Scroll untuk baca artikel
Example 816x612
Example floating
Example floating
Example 728x250 Example 728x250
Insan PersPemerintah

Wartawan Dihalang-Halangi Saat Meliput Pertemuan Warga dan Pertamina: Arogansi Kilang Sungai Pakning Dipertanyakan

1760
×

Wartawan Dihalang-Halangi Saat Meliput Pertemuan Warga dan Pertamina: Arogansi Kilang Sungai Pakning Dipertanyakan

Sebarkan artikel ini

Sei Pakning, 17 April 2025 – Sikap tertutup dan arogan kembali dipertontonkan oleh perusahaan milik negara, PT Pertamina Internasional โ€“ Refinery Unit II Production Sungai Pakning. wartawan media mataxpost, Aprizal Dougles, dihalangi saat hendak meliput pertemuan penting antara masyarakat Desa Sei Selari dengan pihak manajemen kilang. Padahal, kehadiran sang jurnalis sudah berdasarkan undangan resmi dari warga sebagai bagian dari upaya transparansi publik.

 

MataXpost.com
Example 670x550
Tiada Kebenaran Yang Mendua

“Aku diundang langsung oleh masyarakat untuk meliput. Tapi saat tiba di gerbang, aku ditahan tanpa penjelasan yang sah. Tidak ada surat larangan, tidak ada dasar hukum. Bahkan manajer dan humas Pertamina memilih diam,” tegas Aprizal.

 

Namun alih-alih diberi akses atau penjelasan, Aprizal justru ditahan di pintu gerbang kilang. “Tidak ada surat larangan, tidak ada dasar hukum. Bahkan manajer dan humas Pertamina bungkam saat diminta klarifikasi. Kepala security pun tidak mengindahkan. Ini jelas bentuk penghalangan kerja jurnalistik,” ujar Aprizal yang juga mengaku sempat merekam situasi di lapangan.

 

Foto dokumentasi yang diperoleh dari dalam fasilitas kilang menguatkan keberadaan wartawan di lokasi. Gambar menunjukkan logo resmi Pertamina Kilang Internasional, Sungai Pakning yang beralamat di Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau, lengkap dengan data lokasi GPS dan waktu yang terekam otomatis.

 

Pertemuan antara warga dan Pertamina yang terjadi pada hari yang sama, menurut informasi yang dihimpun, membahas sejumlah persoalan penting seperti dugaan pencemaran, gangguan aktivitas masyarakat, hingga hak-hak sosial yang belum dipenuhi pihak perusahaan. Justru di sinilah urgensi kehadiran media: sebagai pengawas publik dan penjaga transparansi.

 

Namun yang terjadi sebaliknya: media dilarang masuk, narasumber dari pihak Pertamina menutup mulut, dan tidak ada kejelasan tentang prosedur maupun alasan hukum atas tindakan penghalangan tersebut.

 

Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, setiap bentuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik yang sah dapat dikenakan pidana. Pasal 18 ayat (1) menyebut tegas:

 

โ€œSetiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja wartawan dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan serta informasi, dipidana paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.โ€

 

Lebih jauh, penghalangan ini juga menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen Pertamina terhadap prinsip keterbukaan informasi dan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility). Mengapa harus ditutup-tutupi jika tidak ada yang keliru? Kenapa media sebagai perpanjangan mata rakyat justru dianggap ancaman?

 

Hingga berita ini diterbitkan, pihak Pertamina โ€“ baik manajer operasional, humas, maupun kepala keamanan โ€“ belum memberikan klarifikasi maupun pernyataan resmi.

 

Jika dibiarkan, tindakan semacam ini bisa menjadi preseden buruk di tengah upaya memperkuat kebebasan pers dan hak masyarakat atas informasi. Dewan Pers, Komisi Informasi Pusat, hingga Kementerian BUMN harus segera memberi atensi terhadap praktik-praktik represif yang dilakukan oleh korporasi negara seperti ini.

 

Transparansi bukan ancaman. Media bukan musuh. Justru ketika ruang informasi dibatasi, publik pantas curiga: ada apa di balik pagar kilang?

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 468x60