Siak โ Polemik panjang Pilkada Siak 2024 yang kini bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) sudah selayaknya segera dihentikan. Sengketa soal periodesasi Alfedri yang diduga telah menjabat dua periode sebagai Bupati Siak, telah memicu ketegangan hukum maupun sosial di tengah masyarakat. (02/05)
Dari sisi hukum, perkara ini sebenarnya sudah memiliki rujukan yang jelas. Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, kepala daerah memang dibatasi dua periode masa jabatan.
Namun, Mahkamah Konstitusi dalam sejumlah putusan sebelumnya, seperti di Maluku Barat Daya, telah menegaskan bahwa masa jabatan Plt (Pelaksana Tugas) atau sisa masa jabatan yang kurang dari setengah periode tidak dihitung penuh sebagai satu periode.
Dengan demikian, jika KPU Siak sudah menilai masa jabatan Alfedri belum mencapai dua periode penuh, seharusnya sengketa ini tidak perlu diperpanjang.
Lebih penting lagi, dampak sosial dari berlarutnya sengketa ini makin terasa di tengah masyarakat. Gelombang demonstrasi dari kelompok masyarakat yang menolak PSU Jilid II telah terjadi di berbagai titik di Siak.
Aksi ini bukan hanya mengancam stabilitas sosial, tetapi juga berpotensi memicu konflik horizontal antarpendukung yang justru akan mencederai semangat demokrasi itu sendiri. Masyarakat menginginkan kepastian, bukan konflik yang terus berlanjut.
Sebagai lembaga pengawal konstitusi, MK diharapkan mengambil sikap tegas demi menjaga ketertiban hukum dan sosial. Menimbang rujukan hukum yang kuat serta potensi kerawanan sosial yang mengintai, sudah sepatutnya perkara Pilkada Siak ini dihentikan di tingkat MK. Putusan cepat dan adil akan memulihkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi serta meredam ketegangan di akar rumput.
Demokrasi yang sehat bukan hanya soal siapa yang menang, tetapi bagaimana menjaga ketertiban, keadilan, dan kepercayaan publik dalam setiap prosesnya.
About The Author
Eksplorasi konten lain dari ๐๐๐๐๐๐๐๐๐.๐๐๐
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.