Mataxpost | Riau- Di tanah pegunungan yang diselimuti kabut, di antara punggung Merapi dan Danau Singkarak, sebuah bangsa membangun peradaban dengan adat dan kearifan yang unik. Bangsa Minang yang terkenal dengan sebutan Minangkabau, nama yang menggema bukan hanya di Sumatra Barat, tetapi juga di sudut-sudut jauh Nusantara. Di abad ke-20, mereka hadir di panggung besar republik: Tan Malaka yang lantang menggugat kolonialisme, Hatta yang memimpin bangsa menuju kemerdekaan, Sjahrir yang memandu diplomasi di tengah badai revolusi.
Ada pula Chairil Anwar yang menggetarkan dunia sastra, Emil Salim yang menapaki tangga akademia, Hamka yang memimpin umat dengan kata dan iman. Di bidang politik, ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, dan sosial-keagamaan, nama-nama Minang melesat bak bintang di langit sejarah.
Namun kejayaan itu bukan bunga yang tiba-tiba mekar. Akarnya telah tertanam dalam-dalam sejak berabad lampau, dalam tradisi *merantau* yang mendorong anak-anak muda Minang meninggalkan rumah, menjelajah negeri-negeri jauh, dan tak jarang menduduki singgasana.
Mochtar Naim, dalam disertasinya *Merantau*, mencatat jejak panjang para perantau ini: dari lembah-lembah Minangkabau, mereka membawa adat, kepemimpinan, dan keberanian menyeberangi batas.
Berawal kisah sekitar abad ke-7, seorang lelaki dari lereng Merapi, bernama Dapunta Hyang Sri Jayanasa, ia memimpin rombongan menyusuri sungai, menembus hutan, dan tiba di tepian Sungai Musi. Dari sana, ia mendirikan Kerajaan Sriwijaya, imperium besar yang menguasai jalur perdagangan Asia Tenggara. Namanya terukir dalam Prasasti Kedukan Bukit sebuah catatan yang masih memancing perdebatan para sejarawan tentang dari mana tepatnya ia berangkat, namun banyak tambo yang menunjuk ke Minangkabau.
Abad-abad berikutnya, darah Minangkabau mengalir di tubuh Majapahit. Sri Jayanagara, raja kedua kerajaan itu, lahir dari Dara Petak, permaisuri Dharmasraya di Sumatra. Sepupunya, Adityawarman, menjadi duta ke Tiongkok, lalu perdana menteri Majapahit, sebelum pulang untuk membangun Pagaruyung.
Sebuah kerajaan yang menguasai hampir seluruh Sumatra dan Semenanjung Malaysia. Di tengah kisah itu, nama Gajah Mada berdiri bak monumen. Asal-usulnya diselimuti kabut misteri, namun sebagian cerita rakyat mengaitkannya dengan tanah Minang, tanah yang melahirkan para pemimpin tangguh, dan para pendekar sakti. Sebab para Raja keturunan Pagaruyung yang sakti lah menjadi Raja Raja di pulau Sumatera hingga Malaka, negeri Sembilan dan Brunei Darussalam.
Gelombang perantau Minang menyapu utara Nusantara. Di tahun 1390, Raja Bagindo mendirikan Kesultanan Sulu. Di Brunei, Awang Alak Betatar, yang bergelar Sultan Muhammad Shah, memulai dinasti yang kelak menjadi kerajaan kaya di tepi Borneo. Di Serawak, bangsawan Minangkabau hadir bahkan dalam penobatan James Brooke sebagai raja.
Di barat Sumatra, Kesultanan Indrapura mengirimkan pengaruhnya hingga Aceh. Sultan Buyong, putra raja Indrapura, naik tahta di Kutaraja pada 1586, mengikuti jejak iparnya, Sultan Sri Alam. Namun intrik dan dendam mengakhiri pengaruh Indrapura di Aceh dengan pembunuhan Buyong pada 1596. Dari jalur Pagaruyung yang lain, lahirlah Raja Kecil, yang mendirikan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada 1723. Siak berkembang menjadi kekuatan laut yang membentang dari Sumatra Timur hingga Sambas, menaklukkan wilayah demi wilayah di Semenanjung.
Gelombang migrasi Minangkabau juga membawa adatnya ke semenanjung itu sendiri. Pada 1773, Negeri Sembilan berdiri dengan Raja Melewar dari Pagaruyung di pucuk pimpinan. Negeri itu memelihara adat matrilineal dan sistem Datuk Perpatih. Dari garis keturunannya lahir Tuanku Abdul Rahman, yang pada 1957 menjadi Yang Dipertuan Agung pertama Malaysia.
Di pedalaman Tapanuli, Sisingamangaraja yang termasyhur sebagai Raja Batak diyakini oleh Raffles sebagai keturunan Minang yang diangkat Pagaruyung. Hingga awal abad ke-20, para keturunannya masih setia mengirim upeti ke ranah Minang.
Ketika abad ke-20 tiba, semangat mempersatukan Nusantara kembali menyala. Muhammad Yamin, sastrawan dan sejarawan Minang, menghidupkan mimpi Gajah Mada dalam bentuk yang baru: mempersatukan rakyat Hindia-Belanda di bawah satu bangsa, bahasa, dan tanah air. Pada Oktober 1928, lewat Sumpah Pemuda, impian itu menemukan wujudnya.
Sejarah ini mengalir seperti sungai dari gunung ke laut dimulai di tanah Minangkabau, bercabang ke berbagai negeri, lalu kembali memupuk kejayaan baru. Dari Dapunta Hyang di Sriwijaya, Adityawarman di Pagaruyung, para sultan di Aceh, Siak, Sulu, Brunei, Negeri Sembilan, hingga para tokoh modern di republik muda yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bangsa Minang meninggalkan jejak di setiap babak sejarah Nusantara. Abad ke-20 hanyalah kelanjutan dari riwayat panjang itu sebuah kisah bangsa yang rumahnya di tanah tinggi, tetapi pengaruhnya menjangkau samudra.
Keturunan Minangkabau Pendiri/Penguasa Kerajaan di Nusantara
1. Sriwijaya – Dapunta Hyang Sri Jayanasa (asal Dharmasraya – Minangkabau)
2. Majapahit – Sri Jayanagara (keturunan Dharmasraya), Adityawarman (pendiri Pagaruyung),
3. Kesultanan Sulu – Raja Bagindo (1390)
4. Brunei & Sarawak – Awang Alak Betatar (Sultan Muhammad Shah) dan bangsawan Minangkabau lainnya
5. Kesultanan Aceh – Sultan Buyong & Sultan Sri Alam dari Indrapura
6. Kesultanan Siak Sri Indrapura – Raja Kecil (Abdul Jalil Rahmad Syah I)
7. Negeri Sembilan – Raja Melewar (1773) dan keturunannya, termasuk Tuanku Abdul Rahman (Yang Dipertuan Agong pertama Malaysia)
8. Tapanuli (Batak) – Sisingamangaraja (vassal Pagaruyung menurut catatan Raffles)
9. Kesultanan Bintan – Peran bangsawan Minangkabau sebelum dan sesudah runtuhnya Malaka
10. Kesultanan Daik Lingga – Hubungan darah bangsawan Minangkabau melalui Riau daratan
11. Kerajaan Gunung Sahilan (Kampar) – Didirikan bangsawan Minangkabau di jalur perdagangan Sungai Kampar
12. Kerajaan Tambang (Kampar) – Kerajaan kecil di Kampar dengan penguasa berdarah Minangkabau
Bagus sekali! Kalau kamu mau, aku bisa bantu poles sedikit supaya lebih lancar dan sedikit lebih padat, biar makin mudah dibaca dan dipahami. Begini versi yang sudah sedikit diperhalus:
Hubungan dan Perbedaan Melayu (ME), Malayu (MA), dan Minangkabau dalam Sejarah Kerajaan Nusantara
Interaksi dan Pewarisan Budaya, Bangsa Malayu dari kerajaan kuno Sumatra Timur seperti Malayu dan Sriwijaya menjadi pondasi utama perkembangan kesultanan Melayu pesisir seperti Johor dan Malaka, yang membentuk identitas Melayu di Asia Tenggara.
Sedangkan Minangkabau, sebagai induk budaya di dataran tinggi, juga berperan penting dengan interaksi dan asimilasi bersama masyarakat Melayu pesisir. Tradisi merantau Minangkabau memberi warna unik dalam sejarah Nusantara. Pada masa kolonial, penguasa Eropa mempertegas pembagian etnis ini, meski sejarah sebenarnya jauh lebih kompleks dan saling terkait.
Tidak ada komentar