Pekanbaru โ Dugaan intervensi terhadap hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru mencuat ke publik**, setelah Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho, mendatangi kantor PN Pekanbaru pada hari yang sama dengan sidang perkara korupsi yang menyeret nama dirinya dalam kesaksian saksi di ruang sidang Tipikor. (17/06)
Kehadiran Agung, yang mengaku hanya untuk “silaturahmi”, Di tengah berlangsungnya sidang ke-6 kasus dugaan korupsi yang menyeret eks Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, sidang yang diketuai Delta Tamtama,
“Saya ke sini untuk mengundang Bapak Ketua Pengadilan ke rumah, karena nanti malam ada acara lamaran sekaligus pemberian gelar adat. Intinya, ini hanya silaturrahmi, yang muda mengunjungi yang lebih tua. Tidak ada agenda macam-macam,โ jelas Agung kepada wartawanwartawan dikutip dari Riausindo.com
Dalam sidang sebelum nya Hakim mencecar lima saksi dari lingkungan Pemko Pekanbaru (BPKAD) terkait praktik pemotongan dana Ganti Uang (GU) dan Tambahan Uang (TU) yang masih berlangsung hingga era kepemimpinan Wali Kota yang baru.
โMasih terus juga kalian potong-potong seperti ini? Boleh nggak sih pemotongan seperti ini? Wali Kota baru main tambah dari 10 persen jadi 15 persen, kalian ikut saja?โ bentak Hakim Delta dengan nada tinggi, dalam sidang lanjutan perkara korupsi yang menjerat mantan Pj Wali Kota Risnandar Mahiwa dan eks Sekda Indra Pomi Nasution.
Tak berhenti di situ, hakim bahkan secara eksplisit menyebut nama Agung Nugroho dalam pertanyaannya.
โSudah berapa terkumpul, berapa disetor ke Wali Kota-mu yang baru? Terima juga seperti ini? Takut kan kamu?โ lanjut Hakim Delta, mengarahkan pertanyaan kepada saksi dari BPKAD. Salah satu saksi menjawab: โIya.โ
Pernyataan itu sontak mengejutkan publik yang mengikuti jalannya sidang. Untuk pertama kalinya, nama kepala daerah aktif disebut secara langsung di bawah sumpah, dan dikaitkan dengan dugaan penerimaan setoran ilegal dari pemotongan anggaran kegiatan OPD.
Meski pernyataan saksi memunculkan fakta baru, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak terlihat mengambil langkah lanjutan dalam sidang untuk memperdalam keterlibatan nama baru tersebut. Tidak ada pertanyaan tambahan kepada saksi terkait peran Wali Kota Agung, maupun permintaan klarifikasi dari jaksa atas pengakuan itu.
Padahal, dalam standar penanganan perkara Tipikor, keterangan baru dari saksi yang menyebut nama pejabat aktifโapalagi kepala daerahโwajib dicatat sebagai petunjuk awal (lead) untuk penyelidikan lebih lanjut. Ketidakhadiran respons jaksa atas pernyataan tersebut menimbulkan spekulasi tentang potensi tekanan atau sikap hati-hati berlebihan.
Di sisi lain, Wali Kota Agung Nugroho ketika keluar dari ruangan Ketua PN Pekanbaru sempat dicegat wartawan. Ia menepis semua dugaan dan menyatakan kunjungannya tak berkaitan dengan proses persidangan.
โSaya ke sini untuk mengundang Bapak Ketua Pengadilan ke rumah, karena nanti malam ada acara lamaran sekaligus pemberian gelar adat. Intinya, ini hanya silaturrahmi, yang muda mengunjungi yang lebih tua. Tidak ada agenda macam-macam,โ jelasnya.
Namun pernyataan itu tak mampu meredam kecurigaan publik. Dalam konteks etika peradilan, kehadiran kepala daerah di kantor pengadilan yang sedang menyidangkan kasus korupsi yang menyeret namanya dinilai sebagai tindakan tidak patut, meski tidak secara langsung melanggar hukum.
Penggiat hukum yang dimintai pendapat menyebut, intervensi tidak harus dalam bentuk tekanan langsung. Dalam banyak kasus, kehadiran pejabat eksekutif di institusi yudikatif dalam situasi sensitif bisa memunculkan tekanan moral dan psikologis terhadap majelis hakim.
โSecara hukum, itu bisa saja dijustifikasi sebagai silaturahmi. Tapi dalam konteks perkara korupsi, di mana namanya disebut dalam persidangan yang sedang berjalan, ini tidak etis. Kesan memengaruhi proses hukum sangat kuat,โ kata Susi SH MH
Seorang pengamat hukum pidana lainnya Monica mempertanyakan maksud kedatangan tersebut.
“Intervensi atau negosiasi? Kalau waktunya begitu sensitif, dan namanya disebut dalam sidang, maka kehadiran itu tentu menimbulkan tanda tanya,” ujarnya kepada wartawan.
Lembaga pengawas peradilan seperti Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung seharusnya turun tangan melakukan penelusuran atas situasi ini, demi menjamin integritas peradilan tetap terjaga.
Sementara itu, perkara dugaan korupsi pemotongan GU dan TU yang sedang bergulir melibatkan tiga terdakwa utama: mantan Pj Wali Kota Risnandar Mahiwa, mantan Sekda Indra Pomi Nasution, dan mantan Kabag Umum Novim Karmila.
Fakta bahwa praktik tersebut disebut masih berlangsung hingga kini, justru menambah bobot perkara. Namun hingga kini, belum ada tanda-tanda aparat penegak hukum akan memanggil atau memeriksa pejabat aktif yang disebut dalam sidangโtermasuk Wali Kota Agung Nugroho.
Keterlibatan kepala daerah aktif dalam sebuah kasus korupsi yang terungkap di ruang sidang adalah ujian besar bagi penegakan hukum di Indonesia.
Apakah KPK akan berani bertindak? Apakah hakim akan menggali lebih dalam meski berhadapan dengan kekuasaan politik? Dan apakah publik akan terus dibiarkan dalam bayang-bayang impunitas?
Semua pertanyaan itu kini mengantung, sementara keadilan di ruang sidang Pekanbaru terus diuji.