x

SPMB Riau 2025: Ribuan Siswa Tak Tertampung, Sistem Dipimpin Pejabat “Gagal” Transparan

waktu baca 4 menit
Selasa, 1 Jul 2025 22:48 6 Editor

Pekanbaru – Skandal Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA/SMK Negeri di Provinsi Riau tahun ajaran 2024/2025 telah mencoreng janji besar pemerintah. Janji Gubernur Riau Abdul Wahid bahwa โ€œtidak ada anak Riau yang putus sekolahโ€ kini menjadi bahan sindiran publik. Ribuan siswa lulusan SMP tak tertampung di sekolah negeri, tanpa solusi nyata dari pemerintah provinsi. (02/07)

Data resmi dari Dinas Pendidikan Provinsi Riau mencatat sebanyak 97.638 siswa mendaftar ke SMA/SMK negeri, sementara daya tampung hanya 92.965 kursi. Akibatnya, lebih dari 4.600 siswa tersisih dari sistem. Ironisnya, program BOSDA Afirmasi yang diklaim menjadi jalur penyelamat hanya menampung 2.000 siswa, dan itu pun hanya untuk Kota Pekanbaru. Sisanya, sekitar 2.600 anak, seperti dibuang dari hak pendidikannya.

Pemerintah provinsi tidak menyiapkan rencana darurat, tidak menambah kuota afirmasi untuk daerah lain, dan tidak pula mengambil langkah cepat menyisir anak-anak terdampak. Kegagalan ini membuat publik bertanya: untuk apa program prioritas pendidikan yang digaungkan jika di lapangan justru anak-anak kehilangan bangku sekolah?

โ€œKalau sistem sudah “gagal” dan anak-anak terlantar, lalu gubernur diam saja, untuk apa janji politik itu dibuat?โ€ sebelumnya Gubernur Abdul Wahid sudah diperingatkan agar tidak menempatkan pejabat yang tak berkompeten untuk memimpin Dinas Pendidikan Riau, tetapi saat ini kita justru melihat seorang pemimpin sombong yang tak mau mendengar, ujar Ricky Koordinator Koalisi Pendidikan Rakyat Riau. Kegeraman itu mencerminkan betapa jauhnya kebijakan dari rasa tanggung jawab moral terhadap masa depan generasi muda.

Situasi ini sangat kontras dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya pendidikan gratis dan merata untuk seluruh rakyat. Dalam pidatonya, Prabowo menjanjikan gizi gratis untuk anak sekolah, membangun sekolah baru, dan menaikkan anggaran pendidikan. Tahun 2025, alokasi APBN untuk pendidikan ditetapkan sebesar Rp665 triliun. Tapi janji besar itu tampaknya tak berjalan di Riau.

Di sisi lain, sistem SPMB Riau justru disinyalir sarat kecurangan. Laporan yang masuk ke redaksi menyebutkan sejumlah pola penyimpangan, seperti masuknya siswa โ€œtitipanโ€ dari pejabat, pemalsuan dokumen domisili (KK dadakan), manipulasi sertifikat jalur prestasi, serta minimnya sosialisasi jalur manual di daerah.

Sejumlah sekolah favorit di Pekanbaru dan Kampar diduga menjadi episentrum permainan ini. Bahkan ada dugaan bahwa kursi sekolah diperjualbelikan secara diam-diam melalui oknum panitia. Beberapa wali murid mengaku ditawari โ€œjalur belakangโ€ dengan imbalan uang hingga puluhan juta rupiah.

Peringatan dari Ombudsman RI dan Kemendikbudristek yang sebelumnya telah memberi catatan merah untuk PPDB Riau, tidak digubris oleh Dinas Pendidikan. Plt Kadisdik Riau Erisman Yahya yang pernah menyatakan bahwa sistem telah siap dan adil, kini memilih bungkam. Sekretaris Disdik Arden Simaru pun belum memberi klarifikasi meski sorotan publik makin tajam.

Amarah publik kini mengkristal dalam berbagai tuntutan. Masyarakat, aktivis pendidikan, wali murid, hingga mahasiswa mendesak pencopotan Erisman Yahya dan Arden Simaru. Selain itu, mereka meminta agar seluruh tim perancang SPMB diperiksa, audit digital forensik dilakukan terhadap seluruh data pendaftaran, dan kepala sekolah atau panitia yang terbukti terlibat diberi sanksi pidana maupun administratif.

Masyarakat juga mendesak agar pemerintah provinsi segera menambah kuota BOSDA afirmasi di seluruh kabupaten/kota, minimal untuk 4.000 siswa yang tereliminasi. Tanpa itu, ribuan anak akan terus menunggu belas kasihan atau terpaksa masuk ke sekolah swasta yang mahal.

Situasi ini bukan hanya tentang statistik atau kelalaian teknis. Ini adalah krisis moral dan kegagalan birokrasi. Banyak orang tua menangis karena tak bisa menyekolahkan anaknya. Tak sedikit siswa yang mengalami tekanan mental karena merasa tertolak oleh sistem yang seharusnya melindungi mereka.

โ€œIni bukan sekadar kegagalan teknis. Ini soal hak pendidikan dan nasib ribuan anak yang dikhianati. Kalau aparat hukum dan gubernur tetap diam, wajar kalau publik menganggap ini adalah kegagalan yang disengaja,โ€ kata Mustakin Aktivis pendidikan

SPMB Riau 2025 mencerminkan bagaimana birokrasi yang tidak kompeten bisa menghancurkan harapan rakyat. Ketika ribuan siswa berjuang demi kursi sekolah, para pejabat justru saling diam dan lempar tanggung jawab.

Sementara Presiden Prabowo bicara soal gizi gratis, akses pendidikan gratis, dan peningkatan sekolah di daerah, Pemerintah Provinsi Riau justru menunjukkan contoh paling buruk dari sistem pendidikan yang ditelantarkan.

Jika tidak ada pembenahan serius, maka sejarah akan mencatat, anak-anak Riau terancam tak sekolah, akibat pejabat yang lebih mementingkan pencitraan.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x