PEKANBARU – Seorang aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau, Baikal, diduga terlibat dalam skema penipuan terencana terhadap seorang janda lansia, Yuharti Yusuf (75), pensiunan guru yang saat ini terbaring di rumah sakit dengan kondisi patah tulang.
Tak hanya menanggung luka fisik, Yuharti kini menghadapi kemungkinan kehilangan rumah satu-satunya, setelah sertifikat kepemilikan berpindah tangan ke istri Baikal, KDS, yang merupakan anak mantan Bupati sekaligus eks anggota DPRD. Kasus ini menyeruak ke publik sebagai dugaan penipuan bermodus penguasaan aset melalui tipu daya dan penyalahgunaan kepercayaan.
Peristiwa bermula usai meninggalnya anak semata wayang Yuharti. Di tengah duka, Baikal yang selama ini dikenal sebagai tetangga dekat menawarkan βbantuanβ membeli rumah Yuharti senilai Rp600 juta. Dalam proses itu, Yuharti menyerahkan sertifikat hak milik (SHM) dengan dalih untuk mengurus dokumen jual beli.
Namun, bukannya melakukan pembayaran sah, Baikal justru diduga membaliknamakan SHM atas nama istrinya dan kemudian mengagunkan sertifikat tersebut ke Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hasanah. Dari data perbankan, dana senilai Rp450 juta memang masuk ke rekening Yuharti, tetapi uang tersebut diduga ditarik diam-diam oleh Baikal setelah ia meminjam kartu ATM korban.
βUang itu langsung dipindahkan ke beberapa rekening keluarga dan orang terdekat Baikal,β ungkap sumber dari tim hukum Yuharti.
Selain itu, Baikal juga diduga mengambil alih kompensasi santunan kecelakaan lalu lintas sebesar Rp8 juta yang seharusnya diterima Yuharti, dengan membuat kesepakatan damai secara diam-diam dengan pihak penabrak.
Kuasa hukum Yuharti telah melaporkan kasus ini ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau. Dalam laporan tersebut turut disertakan dokumen bermeterai berisi janji Baikal melunasi pembayaran rumah paling lambat 28 Februari 2025βjanji yang tak pernah ditepati.
βIni bukan sekadar wanprestasi. Tidak ada niat baik, tidak ada pembayaran, dan semua jalur komunikasi diputus. Ini memenuhi unsur penipuan dan penggelapan,β kata kuasa hukum kepada awak media
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Andri Wijaya, SH, MH menilai kasus ini memiliki kompleksitas tinggi dan dapat dijerat dengan berbagai pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
βPasal 378 tentang penipuan, 372 tentang penggelapan, bahkan Pasal 263 jika ada dugaan pemalsuan dokumen. Jika uang disebar ke banyak rekening untuk menyamarkan asal-usul, bisa masuk ke ranah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),β jelasnya.
Menurut Andri, struktur kejadian ini mengindikasikan kejahatan yang dirancang, bukan spontanitas. βAda pola sistematis dan relasi kuasa yang dimanfaatkan,β ujarnya.
Baikal sebagai ASN seharusnya menjalankan fungsinya untuk melayani publik, bukan memanfaatkan kedekatan untuk menguasai aset warga yang rentan. Kasus ini menyisakan luka mendalam di tengah publik yang mulai mempertanyakan integritas aparatur negara.
Saat dikonfirmasi dengan Baikal, ia tak menyangkal ada persoalan tersebut, tapi dia saat ini akan segera meluruskan nya, “Salam. Iya Dinda.. sedang Abang luruskan. persoalan nya. Semoga selesai. dalam beberapa hari ini”, pungkasnya
Sementara Yuharti hanya bisa berharap, dari ranjang rumah sakit tempat ia berjuang untuk pulih, bahwa keadilan masih berpihak pada yang benar.
βKalau memang tidak mampu bayar, tolong sertifikat rumah Mama dikembalikan,β ucapnya lirih, penuh harap.
Dikonfirmasi kepada oknum ASN tersebut atas tudingan ini, ia tidak membantah, Baikal menjawab sedang di selesaikan secara kekeluargaan.
Hidup boleh renta, tubuh boleh rapuh. Tapi hukum tak boleh ikut lemah. Jika keadilan tak berpihak pada yang tertindas, maka siapa lagi yang akan melindungi mereka dari seragam yang menipu, dari kekuasaan yang mencuri?
Eksplorasi konten lain dari ππππ π-π©π¨π¬π
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.