SELATPANJANG β Sengketa lahan antara Swandi, warga Selatpanjang, dengan sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam mafia tanah, kini memasuki babak baru yang menyita perhatian publik. Selain karena dugaan perampasan tanah milik Swandi, keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis dalam perkara terbaru ini menuai sorotan karena diduga cacat hukum.(03/08)
Swandi sebelumnya mengajukan gugatan terhadap tiga nama yang diduga sebagai mafia tanah, yakni Liong Tjai, Apeng, dan Bin Kian. Dalam proses persidangan, turut menjadi sorotan adalah tindakan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kepulauan Meranti yang secara sepihak memasang plang aset pemerintah di atas tanah milik Swandi, padahal lahan tersebut telah memiliki alas hak dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas nama Swandi sendiri.
Yang mengejutkan, dalam proses persidangan, pihak tergugat justru mengajukan gugatan rekonvensi dengan materi perkara lama yang sebenarnya telah dicabut oleh Swandi di persidangan sebelumnya. Anehnya, Majelis Hakim PN Bengkalis menerima dan mengabulkan gugatan rekonvensi tersebut, bahkan menjatuhkan putusan agar Swandi membayar ganti rugi kepada tergugat sebesar Rp12 juta lebih.
Padahal, perkara yang dijadikan dasar rekonvensi tersebut adalah sengketa lama antara Swandi dan Liong Tjai cs yang telah dicabut dan tidak pernah sampai pada tahap putusan inkracht. Gugatan lama tersebut memuat dalil tentang dugaan penyerobotan tanah Swandi oleh Liong Tjai serta klaim perusakan batas berupa pemotongan kawat oleh pihak Swandi. Setelah gugatan itu dicabut, secara tiba-tiba pihak BPKAD Meranti masuk memasang plang aset di atas tanah yang disengketakan.
Praktik ini menimbulkan kecurigaan publik bahwa materi rekonvensi dimanfaatkan untuk “menghidupkan kembali” sengketa lama yang telah gugur secara hukum. Sejumlah pihak menilai putusan hakim mengandung cacat formil dan materil, serta tidak sesuai dengan asas fair trial, karena menggali materi dari perkara lama yang tidak pernah diputuskan secara sah.
“Ini adalah bentuk kriminalisasi terselubung. Hakim patut diduga telah melanggar kode etik dan prinsip netralitas dengan menerima gugatan rekonvensi yang tidak relevan secara hukum. Swandi jelas adalah korban dari praktik mafia tanah dan manipulasi hukum,” kata Ketua Umum SATU GARIS, Ade Monchai, dalam pernyataan resminya.
Tak hanya hakim, Ade juga menyoroti peran BPKAD Meranti yang dinilai telah melanggar prinsip administrasi negara dengan secara sepihak menyatakan tanah Swandi sebagai aset pemerintah tanpa proses hukum yang sah.
“BPKAD tidak bisa tiba-tiba memasang plang aset tanpa putusan pengadilan yang sah disini kita lihat praktek ” Abuse of Power”, Jika benar tanah itu aset pemerintah, lalu kenapa sebelumnya dikuasai oleh pihak swasta, bukan pemerintah? Artinya Swandi adalah korban. Pejabat BPKAD hingga camat dan lurah terkait harus diperiksa secara intensif untuk memberi efek jera,” tegasnya.
SATU GARIS bahkan menuding bahwa oknum di BPKAD Meranti diduga kuat telah bersekongkol dengan Liong Tjai, Apeng, dan Bin Kian yang dikenal luas sebagai jaringan mafia tanah yang telah lama menguasai sejumlah lahan strategis di Kepulauan Meranti. Dugaan persekongkolan ini menguat setelah muncul indikasi koordinasi tidak resmi antara oknum birokrat dan pihak tergugat dalam berbagai tahapan perkara.
Kasus ini menjadi potret buram penegakan hukum di daerah, di mana praktik mafia tanah, kolusi birokrasi, dan dugaan penyalahgunaan wewenang aparat penegak hukum saling terkait satu sama lain. Jika tidak segera ditindaklanjuti, bukan hanya Swandi yang akan menjadi korban, tetapi juga kepastian hukum masyarakat luas di Kepulauan Meranti.
SATU GARIS menyerukan kepada aparat penegak hukum, termasuk Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Yudisial, untuk turun tangan melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap peran oknum BPKAD, camat, lurah, hingga hakim yang terlibat dalam putusan bermasalah ini. Sudah saatnya mafia tanah dan jaringannya dibongkar sampai ke akar, agar keadilan benar-benar berpihak pada rakyat, bukan pada pemilik kuasa dan uang.
Redaksi Mataxpost.com akan terus mengawal perkembangan kasus ini hingga titik terang terungkap sepenuhnya