jelas.

Namun, kenyataannya, tidak ada satu pun dari mereka yang dipanggil atau diperiksa kembali oleh penyidik maupun JPU.

Mengapa Penyidikan Tak Berlanjut?

Stagnasi dalam penyelidikan ini mengarah pada beberapa kemungkinan yang saling berkaitan:

1.Penyidik dan JPU Tak Independen?

Dalam kasus-kasus besar, ketergantungan pada aparat penegak hukum yang lemah sering kali menjadi penyebab utama lambannya penanganan perkara.

“Jika penyidik dan JPU benar-benar independen, seharusnya mereka langsung menjalankan perintah hakim. Tapi kalau mereka lambat atau diam, itu bisa berarti ada sesuatu yang menghalangi,” ujar RR pengamat hukum di UIN

Jika ada tekanan politik atau kepentingan eksternal, penyidik mungkin enggan atau takut untuk melangkah lebih jauh.

  1. Ada Intervensi dari Pihak Berpengaruh?

Proyek Jembatan Selat Rengit bukan sekadar proyek biasa. Nilainya mencapai Rp500 miliar, melibatkan pengusaha besar, pejabat daerah, dan jaringan elite politik.

“Kalau ada penyidik atau jaksa yang mendadak ‘diam’, bisa jadi ada tekanan dari atas. Uang sebesar itu pasti ada yang mau mengamankan,” kata Dedy, aktivis Aliansi Pemuda Anti Korupsi.

Bukan tidak mungkin, ada lobbying dari politisi atau pengusaha besar yang berusaha menutup kasus ini sebelum menyentuh aktor utama.

3.Bukti Ada, Tapi Tak Dimanfaatkan

Sejumlah bukti kuat terkait keterlibatan Harjadi dan Aready sudah ada di Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Namun, tidak ada langkah konkrit untuk menggali lebih dalam.

Misalnya, transaksi keuangan yang menunjukkan aliran dana ke rekening pihak-pihak tertentu, hingga dokumen yang menunjukkan adanya perubahan spesifikasi proyek secara mendadak untuk menguntungkan salah satu perusahaan.

“Kalau ini dibiarkan, publik akan semakin kehilangan kepercayaan pada hukum,” ujar SS, Mahasiswa hukum dari Universitas Riau.

4.Penyidik Polda Riau dan JPU Mengulur Waktu?

Dalam banyak kasus korupsi besar, ada pola di mana penyidik sengaja memperlambat proses hukum dengan berbagai alasan teknis .Beberapa strategi umum yang sering digunakan untuk mengulur kasus antara lain:

  • Menunda pemanggilan saksi dan tersangka tanpa alasan yang jelas.
  • Mengabaikan bukti yang sudah ada, dengan dalih masih perlu penelitian lebih lanjut.

  • Menggunakan prosedur administrasi yang berbelit-belit untuk memperlambat jalannya kasus.

Jika dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin kasus ini akan menguap dan akhirnya tidak ada satu pun pelaku yang dijerat hukum.

Ketidakjelasan kelanjutan kasus ini memicu reaksi keras dari masyarakat banyak warga yang menyuarakan ketidakpercayaan terhadap hukum dan mendesak agar kasus ini segera dituntaskan. Salah satu masyarakat berinisial GR di Pekanbaru menyampaikan

“Kalau rakyat kecil korupsi ratusan ribu, langsung ditangkap. Tapi kalau pejabat besar, diperiksa aja susah! Apa bedanya hukum kita dengan hukum rimba?”

Sementara itu masyarakat di Kepulauan Meranti juga menambahkan,

“Ini bukan kasus kecil! Rp500 miliar itu uang rakyat. Kalau perintah hakim aja gak dijalankan, terus kita mau percaya hukum di negeri ini?”

Di sisi lain, beberapa tokoh masyarakat juga menyuarakan kekecewaan mereka.

“Kalau hukum masih bisa diatur oleh mereka yang punya kuasa dan uang, artinya keadilan cuma milik segelintir orang,” kata NH tokoh masyarakat di Kepulauan Meranti.

Publik mulai mendesak agar kasus ini tidak berhenti begitu saja. Sejumlah aktivis Pemuda Anti Korupsi meminta jangan diamkan kasus jembatan selat ringit, salah satu perwakilan bernama Bob Riau menyatakan,

1.Mendesak KPK dan Kejaksaan Agung untuk turun tangan dan mengambil alih penyelidikan.

2.Menggugat transparansi penyelidikan, agar penyidik dan JPU memberikan alasan mengapa perintah hakim tidak dijalankan.

3.Meningkatkan tekanan dari masyarakat dan media, agar kasus ini tetap menjadi sorotan.

4.Melibatkan lembaga independen, seperti Ombudsman dan Komisi Kejaksaan, untuk mengawasi jalannya proses hukum.

Akankah Kasus Ini Menguap?

Perintah hakim yang diabaikan adalah preseden buruk bagi hukum di Indonesia. Jika penyidik dan JPU tetap diam, bukan tidak mungkin kasus ini akan berakhir seperti skandal korupsi besar lainnyaโ€”lenyap tanpa kejelasan.

Kini, masyarakat menunggu: Apakah hukum benar-benar berpihak pada keadilan, atau justru tunduk pada kepentingan segelintir elite?

Hingga berita ditayangkan belum ada klarifikasi resmi dari pihak terkait, baik klarifikasi Penyidik Polda Riau maupun JPU dari Kejaksaan. Berita akan diperbarui seiring informasi yang didapatkan.

Bersambung..

About The Author


Eksplorasi konten lain dari ๐Œ๐€๐“๐€๐—๐๐Ž๐’๐“.๐‚๐Ž๐Œ

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Example 468x60