Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita ViralHukumPemerintah

Kasus Inong Fitriani di Tengah Maraknya Mafia Tanah: Menanti Kehadiran Negara dan LBH Dumai

2677
×

Kasus Inong Fitriani di Tengah Maraknya Mafia Tanah: Menanti Kehadiran Negara dan LBH Dumai

Sebarkan artikel ini

Dugaan Kriminalisasi di Polres Dumai: Jilid 2

Example 468x60

Dumai, 9 Mei 2025 – Di tengah maraknya mafia tanah dan ketimpangan akses keadilan, kasus yang menimpa Inong Fitriani (57), seorang ibu rumah tangga di Dumai, menjadi potret rapuhnya perlindungan hukum agraria di Indonesia. Pertanyaannya: di mana negara? Di mana Satgas Mafia Tanah? Di mana LBH saat warga kecil diterpa kriminalisasi?

Inong ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Dumai atas tuduhan pemalsuan surat tanah, terkait lahan seluas 1,6 hektare yang telah dikuasai keluarganya sejak 1961. Ironisnya, klaim kepemilikan baru datang dari seorang pengusaha yang bernama Toton Sumali membawa sertifikat hak milik terbit tahun 2000.

MataXpost.com
Example 300x600
Tiada Kebenaran Yang Mendua

β€œKami sudah puluhan tahun tinggal, bayar pajak, kelola lahan, tiba-tiba ada yang ngaku pemilik dengan surat tahun 2000. Kami tanya kapan jual, siapa yang jual, mereka tak bisa jawab, tapi malah saya dijadikan tersangka,” tutur Inong getir.

Kasus ini memantik keprihatinan mendalam di tengah publik. Ke mana keberpihakan negara? Ke mana LBH? Apakah hukum hanya berpihak pada yang berduit?

Penetapan Tersangka Dinilai Prematur Akademisi hukum agraria Universitas Riau, Dr. Herman Siregar, SH, MH, menilai langkah penetapan tersangka dalam kasus ini prematur dan berpotensi menyalahi prinsip keadilan.

β€œIni bukan kasus pemalsuan yang bisa langsung dipidanakan. Ini konflik kepemilikan yang harus diuji dulu lewat jalur perdata. Kalau polisi langsung menetapkan tersangka, itu artinya memvonis sepihak tanpa pengadilan,” tegas Dr. Herman

Ia menambahkan, penegakan hukum tidak boleh terjebak pada kekuatan modal atau akses pelapor. β€œJangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas. Polisi harus independen, objektif, dan mendalami riwayat tanah ini secara menyeluruh,” katanya.

Penetapan tersangka terhadap Inong juga menuai kritik tajam dari praktisi hukum ternama di Pekanbaru, Aswin Siregar, SH, MH. Menurutnya, tuduhan pemalsuan surat atas tanah yang status kepemilikannya masih disengketakan seharusnya didahului proses perdata, bukan langsung pidana.

β€œKalau status kepemilikan tanah belum jelas, kok tiba-tiba dituduh memalsukan surat? Surat siapa yang dipalsukan? Bukti aslinya mana? Bukankah itu harus diuji dulu di pengadilan perdata?” ujar Aswin.

Ia menilai, penerapan pidana dalam kasus ini melompati asas prejudicieel geschil, yakni seharusnya sengketa hak diselesaikan dulu melalui jalur perdata sebelum ranah pidana diterapkan.

β€œDalam hukum dikenal prejudicieel geschil. Kalau ada sengketa hak, pidana harus ditunda sampai kepemilikan diputus secara perdata. Kalau tidak, ini berbahaya. Orang bisa dikriminalkan hanya karena menguasai tanah yang diklaim pihak lain,” tegas Aswin.

Justru sertifikat hak milik yang terbit saat ini diatas tanah ibuk ini yang fisik telah dikuasi secara berturut-turut 20 tahun, sejak tahun 1961 sampa saat ini, dengan itikad baik, maka penerbitan SHM tersebut itulah yang harus di lidik dan disidik oleh pihak kepolisian Polres Dumai

Lebih lanjut, Aswin menjelaskan, jika terhadap suatu bidang tanah terdapat dua alas hak kepemilikan, maka proses pidana di atas tanah tersebut harus ditunda terlebih dahulu sampai ada putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang menetapkan siapa pemilik sah atas tanah tersebut.

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 81 KUHPidana:

β€œPenundaan penuntutan pidana berhubungan dengan adanya perselisihan pra-yudisial, menunda daluwarsa.”

Menurut Aswin, pasal ini secara eksplisit mewajibkan proses pidana ditunda jika terdapat perselisihan hak yang belum diselesaikan melalui perdata.

β€œHakikatnya, hukum pidana adalah ultimum remedium. Jangan digunakan untuk menekan, apalagi mengkriminalkan warga kecil yang mempertahankan tanah warisan. Jika pidana didahulukan tanpa putusan perdata, ini membuka celah mafia tanah: cukup bawa sertifikat baru, laporkan pemilik lama dengan tuduhan memalsukan surat, lalu tanah diambil alih lewat proses pidana. Ini manipulasi hukum, bukan keadilan,” pungkasnya.

Bahkan, dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa penguasaan fisik tanah selama 20 tahun secara berturut-turut dan dengan itikad baik sudah cukup menjadi dasar kepemilikan yang sah.

β€œJika selama 20 tahun lebih dikuasai, dikelola, dibayar pajaknya, maka secara hukum tanah itu miliknya, bukan milik orang lain. Harusnya ini jadi dasar kuat, bukan malah dikriminalkan,” kata Aswin.

Aswin juga mengajak para penggiat hukum dan organisasi bantuan hukum untuk turut membantu Inong dan mengajukan permohonan praperadilan guna menguji sah atau tidaknya penetapan status tersangka terhadap Inong sebelum JPU melimpahkan berkas perkara ke PN Dumai.

β€œIni kesempatan bagi LBH Dumai, akademisi hukum, advokat progresif untuk menunjukkan keberpihakan mereka pada keadilan rakyat kecil. Jangan biarkan seorang ibu yang mempertahankan haknya malah dikorbankan oleh proses hukum yang prematur,” pungkas Aswin

LBH Dumai, Apakah Akan Diam? Apakah praktisi hukum dari LBH yang ada di Dumai tutup mata? Rakyat saat ini membutuhkan bantuan.

Keluarga Inong kini berharap Kejaksaan Negeri Dumai menelaah ulang kasus ini dan menghentikan proses pidana yang dinilai prematur serta mengabaikan prinsip keadilan hukum. Mereka juga berencana melaporkan kasus ini ke Komnas HAM, Ombudsman RI, dan pihak-pihak lain.

Di tengah sorotan publik ini, LBH Dumai ditantang untuk hadir membela rakyat kecil. Di mana suara LBH ketika seorang ibu rumah tangga terancam kriminalisasi atas tanah yang dikuasainya sejak puluhan tahaun? Apakah LBH hanya akan diam di tengah ancaman mafia tanah yang makin sistemik?

Tim X Post akan terus memantau perkembangan kasus ini dan mengajak publik serta aparat penegak hukum untuk memandang konflik agraria secara jernih, adil, dan ber-adab.

Hingga berita diturunkan, salah satu penyidik polres Dumai, Armando Situmeang yang dihubungi oleh awak media tidak memberikan respon. Redaksi juga masih berusaha berkomunikasi dengan pihak penyidik kejaksaan negeri Dumai sebab kasus tersebut telah dilimpahkan dan inong telah ditahan dalam sel Lapas khusus Wanita, Bumi Ayu Dumai.

Example 300250

Eksplorasi konten lain dari 𝐌𝐚𝐭𝐚 𝐗-𝐩𝐨𝐬𝐭

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Example 120x600
banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Example 468x60