Jakarta โ Suara pintu besi menutup pelan, disusul denting borgol yang mengeras. Pukul 17.24 WIB, Jumat, 11 April 2025, dua pria berseragam rompi oranye melangkah keluar dari ruang pemeriksaan KPK. Tangan terborgol. Kepala tertunduk. Mereka bukan penjahat biasa.
Yang satu adalah Danny Praditya, mantan Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Satunya lagi, Iswan Ibrahim, mantan Komisaris PT Inti Alasindo Energi (IAE). Dua nama besar dalam industri migas nasionalโdan kini, dua tersangka utama dalam skandal korupsi gas senilai USD 15 juta atau sekitar Rp 252 miliar.
KPK menyebutkan, uang negara yang menguap bukan akibat kebijakan yang gagalโtapi dari skema jual beli gas fiktif, dengan proses yang tak pernah direncanakan dan manfaat yang tak pernah dirasakan rakyat. Ini bukan bisnis. Ini perampokan.
Perintah Gelap di Balik Pipa Gas
KPK mengungkap bahwa pada tahun 2017, tidak ada satu pun rencana pembelian gas dari PT IAE dalam agenda resmi PGN. Tapi Danny Praditya, dengan kekuasaan yang dimilikinya sebagai Direktur Komersial, memerintahkan negosiasi dengan PT IAE secara diam-diam.
Perusahaan ini kemudian โdidorongโ menjadi Local Distributor Company (LDC) PGN. Bukan melalui tender. Bukan berdasarkan kebutuhan. Tapi lewat jaringan dan koneksi internal yang dibungkus formalitas.
Dari sinilah, uang negara mulai digelontorkan. USD 15 juta langsung dibayar sebagai uang muka kepada PT IAE.
Alih-alih digunakan untuk membeli atau mendistribusikan gas, uang muka tersebut langsung habis digunakan oleh PT IAE untuk membayar utang-utangnya sendiri kepada pihak-pihak yang sama sekali tak terlibat dalam perjanjian.
Dengan kata lain: uang rakyat digunakan untuk menyelamatkan kerugian swasta. Tidak ada gas yang datang. Tidak ada aliran distribusi. Hanya ada satu aliran yang terjadi: aliran uang dari kas negara ke lubang utang pribadi.
Sosok kunci lainnya adalah Iswan Ibrahim. Ia menjabat sebagai Komisaris PT IAE selama hampir dua dekade, sekaligus menjabat sebagai Direktur Utama PT Isargas. Keduanya perusahaan yang bermain di sektor yang sama: distribusi dan jual beli gas.
KPK mencium aroma konflik kepentingan besar di sini. Iswan diyakini memainkan peran ganda untuk melicinkan jalur uang dari BUMN ke korporasi swasta yang dikendalikannya. Bahkan, Isargas sempat menjadi pihak yang ikut dipresentasikan kepada PGN sebagai mitra potensial.
โSkema ini didesain untuk menyedot dana BUMN ke perusahaan-perusahaan yang dikendalikan kelompok tertentu,โ kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu.
Yang menjadi sorotan publik: bagaimana mungkin transaksi sebesar ini bisa lolos dari pengawasan internal PGN? Di mana fungsi dewan direksi? Bagaimana pengawasan Kementerian BUMN saat itu?
Skandal ini menyingkap satu lubang besar: bahwa BUMN bukan hanya dijarah oleh oknum, tetapi telah dijadikan ATM oleh kelompok tertentuโbaik untuk kepentingan bisnis, maupun politik.
KPK memastikan kasus ini masih berkembang. Ada potensi penetapan tersangka baru. Ada nama-nama yang belum diungkap, dan peran-peran yang belum sepenuhnya terang.
โKami akan buka semua yang terkait dengan proses ini, dari proses perencanaan, pencairan, hingga penggunaan dana,โ ujar Jubir KPK, Tessa Mahardhika.
Isu yang lebih besar kini bergema: jika PGN bisa dijarah sebesar ini tanpa terdeteksi selama bertahun-tahun, berapa banyak lagi BUMN yang sedang mengalami nasib serupa diam-diam dikuras dari dalam?
Gas Tak Pernah Datang, Tapi Luka Negara Sudah Dalam
Bagi rakyat, gas itu tak pernah sampai. Tapi luka akibat kejahatan ini sudah tertanam dalam: kepercayaan publik yang runtuh, anggaran negara yang diselewengkan, dan sistem BUMN yang terbukti rawan dikuasai mafia kerah putih.
252 miliar bukan sekadar angka. Ia adalah simbol kegagalan sistem. Dan jika hari ini baru dua orang yang ditahan, maka tugas publik adalah memastikan: pipa hukum mengalir lebih dalam, hingga ke akar skandal ini.
About The Author
Eksplorasi konten lain dari ๐๐๐๐๐๐๐๐๐.๐๐๐
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.