Pekanbaru – DPD Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) Garuda Sakti Provinsi Riau menyampaikan konfirmasi resmi kepada Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah II Riau atas dugaan pemborosan keuangan negara dalam dua proyek peningkatan jalan nasional tahun anggaran 2023. Dalam surat tertanggal 24 Juni 2025, DPD LAI GS membeberkan hasil investigasi lapangan yang menunjukkan adanya selisih mencolok antara nilai kontrak dan volume pekerjaan yang benar-benar terlaksana. (05/07)
Proyek pertama adalah peningkatan Jalan Ukui–Kapou yang dikerjakan oleh PT Donny Putra Mandiri dengan nilai kontrak Rp38,43 miliar. Hasil pengamatan fisik dan informasi dari masyarakat setempat menunjukkan pekerjaan yang terpantau di lapangan hanya meliputi agregat kelas B dan A, lantai kerja beton K-175, struktur beton K-250, serta drainase sepanjang 150 meter. Setelah dihitung berdasarkan volume dan harga satuan, total pekerjaan yang terlaksana diperkirakan hanya Rp30 miliar. Artinya, terdapat selisih Rp8,43 miliar yang diduga sebagai pemborosan anggaran.
Proyek kedua adalah peningkatan Jalan SP SP2–Lubuk Kembang Bunga, yang dilaksanakan oleh PT Inti Indokomp dengan nilai kontrak Rp31,5 miliar. Berdasarkan pengamatan dan perhitungan teknis, pekerjaan di lapangan hanya senilai Rp11,07 miliar. Selisih Rp19,79 miliar kembali dipertanyakan oleh DPD LAI Garuda Sakti sebagai bentuk indikasi kuat adanya mark-up atau penggelembungan volume pekerjaan.
Total dugaan pemborosan dari kedua proyek ini mencapai Rp28,2 miliar. Dalam surat resminya, DPD LAI Garuda Sakti menyatakan bahwa perhitungan tersebut berasal dari investigasi teknis dan keterangan masyarakat, serta diperkuat oleh temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Lembaga ini menegaskan bahwa peran kontrol sosial bukan sekadar simbolik, melainkan dijamin oleh undang-undang untuk mengawasi jalannya pengelolaan keuangan negara.
Sayangnya, alih-alih bersikap terbuka, pejabat Satker PJN Wilayah II justru memilih menutup ruang komunikasi. “Selaku kita kontrol sosial, sangat tidak pantas seorang Satker main blokir-blokir ketika dipertanyakan surat konfirmasi. Lebih tidak pantas lagi ketika dia buang badan dengan alasan bahwa itu urusan orang terdahulu. Padahal hasil investigasi kita, termasuk temuan BPKP, menunjukkan adanya kejanggalan yang serius,” tegas Ketua DPD LAI Garuda Sakti, Hondro.
Lembaga ini juga secara terbuka meminta Kejaksaan Tinggi Riau untuk turun tangan dan memeriksa pejabat Satker PJN II berinisial Hendra, yang diduga terlibat dalam lingkaran korupsi. “Kami mengharapkan kepada Kejati Riau untuk segera memeriksa pejabat Satker PUPR atas nama Hendra. Jangan sampai dugaan ini berlalu begitu saja. Uang rakyat harus dipertanggungjawabkan, dan siapa pun yang terlibat wajib diperiksa secara hukum,” ujar Hondro.
Langkah konfirmasi dan desakan ini merujuk pada sejumlah dasar hukum, di antaranya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih. Surat konfirmasi DPD LAI juga telah ditembuskan kepada KPK, Kejaksaan Agung, BPK, Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan, Polda Riau, dan berbagai media.
Disertai dokumentasi lapangan dari kedua proyek, DPD LAI Garuda Sakti menyatakan akan terus mengawal kasus ini sampai ada tindak lanjut hukum yang jelas. Mereka juga membuka opsi untuk membawa persoalan ini ke tingkat nasional jika Kejati Riau tidak segera mengambil langkah hukum.
“Kami tidak akan berhenti. Ini soal uang negara. Ini soal moral. Dan ini soal hukum. Jika negara serius memberantas korupsi, maka Satker seperti ini harus diperik ssecara transparan dan diproses secara hukum,” pungkas Hondro.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak terkait belum memberikan klarifikasi resmi atas laporan tersebut
Tidak ada komentar