Pelalawan, Riau β Seorang pengusaha berinisial Sudiman diduga mengelola kebun sawit seluas lebih dari 100 hektare secara ilegal di Desa Kuala Terusan, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau. Dugaan ini mencuat setelah Pemerintah Desa Kuala Terusan menerbitkan surat resmi yang menyatakan bahwa lahan sawit milik Sudiman tidak memiliki dasar perizinan usaha maupun hak atas tanah.
Surat tersebut bernomor 005/PemDes/KT/V/2025/016 dan ditandatangani langsung oleh Kepala Desa Kuala Terusan, Hendri, tertanggal 9 Mei 2025. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa lahan sawit yang dikelola Sudiman tidak memiliki Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) maupun Hak Guna Usaha (HGU).
βDengan ini menerangkan bahwa sepengetahuan kami, lahan Bapak Sudiman tersebut tidak mempunyai izin usaha/perkebunan (HGU),β demikian kutipan isi surat yang juga ditembuskan kepada Camat Pangkalan Kerinci.
Ketua Umum Persatuan Media Nusantara (PMN), S Hondro, yang menerima laporan dari masyarakat, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan investigasi lapangan dan menemukan bahwa kebun tersebut telah berproduksi meskipun tidak mengantongi izin yang sah.
βKami sangat menyayangkan penguasaan lahan berskala besar secara ilegal ini. Kami akan segera melaporkan Saudara Sudiman ke Kejaksaan Agung,β ujar S Hondro, Sabtu (11/5/2025).
Tidak Terdaftar di Instansi Terkait
Pihak Dinas Perkebunan Kabupaten Pelalawan, melalui pejabat bernama Sudur, menyatakan bahwa nama Sudiman tidak terdaftar sebagai pemilik IUP-B dalam sistem mereka. Kepala Desa Kuala Terusan dan Camat Pangkalan Kerinci, Jhon Sro, juga membenarkan bahwa Sudiman tidak memiliki dokumen perizinan atas lahan tersebut.
Sudiman sendiri, saat dikonfirmasi, mengakui kepemilikan lahan namun tidak dapat menunjukkan dokumen legal atas pengelolaan perkebunannya.
Pelanggaran Regulasi Agraria
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013, setiap usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan lebih dari 25 hektare wajib memiliki IUP-B. Selain itu, Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2016 melarang penguasaan tanah pertanian tanpa izin dari pemegang hak atau tanpa alas hak yang sah.
Dugaan kuat bahwa lahan tersebut merupakan tanah negara. Jika terbukti, maka Sudiman dapat dijerat dengan ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, serta Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan lahan, dengan ancaman pidana penjara maksimal 4 tahun.
Pengamat hukum agraria dari Universitas Riau, R. Fadli, SH menilai kasus ini tidak hanya menyangkut pelanggaran administratif, tetapi juga unsur pidana.
βJika lahan ini terbukti berada di atas tanah negara dan dikuasai tanpa izin, maka ada unsur pidana. Pelakunya bisa diproses hukum dan dikenakan denda atau pidana penjara,β katanya.
Potensi Kerugian Negara
Investigasi awal menyebutkan bahwa kebun sawit Sudiman telah berproduksi aktif, namun tidak menyetorkan kewajiban pajak maupun kontribusi sosial kepada negara. Artinya, selain melanggar hukum, kegiatan ini juga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara hingga miliaran rupiah per tahun.
PMN Desak Penegakan Hukum
S Hondro menegaskan bahwa pihaknya telah menyiapkan dokumen-dokumen pendukung termasuk foto citra satelit, kronologi penguasaan lahan, serta informasi potensi kerugian negara. Ia juga meminta agar aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), segera turun tangan menyelidiki kasus ini.
βIni bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi bisa masuk kategori mafia tanah dan perampasan hak negara. Kami akan kawal agar kasus ini tidak hilang begitu saja,β ujarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Kejaksaan maupun Pemerintah Kabupaten Pelalawan terkait laporan ini. Tim PMN menyatakan akan terus melanjutkan investigasi dan membuka data lebih rinci jika proses penegakan hukum berjalan lambat.
Eksplorasi konten lain dari ππππ π-π©π¨π¬π
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.