SIAK β Sengketa lahan antara warga dan PT Sekato Sejahtera Lestari (SSL) di Kabupaten Siak kini menyeret aroma konspirasi ekonomi yang lebih dalam. Setelah penetapan 13 tersangka, termasuk kepala desa dan kepala dusun, publik mencurigai keterlibatan aktor-aktor bermodal besar cukong yang diduga menggerakkan dan mendanai aksi massa. (24/06)
Polda Riau melalui Direktur Reserse Kriminal Umum, Kombes Pol Asep Darmawan, menegaskan bahwa penyidikan masih bergulir untuk membongkar siapa dalang di balik aksi pembakaran pos keamanan dan rumah karyawan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) tersebut.
βSaya sudah profiling. Ada yang menguasai 300 hektare, 400 hektare, bahkan 184 hektare. Ini bukan rakyat kecil yang berjuang untuk makan, tapi penguasa lahan ilegal. Kita curiga, mereka inilah yang menggerakkan massa. Dan saya pastikan, akan saya tangkap semua,β tegas Asep.
Pernyataan itu menyiratkan bahwa aksi yang selama ini diklaim sebagai perjuangan masyarakat adat bisa jadi hanyalah topeng. Apalagi, temuan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian lahan yang diklaim masyarakat ternyata berada di atas kebun sawit ilegal milik para cukong.
βJangan sampai pemerintah daerah salah langkah dan justru membela kelompok cukong yang berkedok rakyat,β tambah Asep, sambil mengingatkan Bupati Siak untuk melakukan verifikasi menyeluruh atas klaim masyarakat.
Polda Riau berkomitmen membuka kasus ini secara transparan, mulai dari siapa penggerak massa, siapa yang membiayai logistik aksi, hingga siapa yang menghasut dan memprovokasi konflik demi kepentingan pribadi.
βKami telusuri semua. Siapa yang bayar, siapa yang menyuruh, siapa yang memperalat masyarakat. Ini tidak boleh berhenti di pelaku lapangan, tapi harus sampai ke aktor intelektualnya,β ujar Asep.
Aksi massa yang terjadi pada 11 Juni 2025 menyebabkan kerugian besar bagi PT SSL: pos pengamanan dibakar, lima rumah karyawan hangus, dan barang milik pekerja dijarah. Pemicu utama diyakini adalah gagalnya mediasi antara perusahaan dan masyarakat, tetapi kini penyidikan menunjukkan kemungkinan besar mediasi itu sengaja digagalkan demi memantik amarah.
Pengamat konflik agraria, Dedi Siregar, menilai pola-pola semacam ini lazim terjadi dalam konflik lahan di Indonesia.
βMenggunakan rakyat sebagai tameng untuk kepentingan elite sudah jadi modus lama. Tapi hari ini, publik berharap penyidikan benar-benar transparan, dan dalangnya dibongkar tanpa pandang bulu,β ucap Dedi.
Dengan fakta tumpang tindih antara klaim masyarakat dan penguasaan ilegal oleh cukong dalam kawasan konsesi PT SSL, pertanyaan utama kini bukan lagi soal siapa yang membakar, tetapi siapa yang mengatur bakar-bakaran ini dari balik meja.
Akankah aparat berani mengungkap semuanya? Atau kasus ini akan kembali tenggelam dalam kompromi politik dan ekonomi seperti yang sudah-sudah? Waktu akan menjawab, tapi publik tak boleh diam
Eksplorasi konten lain dari ππππ π-π©π¨π¬π
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.