Mataxpost| Siak, Riau โ Kasus dugaan penjualan minyak mentah PT Bumi Siak Pusako (BSP) ke PT TIS Petroleum diduga tanpa proses tender yang kini tengah disidik Kejaksaan Agung berpotensi berhenti di tengah jalan, meski publik dan aktivis terus menuntut kejelasan dan pertanggungjawaban. (05/06)
Kasus ini kembali diperbincangkan menyusul terbongkarnya dugaan skandal megakorupsi tata kelola minyak mentah Pertamina yang diusut Kejaksaan Agung sejak bulan lalu. Dalam perkara yang menyeret keterlibatan petinggi PT Pertamina Patra Niaga dan sejumlah bos anak usaha Pertamina, ditaksir kerugian negara mencapai Rp193 triliun pada tahun 2023.
PT BSP merupakan salah satu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang mengelola Coastal Plain and Pekanbaru (CPO Blok). Sejak tahun 2022 lalu PT BSP mengelola secara tunggal ladang minyak warisan PT Chevron tersebut dengan masa konsesi hingga tahun 2042.
Sebelumnya, sejak 2002 lalu, CPP Blok dikelola secara bersama oleh PT Pertamina Hulu dengan PT BSP dalam bentuk Badan Operasional Bersama (BOB). PT BSP merupakan BUMD yang saham mayoritasnya dikuasai oleh Pemkab Siak.
Pemeriksaan Dirut BSP, Iskandar, pada 6 Mei 2025 lalu menjadi titik awal munculnya sorotan tajam terhadap praktik jual beli minyak dari ladang Coastal Plain & Pekanbaru (CPP). Namun, hingga kini belum ada penetapan tersangka dan indikasi kuat yang menunjukkan proses hukum berjalan lancar.
Kenapa kasus ini belum terungkap? Tidak adanya status tersangka meski proses penyidikan sudah berlangsung berbulan-bulan?
Potensi intervensi politik dari pihak-pihak yang berkepentingan di Pemkab Siak dan DPRD muncul ditengah publik, mengingat BSP adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dimiliki pemerintah daerah.
Minimnya desakan publik setelah aksi mahasiswa dan aktivis sempat ramai pada April 2025, kini mulai mereda.
Kurangnya kolaborasi antar lembaga pengawas, seperti KPK dan BPK, yang berpotensi memperkuat dugaan korupsi dan kerugian negara.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga disebut-sebut punya data penting terkait alur ekspor minyak mentah dari BSP ke PT TIS yang bermarkas di Singapura. Namun, peran DJBC hanya sebatas pengawasan kepabeanan dan bukan penyidik utama.
Aktivis anti korupsi menyoroti bahwa tanpa audit menyeluruh oleh BPK dan penyidikan mendalam dari KPK, kasus ini rawan menjadi skandal โmati suriโ seperti sejumlah kasus BUMD lainnya di Indonesia.
โJika tidak ada tekanan dari masyarakat dan media, kasus ini bisa jadi hanya panggung sandiwara tanpa hasil,โ tegas Bob aktivis anti-korupsi Riau.
Publik kini menunggu langkah tegas aparat penegak hukum untuk membuka semua fakta dan menjerat siapa pun yang terbukti melakukan pelanggaran. Jika tidak, dugaan penjualan minyak tanpa tender ini akan menjadi pengkhianatan terbesar terhadap rakyat Siak dan Riau yang merugi ratusan triliun rupiah.