PEKANBARU – Nama Dr. Syahrial Abdi kembali menjadi sorotan tajam publik usai diumumkan lolos sebagai satu dari tiga besar calon Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau. Namun alih-alih disambut prestasi, pencalonan ini justru memunculkan gelombang kekecewaan dan desakan investigasi. Pasalnya, rekam jejak Syahrial selama menjabat sebagai Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau dan Komisaris Utama (Komut) BRK Syariah dinilai menyimpan catatan serius, mulai dari lemahnya pengawasan, dugaan pembiaran penyimpangan, hingga sorotan atas ketidakterbukaan anggaran di Bapenda Riau (25/06)
Syahrial Abdi dilantik sebagai Kepala Bapenda Riau pada 1 Desember 2021. Selama lebih dari dua tahun masa jabatannya hingga 2 Januari 2024, publik dikejutkan oleh temuan serius: penggelapan zakat ASN senilai Rp1,1 miliar yang terjadi dalam rentang waktu 2020–2021. Temuan ini pertama kali dilaporkan oleh Baznas Riau dan baru ditindaklanjuti setelah mencuat ke publik.
Meski Syahrial mengklaim telah menindak pelaku internal dan melapor ke Inspektorat, banyak pihak menilai bahwa kasus ini mencerminkan buruknya sistem pengawasan di Bapenda. Terlebih, tidak ada langkah korektif sistemik yang dilakukan selama ia menjabat.
“Bagaimana mungkin pejabat setingkat kepala badan tidak tahu ada dana zakat yang tidak disetor dua tahun berturut-turut? Ini kelalaian atau pembiaran?” ujar Af Noor, aktivis antikorupsi Riau.
Syahrial Abdi menduduki jabatan Komisaris Utama di Bank Riau Kepri (BRK) Syariah hingga 23 Mei 2024. Jabatan yang secara fungsi bertanggung jawab dalam hal pengawasan strategis terhadap operasional dan manajemen risiko bank.
Namun, laporan BPK Semester II Tahun 2024 kembali mengguncang. Dalam audit tersebut ditemukan:
Kredit bermasalah sebesar Rp48,57 miliar untuk 352 nasabah sawit dan Rp2,74 miliar untuk 38 nasabah perkebunan.
Agunan kredit dalam kawasan hutan produksi konversi yang bermasalah secara hukum.
Kredit macet dari PT WIN dan PT YSI senilai Rp12,34 miliar, serta tunggakan margin akad senilai Rp8,11 miliar.
Kasus korupsi di BRK Cabang Bengkalis tahun 2021 senilai Rp5,2 miliar, yang menetapkan lima tersangka.
Kejaksaan Tinggi Riau juga tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam pembagian hasil usaha BRK Syariah periode 2022–2023. Syahrial sempat diperiksa sebagai saksi pada Februari 2024.
Gabungan aktivis antikorupsi, akademisi, dan tokoh masyarakat Riau juga menyerukan agar Inspektorat dan BPK serta KPK melakukan audit menyeluruh terhadap Anggaran serta ijin yang diterbitkan oleh Dinas Perkebunan Riau yang dipimpin Syahrial Abdi, untuk diketahui Riau adalah daerah perkebunan sawit yang terluas di Sumatera.
Apakah Prosedur pengawasan internal Bapenda Riau semasa ia menjabat sudah diperbaiki,? Dan terlebih buruknya atas fungsi pengawasan Komisaris Utama di BRK Syariah yang dianggap lalai.
“Kalau publik diam, ini jadi preseden buruk. Sekda itu bukan jabatan administratif biasa. Dia pengendali utama birokrasi dan anggaran. Jika figur bermasalah naik, maka jangan heran jika masalah fiskal makin memburuk,” tegas Rinaldo putra seorang pengamat pemerintahan.
Redaksi Mataxpost menilai bahwa seleksi Sekda Riau harus melampaui formalitas administratif. Figur publik seperti Syahrial Abdi yang berada di tengah skandal dan dugaan kelemahan sistemik dalam dua institusi strategis semestinya menjadi perhatian utama Pansel Sekda. Keterlibatan baik langsung atau melalui pembiaran dalam sejumlah masalah tersebut, menjadikan urgensi bagi audit menyeluruh dan keterbukaan laporan kepada publik.
Reformasi birokrasi hanya bisa berjalan jika dimulai dari seleksi pimpinan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Jika tidak, maka rakyat Riau akan kembali menjadi korban sistem yang bobrok di balik wajah birokrasi yang tampak tenang di permukaan.
Tidak ada komentar