Scroll untuk baca artikel
Example 316x212
Example floating
Example floating
Example 728x250 Example 728x250
Berita ViralDugaan TipikorHukumPemerintahPilkada 2024

Skandal SPPD Fiktif 198 M, DPRD Riau: Dugaan Korupsi, Pembunuhan Karakter, dan Ambisi Kekuasaan

7046
×

Skandal SPPD Fiktif 198 M, DPRD Riau: Dugaan Korupsi, Pembunuhan Karakter, dan Ambisi Kekuasaan

Sebarkan artikel ini

"Menguak Skenario Busuk dibalik Panggung Politik Pilkada Serentak 2024". - Bagian Final 2

Katakan benar jika itu benar walaupun menyakitkan. (Mantan Pj Walikota Pekanbaru, Muflihun)

PEKANBARU – Bau amis korupsi menyeruak dari Gedung DPRD Riau. Nilainya bukan lagi sekadar miliaran rupiah. Laporan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan: kerugian negara dalam praktik Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif DPRD Riau mencapai Rp198 miliar. Tak hanya itu, di balik gelontoran dana yang seharusnya digunakan untuk kegiatan resmi, tersembunyi permainan kotor yang menyusup hingga ruang politik paling tinggi di Riau. (28/06)

Investigasi X-post selama tiga bulan serta merangkum semua informasi yang berkembang di berbagai artikel media dan ditambah keterangan dari Muflihun dan Pengacara di Gedung KPK tanggal 23 juni lalu, menyingkap bahwa dua mantan Wakil Rakyat dari DPRD Riau dan kepala daerah aktif , yaitu Wali Kota Pekanbaru Agung Nugroho (AN)  dan Bupati Indragiri Hulu Ade Agus Hartanto (AAH) diduga memainkan peran penting dalam menyusun, menyetujui, dan memanfaatkan dana SPPD fiktif. Informasi dari berbagai sumber internal menyebut bahwa dana yang berasal dari skema ini diduga kuat turut digunakan untuk membiayai kampanye Pilkada 2024.

MataXpost.com
GridArt_20250705_075843725-scaled Skandal SPPD Fiktif 198 M, DPRD Riau: Dugaan Korupsi, Pembunuhan Karakter, dan Ambisi Kekuasaan
Tiada Kebenaran Yang Mendua

“Banyak kegiatan yang tidak pernah dilakukan tapi dokumennya lengkap. Beberapa bahkan disiapkan untuk mencairkan dana di akhir tahun anggaran menjelang kampanye,” ujar sumber internal yang meminta identitasnya disembunyikan.

Kasus Mencuat Jelang Pilkada: Skenario Disusun, Tumbal Dicari

Penting untuk dipahami publik: semua ini bermula ketika akan memasuki babak pendaftaran calon di Pilkada serentak 2024, serta situasi politik lokal yang mulai memanas. Ketika mesin politik bergerak, strategi kotor diduga mulai disusun. Salah satu bagian dari skenario itu adalah: menyingkirkan pesaing yang dianggap mengancam kekuasaan.

Muflihun dan Isu SPPD Fiktif: Antara Hukum dan Skenario Politik?

Mencuatnya isu kasus perjalanan dinas (SPPD) fiktif di DPRD Riau turut menyeret nama Muflihun, mantan Sekwan sekaligus Pj Wali Kota Pekanbaru. Ia diduga menjadi target operasi politik dan diposisikan sebagai simbol pelaksana korupsi. Padahal, sejumlah bukti menunjukkan bahwa Muflihun bukan inisiator, bukan perancang, dan bukan pihak yang mengarahkan pencairan dana fiktif tersebut.

Namun karena elektabilitasnya yang tinggi dan citranya yang kuat, di mata masyarakat Pekanbaru dan menganggapnya sebagai pesaing serius Agung Nugroho dalam Pilkada 2024, walaupun kandidat calon Walikota Pekanbaru ada 5 pasang, hanya Muflihun dan Agung Nugroho lah punya elektabilitas tertinggi, saat ini muncul spekulasi liar di ruang publik. Beredar dugaan adanya skenario pembunuhan karakter terhadap Muflihun, seolah ia harus “dilenyapkan” dari gelanggang politik.

Pemeriksaan terhadap Muflihun oleh Polda Riau kemudian memperkuat narasi yang berkembang. Opini publik pun tampak digiring dalam satu arah: skema penghancuran elektabilitas lewat instrumen hukum dan kampanye negatif.

Dugaan korupsi ini bermula dari usulan kegiatan yang disusun oleh fraksi-fraksi di DPRD Riau. Nama-nama dalam usulan disiapkan oleh ketua fraksi, dikompilasi dalam Komisi I (saat itu diketuai oleh Ade Agus Hartanto) dan kemudian disahkan oleh pimpinan dewan termasuk Agung Nugroho sebagai Wakil Ketua DPRD.

Setelah “legalitas politik” disematkan, dokumen diserahkan ke Sekretariat Dewan untuk diproses pencairannya. Di sinilah nama Muflihun, mantan Sekretaris DPRD, muncul sebagai pejabat administratif yang menandatangani sejumlah dokumen. Namun, hasil investigasi menunjukkan:

Banyak dokumen yang diduga diproses tanpa kendali langsung Muflihun,

Beberapa SPT dan SPJ memiliki tanda tangan Muflihun yang diduga dipalsukan,

Dana tetap cair meski kegiatan tidak pernah dilakukan.

“Saya tidak mungkin tanda tangan semuanya. Banyak SPT yang saya tidak tahu,” ujar Muflihun dalam video viral yang diunggah akun TikTok @mataxpost.

Dokumen internal yang bocor keranah publik dan kesaksian mantan staf di sekretariat DPRD Riau menyebutkan bahwa sebagian dana cair dalam rentang Agustus hingga Desember 2023, masa yang bertepatan dengan persiapan kampanye kepala daerah pertengahan 2024,

Skema ini menguatkan dugaan bahwa korupsi SPPD fiktif bukan hanya kejahatan keuangan, tapi juga instrumen politik untuk merebut kursi kekuasaan.

Ketika kasus ini diledakkan ke publik menjelang Pilkada serentak 2024, yang paling disorot justru Muflihun. Ia dipaksa tampil di depan sebagai penanggung jawab, meski posisinya hanya pelaksana administrasi di bawah tekanan politis dewan.

“Muflihun adalah pesaing paling berat Agung Nugroho di PilwakoPilwako 2024, Maka jika benar adanya skenario pembunuhan karakter yang muncul di ruang publik kini jadi masuk akal,” kata seorang pengamat politik lokal.

Sumber internal yang diwawancarai awak media dalam keterangannya menyebutkan bahwa dugaan penghancuran karakter Muflihun dilakukan oleh sebuah kelompok secara sistematis agar tidak punya ruang bertarung dalam Pilkada. Ia dipukul dari dua sisi: opini publik dan tekanan hukum.

Nama-nama pimpinan DPRD Riau seperti Yulisman (Ketua DPRD, Golkar), Agung Nugroho (Demokrat), Hardianto (Gerindra), dan Syafaruddin Poti (PDIP), juga disebut sebagai pihak yang paling banyak melakukan perjalanan dan mengesahkan kegiatan fraksi. Namun hingga kini, belum satu pun dari mereka diperiksa secara serius oleh penegak hukum.

“Mereka tahu semua alur dan persetujuan ada di tangan mereka. Mustahil tak terlibat,” kata X salah satu pejabat di DPRD Riau (nama disamarkan)

Investigasi tim X-Post menyimpulkan bahwa (1).Dugaan korupsi SPPD dilakukan secara sistemik, bukan insidental, (2).Dana hasil pencairan sppd diduga digunakan untuk mendanai kampanye saat Pilkada, (3).Muflihun dijadikan kambing hitam untuk menjatuhkan elektabilitasnya, strategi pembunuhan karakter tersebut berhasil sukses, tapi publik belum semuanya mengetahui seperti apa sih kasus ini sebenarnya?

Pengamat politik di Pekanbaru yang tak disebutkan redaksi namanya demi keamanan menilai, bahwa skandal ini sengaja diledakkan menjelang Pilkada sebagai senjata politik, menggiring opini publik agar membenci sosok Muflihun dengan menciptakan sebuah kasus untuknya.

Publik harus sadar bahwa ini bukan sekadar kasus hukum, melainkan upaya terstruktur membunuh karakter lawan politik.

Skandal ini adalah ujian bagi integritas penegakan hukum di Riau. Jika hanya staf kecil yang diseret, sementara aktor utama justru dilantik sebagai kepala daerah, maka publik berhak bertanya: Apakah keadilan masih berpihak pada kebenaran, atau hanya alat untuk mempertahankan kekuasaan?

Demi rakyat, demi keadilan, demi kebenaran yang berpijak pada nurani. Mataxpost akan terus mengawal kasus ini hingga ke akar, hingga kebenaran berdiri di ruang publik.

Redaksi memberikan Ruang Hak Jawab terhadap nama nama yang disebutkan dalam berita, sesuai amanat UU PERS no 40 th 1999 . bersambung…

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 468x60