x

Beda Nasib: Pejabat Bebas Pajak, Rakyat Kecil Terbebani

waktu baca 3 menit
Rabu, 27 Agu 2025 22:00 56 Editor

Riau, 27 Agustus 2025 β€” Kebijakan perpajakan yang digulirkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati semakin mengundang kontroversi. Meskipun bertujuan untuk memperbaiki sistem perpajakan dan menciptakan keadilan fiskal, kebijakan-kebijakan tersebut dinilai justru semakin membebani rakyat kecil, sementara pejabat negara dan anggota legislatif yang seharusnya memikul tanggung jawab lebih besar, malah terkesan mendapat perlakuan istimewa.

Salah satu kebijakan yang paling disorot adalah penerapan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang meskipun menyederhanakan beberapa aturan pajak dan menurunkan tarif PPh bagi masyarakat berpenghasilan rendah, justru menambah beban pajak rakyat kecil.

Masyarakat yang sudah terbebani dengan biaya hidup yang terus meningkat, tetap diwajibkan untuk membayar pajak, sementara banyak pejabat pusat hingga daerah, serta anggota DPR dan DPRD, justru dibebaskan dari kewajiban pajak. Pajak mereka dibayar menggunakan anggaran negara melalui APBN atau APBD, yang pada kenyataannya juga berasal dari uang pajak rakyat.

“Sangat ironis bahwa sementara rakyat kecil dipaksa untuk terus membayar pajak mereka, para pejabat yang seharusnya memberikan contoh justru bebas pajak. Uang pajak rakyat digunakan untuk menggaji mereka. Inilah yang menciptakan ketidakadilan fiskal yang nyata,” ungkap Ricky Fathir Ketua Harian SATU GARIS Provinsi Riau.

Menurutnya, kebijakan perpajakan yang ada menunjukkan pengabaian terhadap prinsip keadilan sosial, yang seharusnya memastikan bahwa setiap orang berkontribusi sesuai dengan kemampuannya.

Kebijakan pajak yang diterapkan melalui tax amnesty II atau pengampunan pajak, serta kebijakan pajak karbon dan pajak sektor digital, meskipun tujuannya untuk mendanai pembangunan berkelanjutan, juga dianggap lebih berpihak kepada korporasi besar dan sektor-sektor yang memiliki sumber daya lebih.

Sementara rakyat kecil yang menggantungkan hidup pada upah harian, harus tetap menanggung beban pajak tanpa mendapatkan keuntungan langsung dari kebijakan tersebut.

Dalam konteks ini, selain beban pajak yang dirasakan oleh rakyat kecil, ketimpangan anggaran negara juga semakin jelas. Pajak yang dibayarkan oleh rakyat digunakan untuk menggaji pejabat-pejabat tinggi, yang menikmati fasilitas dan tunjangan besar yang tidak sebanding dengan kontribusi mereka terhadap negara.

“Pajak rakyat kecil digunakan untuk menggaji mereka yang sudah sangat berkecukupan. Sementara rakyat yang semakin sulit memenuhi kebutuhan hidup, tetap saja dibebani kewajiban pajak yang tidak ringan,” tambah Ketua Harian SATU GARIS Provinsi Riau, yang semakin mempertegas bahwa kebijakan pajak yang ada justru memperburuk ketimpangan sosial.

Kritik terhadap kebijakan perpajakan ini tidak hanya datang dari kelompok masyarakat, tetapi juga berbagai pengamat ekonomi yang menilai bahwa reformasi pajak yang dilakukan pemerintah belum cukup untuk menciptakan keadilan sosial yang diharapkan.

Pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan ini agar lebih mengutamakan kesejahteraan rakyat kecil dan memastikan bahwa pajak yang dipungut benar-benar digunakan untuk kepentingan publik secara adil.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x