Kepulauan Meranti β Seorang oknum wartawan di Kepulauan Meranti, Ali Imron, diduga kuat melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ) setelah secara terbuka menyerang pemberitaan media MataXPost yang mengungkap dugaan korupsi di Dinas PUPR Meranti serta isu laporan keuangan dengan opini disclaimer. Tak hanya itu, Ali Imron juga mengunggah komentar bernada merendahkan terhadap media tersebut di platform TikTok.(12/03)
Dalam unggahannya, Ali Imron menyebut media yang memberitakan dugaan korupsi itu sebagai “media baru terbit sudah meresahkan” serta menyatakan bahwa berita yang dipublikasikan bukan produk jurnalistik. Ia juga menyebut laporan investigasi itu sebagai hasil copy-paste, bahkan menantang dengan kalimat, “Sini aku ajarin bagaimana membuat berita yang baik dan benar.”
Ironisnya, Ali Imron diketahui sebagai wartawan aktif yang tercatat dalam box redaksi dua media, Hallo Riau dan Sabang Merauke. Menurut informasi yang beredar, ia juga disebut memiliki kedekatan dengan Kepala Dinas PUPR Meranti, Fajar Triasmoko, pejabat yang tengah menjadi sorotan atas dugaan penyimpangan anggaran proyek swakelola.
Mengapa Wartawan Ikut Gerah?
Pernyataan dan sikap Ali Imron ini memunculkan pertanyaan besar: Mengapa seorang wartawan justru ikut gerah ketika ada media lain yang mengungkap dugaan korupsi di Pemkab Meranti? Seharusnya, sebagai sesama insan pers, ia mendukung upaya pengungkapan kebenaran, bukan justru menyerang media yang menjalankan tugasnya.
Tindakan ini juga menimbulkan dugaan adanya konflik kepentingan yang dapat mencederai independensi dan profesionalisme seorang jurnalis.
Kode Etik Jurnalistik yang Dilanggar
Sebagai wartawan, Ali Imron terikat oleh Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang diatur oleh Dewan Pers. Beberapa poin kode etik yang diduga dilanggar antara lain:
1.Pasal 1 β Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk.
2.Pasal 3 β Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
3.Pasal 6 β Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi
Sikap Ali Imron yang menyerang media lain dan merendahkan produk jurnalistik yang membongkar dugaan korupsi justru memperlihatkan menyalahgunakan profesi nya.
UU Pers dan Perlindungan terhadap Wartawan
Dalam menjalankan tugasnya, wartawan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menegaskan bahwa pers memiliki kebebasan untuk menyampaikan informasi kepada publik tanpa tekanan atau intimidasi dari pihak mana pun.
Pasal-Pasal Penting dalam UU Pers yang Melindungi Wartawan:
1.Pasal 4 Ayat (1)
Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
Wartawan berhak mengungkap informasi, termasuk dugaan korupsi, tanpa intervensi atau tekanan.
2.Pasal 4 Ayat (2) dan (3)
Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
Tidak boleh ada upaya untuk menghambat atau membungkam pemberitaan pers.
3.Pasal 18 Ayat (1)
Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana dengan penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Mengintimidasi wartawan atau menyerang media secara tidak profesional dapat dikenakan sanksi pidana.
Bentuk-Bentuk Penghalangan terhadap Wartawan yang Bisa Dipidana:
- Menekan atau mengintimidasi wartawan agar tidak memberitakan suatu kasus.
Mengancam atau melakukan kekerasan terhadap wartawan yang sedang bertugas.
Melakukan sensor, blokir, atau tekanan terhadap media yang menerbitkan berita.
Menyebarkan informasi menyesatkan untuk melemahkan kredibilitas wartawan atau medianya.
Jika ada pihak, termasuk sesama wartawan seperti Ali Imron, yang berusaha membungkam atau mendiskreditkan media yang mengungkap dugaan korupsi, maka tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai penghalangan kerja jurnalistik. Pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan seharusnya menempuh mekanisme hak jawab atau pengaduan ke Dewan Pers, bukan menyerang media secara tidak profesional.
Tindakan Ali Imron seharusnya menjadi perhatian serius bagi organisasi pers seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Perusahaan Pers Hallo Riau dan Sabang Merauke News yang memperkejakan Ali Imron juga musti menertibkan dan perlu menegur serta memberikan peringatan terhadap anggotanya yang melanggar etika jurnalistik agar tidak berdampak negatif terhadap perusahaan serta profesi jurnalistik pada umumnya.