Scroll untuk baca artikel
Example 816x612
Example floating
Example floating
Example 728x250Example 728x250
Berita ViralDugaan TipikorHukumPemerintahPemkot Pekanbaru

Skandal Obat Kedaluwarsa di 21 Puskesmas Pekanbaru: Siapa Bertanggung Jawab atas Uang Negara yang Terbuang?

1465
×

Skandal Obat Kedaluwarsa di 21 Puskesmas Pekanbaru: Siapa Bertanggung Jawab atas Uang Negara yang Terbuang?

Sebarkan artikel ini

PEKANBARU – Pertengahan Tahun 2024, publik Pekanbaru dihebohkan dengan temuan obat-obatan kadaluarsa dalam jumlah besar di 21 puskesmas. Fakta ini memunculkan pertanyaan tajam: mengapa dana negara digunakan untuk pengadaan barang yang akhirnya tidak terpakai dan harus dimusnahkan? Siapa yang harus bertanggung jawab atas pemborosan ini?

Dokumen Resmi Ungkap Ratusan Jenis Obat Kadaluarsa

MataXpost.com
Example 670x550
Tiada Kebenaran Yang Mendua

Dokumen “Berita Acara Penghapusan Barang Milik Daerah Tahun 2024” dari Panitia Penghapusan Barang Milik Daerah (BMD) Pemko Pekanbaru mengungkap bahwa sejumlah obat-obatan dan perbekalan kesehatan sudah melewati masa kadaluarsa sehingga tidak lagi bisa digunakan dalam pelayanan kesehatan.

Beberapa jenis obat dan alat kesehatan yang dihapus dari inventaris antara lain:

Amoxicillin 500 mg kapsul

Amlodipin 5 mg tablet

Paracetamol tablet 500 mg

Dexamethasone injeksi

Vitamin B Kompleks injeksi

Ranitidine tablet

Asam Mefenamat 500 mg

Lidokain HCl injeksi

Metronidazole tablet

Diazepam injeksi

Infus NaCl 0,9%

Alcohol swab, spuit, masker, dan sarung tangan medis dll.

Jumlah barang yang dihapus mencapai ratusan satuan, dengan nilai diperkirakan mencapai 1,94 Miliar yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Pekanbaru 2024.

Temuan ini menjadi gambaran kegagalan serius dalam manajemen perencanaan, pengadaan, distribusi, dan pemanfaatan obat serta logistik farmasi oleh Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru.

Panitia Penghapusan BMD 2024 terdiri dari sejumlah pejabat, antara lain:

Samto, S.STP., M.Si (Ketua)

Hj. Yulianis, S.Sos., M.Si (Wakil Ketua)

Daniel Perdana, SE

E. Zikra Habibah, SP., M.Si

Kurniawati, SE

Hafiid Hartamiarno, SE

Meski demikian, tanggung jawab tidak bisa hanya dibebankan pada panitia penghapus. Harus diusut lebih jauh siapa yang mengusulkan pengadaan, siapa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), penyedia barang, serta ada atau tidaknya keterlibatan distributor tertentu.

Koordinator Aliansi Riau Bersih, Heri Darmawan, mengecam kasus ini sebagai bukti bobroknya tata kelola anggaran kesehatan di Pekanbaru.

“Jika ratusan jenis obat harus dibuang karena kadaluarsa, berarti ada pemborosan anggaran yang sangat besar. Dinas Kesehatan harus segera diselidiki. KPK dan BPK wajib turun tangan,” tegas Heri.

Di tengah kondisi ekonomi sulit, kasus ini menjadi tamparan keras bagi akuntabilitas pemerintah daerah. Warga mempertanyakan mengapa pengadaan obat yang tidak tepat sasaran terus berulang dan mengapa belum ada sanksi tegas bagi pelaku.

Pasal 3 dan Pasal 2 UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)
Pasal 3: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara…”
Ancaman Hukuman: Penjara 1–20 tahun dan/atau denda Rp 50 juta sampai Rp 1 miliar.
✅ Relevansi: Jika pengadaan obat dilakukan asal-asalan atau bersekongkol dengan penyedia tertentu tanpa justifikasi medis, ini dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan kewenangan.

Pasal 55 Ayat (1) KUHP – Penyertaan
“Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.”
✅ Relevansi: Mencakup semua pihak dalam rantai pengadaan, mulai dari PPK, Kepala Dinas, pejabat pengadaan, hingga penyedia barang yang mengetahui pembelian berlebihan.

UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 298 ayat (1): “Penggunaan anggaran harus berdasarkan asas efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas.”
✅ Relevansi: Pengadaan obat dalam jumlah besar yang akhirnya dibuang merupakan bukti penggunaan anggaran yang tidak efisien dan tidak akuntabel.

Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Pasal 6 huruf a & b: “Pelaku pengadaan wajib menaati etika, tidak menyalahgunakan wewenang, dan menghindari pemborosan keuangan negara.”
✅ Relevansi: Jika pengadaan tidak memperhatikan masa kedaluwarsa dan kebutuhan nyata, berarti terjadi pelanggaran prinsip pengadaan.

Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
Menegaskan bahwa pengelolaan obat termasuk pemusnahan obat kadaluarsa harus sesuai prosedur yang menjamin keselamatan dan efisiensi anggaran.
✅ Relevansi: Penumpukan obat kadaluarsa menunjukkan standar manajemen farmasi yang tidak dijalankan dengan benar.

Jika aparat penegak hukum serius menangani kasus ini, maka bukan hanya kesalahan administrasi biasa. Ada indikasi kuat:

Kecurangan dalam proses pengadaan, Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat, dan pemborosan uang negara yang dapat dijerat dengan pasal-pasal pidana dan tindak pidana korupsi.

Aliansi masyarakat sipil mendesak Audit investigatif oleh Inspektorat dan BPK RI, Pemeriksaan oleh Kejaksaan Tinggi dan KPK, Penetapan pihak yang harus bertanggung jawab secara hukum dan moral.

About The Author

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 468x60