PEKANBARU — Rabu, 13 November 2024 menjadi titik api baru dalam eskalasi kemarahan publik terhadap dinasti politik Bengkalis. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Anti Korupsi (Formasi-Riau) mengepung Gedung Kejaksaan Tinggi Riau. Bukan sekadar aksi simbolik, mereka datang dengan data transfer mencurigakan senilai Rp23,6 miliar yang diduga diterima Bupati Bengkalis petahana, Kasmarni, dari dua pengusaha sawit, Jonny Tjoa dan Adyanto, yang memiliki rekam jejak bisnis erat dengan suami Kasmarni sekaligus mantan Bupati Bengkalis dan narapidana korupsi, Amril Mukminin.
Dana itu ditransfer ke rekening Bank CIMB Niaga Syariah atas nama Kasmarni selama periode 2013 hingga 2019, saat Amril menjabat sebagai Bupati. Rentetan transaksi itu diduga sebagai kompensasi atas perlindungan terhadap bisnis sawit kedua pengusaha tersebut, yang memperoleh akses logistik dan distribusi dari pelbagai wilayah di Bengkalis melalui tangan kekuasaan.
Aksi demo berjilid-jilid telah dilakukan oleh para aktivis dan mahasiswa dari tahun ke tahun tapi hingga saat ini tidak ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
“Ini bukan hanya dugaan suap, ini pencucian uang! Dana haram dialirkan ke rekening pribadi Kasmarni secara sistematis, bukan insidental. Kami minta Kejati bertindak, bukan diam!” ujar Muhammad Al Hafis, Koordinator Formasi-Riau, dalam orasinya di tengah kerumunan massa yang memegang poster bertuliskan: ‘Uang Sawit untuk Keluarga Bupati’ dan ‘Tangkap Kasmarni, Bongkar Dinasti Korup’.
Akar dari tuntutan mahasiswa ini bukan isapan jempol. Dalam sidang kasus korupsi proyek multiyears Jalan Duri–Sei Pakning pada 27 Agustus 2020, dua saksi utama — Jonny dan Adyanto — dengan jelas menyebut bahwa dana miliaran rupiah dialirkan atas permintaan Amril dan diterima langsung melalui rekening atas nama Kasmarni.
Jonny mengaku mentransfer total Rp12,7 miliar, sementara Adyanto menyebut angka Rp10,9 miliar. Sebagian besar dana diserahkan secara tunai dan berkala setiap bulan. Uang tersebut bukan untuk kepentingan negara, tapi untuk “menjaga relasi bisnis”, sekaligus mempererat pengaruh kekuasaan atas distribusi sawit.
Anehnya, dalam konstruksi hukum, Kasmarni tak pernah diperiksa. Ia “terlindungi” oleh Pasal 168 huruf c KUHAP, yang melindungi saksi dengan hubungan keluarga. Namun pertanyaan publik semakin menggema: Jika rekening atas namanya digunakan sebagai penampung dana hasil kejahatan, mengapa tak pernah disentuh hukum?
Formasi-Riau menilai fakta-fakta tersebut sudah cukup untuk membuka penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU mengatur secara tegas bahwa siapa pun yang menerima, menyimpan, atau menggunakan uang hasil tindak pidana, terancam pidana, termasuk jika dilakukan melalui rekening orang lain.
“Kasmarni tidak bisa bersembunyi di balik posisi sebagai istri. Rekeningnya digunakan untuk menyamarkan hasil kejahatan. Ini adalah tindak pidana serius,” tegas Hafis.
Mereka juga menyerukan audit total terhadap LHKPN Kasmarni dan Amril, yang dinilai janggal. “Aset mereka tidak wajar. Ada properti dan kendaraan yang tidak tercantum. Ini harus dibongkar!” tegasnya.
Dalam aksinya, Formasi-Riau memberikan waktu 2×24 jam kepada Kejati Riau untuk menindaklanjuti laporan masyarakat. Jika tidak, mereka akan memobilisasi mahasiswa se-Riau untuk melakukan aksi lanjutan berskala besar.
Kasmarni saat ini masih menjabat Bupati dan digadang-gadang akan kembali maju di Pilkada 2024 dan akhir nya terpilih menjadi bupati untuk kedua Periode, kini ia harus menghadapi tekanan hukum dan moral yang semakin keras. Tak hanya soal elektabilitas, tapi juga integritas sebagai pemimpin daerah yang tercoreng oleh dugaan pencucian uang.
“Bengkalis tidak butuh pemimpin yang lahir dari uang haram. Kami tidak akan diam jika korupsi dijadikan warisan keluarga,” teriak salah seorang orator perempuan dari atas mobil komando.
Hingga berita ini ditulis, Kejati Riau belum memberikan pernyataan resmi. Tidak ada klarifikasi, tak ada konferensi pers. Diamnya aparat hukum justru semakin mengundang tanda tanya — apakah hukum sedang berhadapan dengan tembok kekuasaan, ataukah integritas penegak hukum kini sedang diuji di hadapan uang dan dinasti?
Sementara itu, berbagai LSM dan pegiat antikorupsi mulai angkat suara. Mereka mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih penanganan kasus ini jika Kejati Riau tidak menunjukkan keseriusan.
“Kalau aparat daerah lumpuh, serahkan ke Kejaksaan Agung Ini kejahatan dengan bukti cukup terang,” kata AL salah satu aktivis
Kasus dugaan TPPU Kasmarni menjadi gambaran sempurna tentang bagaimana korupsi tak hanya soal angka, tapi juga soal kekuasaan yang diwariskan, dan uang haram yang dipoles agar tampak legal. Ketika lembaga penegak hukum bungkam, rakyatlah yang mengambil suara.
Tim X Post akan terus mengawal kasus ini. Karena di balik transfer rekening dan laporan LHKPN, tersimpan kisah gelap kekuasaan yang tak bisa ditutupi selamanya.
Catatan:
Sumber : fakta persidangan
Aksi demo mahasiswa 15/10/2022 dan 14/11/2024
Artikel berbagai media yg kredibel
Redaksi membuka ruang hak jawab bagi nama nama yang disebutkan di dalam berita.