JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengungkap fakta mengejutkan terkait maraknya pungutan liar (pungli) yang menjerat para sopir truk di berbagai daerah. Dalam konferensi pers pada Kamis, 17 Juli 2025, AHY menyebutkan bahwa satu unit truk bisa kehilangan hingga Rp100 juta hingga Rp150 juta per tahun hanya untuk membayar pungli di lapangan.
> “Kita harus cegah dan tertibkan. Tindakan harus tegas. Angka itu sangat besar dan jelas membebani sopir,” tegas AHY.
Pernyataan ini menyoroti beban ekonomi luar biasa yang ditanggung para sopir, bukan karena biaya operasional sah, melainkan akibat ulah oknum aparat di berbagai titik jalan nasional dan daerah. AHY menegaskan, pemerintah akan menggandeng kementerian dan lembaga pengawasan lainnya untuk memberantas praktik ini.
Meski tak menyebutkan lokasi secara eksplisit, fenomena ini dengan cepat mendapat pembenaran dari berbagai temuan di lapangan. Salah satu contoh terbaru terjadi di Jembatan utama Kabupaten Siak, Riau, di mana sejumlah oknum petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Siak diduga kuat melakukan pungli secara sistematis terhadap setiap mobil angkutan yang melintas.
Dikutip dari salah satu Investigasi yang dilakukan wartawan RiauTime pada Minggu malam, 20 Juli 2025, mengungkap modus tak lazim namun terencana. Dalam pantauan langsung, sopir terlihat melemparkan uang ke jalan, yang kemudian diambil petugas Dishub secara diam-diam dengan cara menendang uang ke tepi jalan dan menyimpannya ke dalam saku.
Ketika dikonfirmasi, oknum petugas menolak memberikan keterangan. Namun para sopir membenarkan bahwa pungli tersebut bukan hal baru. Bahkan sudah dianggap “kewajiban” yang harus dibayar agar kendaraan mereka tak dihalangi.
> “Mobil bermuatan diminta Rp50.000 sampai Rp60.000, yang kosong pun tetap dipalak Rp20.000. Kalau tak bayar, kadang disuruh putar balik,” kata Andi, salah seorang sopir truk yang kerap melintasi jembatan Siak.
Pengakuan lain datang dari Irwan, sopir lainnya, yang menyebut bahwa beberapa perusahaan angkutan bahkan sampai menyisihkan dana khusus untuk membayar setoran rutin ke Dishub.
> “Bos kami yang urus setoran bulanan ke oknum Dishub supaya jalan kami lancar. Kami tak punya kuasa menolak,” ungkap Irwan.
Kasus ini menguatkan pernyataan AHY bahwa praktik pungli terhadap sopir truk bukan hanya terjadi di satu-dua titik, melainkan sudah mengakar dan dilakukan secara terstruktur di berbagai daerah. Pemerintah pusat memang belum merinci daerah rawan, namun kasus di Siak dapat menjadi salah satu contoh konkret betapa merugikannya praktik pungli bagi sektor logistik dan pekerja di akar rumput.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak Dinas Perhubungan Kabupaten Siak maupun Bupati Siak, Afni. Namun desakan publik untuk mengusut tuntas praktik ini mulai bergema di media sosial.
Pungli di jalanan bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi pembunuhan perlahan terhadap mata pencaharian ribuan sopir truk yang menjadi tulang punggung distribusi logistik nasional.
Pemerintah ditantang untuk tidak hanya mengeluarkan pernyataan keras, tapi menindak tegas pelaku di lapangan. Siak hanyalah salah satu titik berapa banyak lagi yang belum terbongkar?
Tidak ada komentar