Mataxpost | Siak, – Pemerintah Kabupaten Siak tengah mencari Sekretaris Daerah baru. Namun alih-alih disajikan kandidat dengan rekam jejak bersih, yang muncul justru nama-nama pejabat yang dibayangi dugaan korupsi. Dari telur asin, proyek IT, hingga skandal kebersihan bernilai miliaran rupiah. Pertanyaannya: mengapa Kejaksaan diam? (15/09)
Dari penelusuran tim X-Post di lapangan, setelah menghimpun informasi dari internal birokrasi, keterangan masyarakat, hingga artikel berita yang telah dipublikasikan sejumlah media independen, terungkap fakta mengejutkan. Calon-calon Sekda Siak yang dinyatakan lolos seleksi ternyata tidak sepenuhnya bersih. Justru ditemukan catatan buruk dalam rekam jejak merekaโjejak dugaan korupsi yang masih membekas dan belum tuntas diproses hukum.
Berikut hasil penelusuran tim X-Post:
Mahadar, salah satu calon kuat, terseret dalam kasus pengadaan telur asin untuk program percepatan penurunan stunting pada anak TK, PAUD, dan RA. Program ini berjalan di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Siak pada 2023โ2024, ketika ia masih menjabat sebagai kepala dinas.
Untuk diketahui bahwa Kejari Siak sudah mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor PRIN.02/L.4.17/Fd.1/07/2025, tertanggal 10 Juli 2025, dan Mahadar resmi dipanggil untuk dimintai keterangan. Indikasi perbuatan melawan hukum dalam pengadaan sudah tercium, tetapi publik masih menunggu apakah proses ini berani naik ke tahap serius.
Nama lain yang juga maju adalah Romy Lesmana Dermawan, Kepala Dinas Kominfo Siak. LSM Benang Merah Keadilan (BMK) Riau menemukan indikasi mark up besar dalam tiga proyek yang dikelola Diskominfo.
Pada Januari 2023, pengadaan tiga unit server HPE ProLiant DL380 Gen10 menelan anggaran Rp1,25 miliar, padahal harga pasaran tak lebih dari Rp120 juta per unit. Selisihnya mencapai Rp900 juta. Oktober 2024, giliran proyek videotron dua unit dengan nilai Rp4,62 miliar, sementara harga pasar hanya Rp1,2 miliar per unit.
Potensi kerugian lebih dari Rp2 miliar. Lalu pengadaan internet untuk sekolah tahun 2024, dikontrak Rp1,93 miliar, padahal harga pasaran separuhnya. Selisih nyaris Rp967 juta. Total dugaan kerugian lebih dari Rp3,8 miliar.
Laporan BMK sudah masuk ke aparat hukum sejak April 2025, namun hingga kini belum ada langkah nyata. Romy sendiri tak menjawab panggilan media, memilih bungkam.
Sementara itu, nama Ali Amran, mantan Kabid Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 DLH Siak, juga tersangkut dalam laporan dugaan korupsi. Pada 2018, sejumlah pos anggaran kebersihan diduga diselewengkan: belanja peralatan kebersihan, BBM, perawatan kendaraan dinas, hingga gaji buruh TPA. Nilai dugaan kerugian mencapai Rp21 miliar dari APBD Siak.
Laporan resmi sudah diserahkan DPD KNPI Riau ke Kejati pada Maret 2022 dengan ratusan bundel berkas sebagai bukti. Namun tiga tahun berlalu, kasus ini tetap mengendap tanpa tersangka.
Tiga nama calon Sekda, tiga laporan dugaan korupsi, tiga lembaga masyarakat yang sudah menggedor pintu Kejaksaan. Tapi hasilnya sama: sunyi. Kritik publik kian keras, menilai Kejaksaan tebang pilih. Kasus rakyat kecil bisa diproses kilat, tapi dugaan korupsi miliaran yang menyeret pejabat strategis justru dibiarkan mengambang.
Kursi Sekda adalah jantung birokrasi, pengendali anggaran daerah. Tetapi di Siak, jabatan ini kini diperebutkan oleh orang-orang dengan bayangan kasus hukum. Mahadar dengan telur asinnya, Romy dengan proyek IT miliaran rupiahnya, Ali Amran dengan skandal Rp21 miliar di DLH.
Dan jika Kejaksaan terus diam, publik patut bertanya lebih keras: apakah hukum di negeri ini hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas? Atau Siak memang sedang menyiapkan Sekda dari rahim korupsi?
Akankah mereka benar-benar lolos menjadi Sekda definitif Kabupaten Siak? Pertanyaan ini bukan tanpa alasan. Publik tentu masih ingat bagaimana di Pemprov Riau, belum lama ini Syahrial Abdi Sekdaprov yang tetap bisa dilantik meski rekam jejaknya tidak sepenuhnya bersih. Dugaan korupsi, laporan masyarakat, bahkan sorotan media tidak menjadi penghalang.
Fenomena ini menimbulkan ironi: seakan-akan jabatan strategis bisa ditentukan bukan oleh integritas, melainkan oleh seberapa banyak โdosaโ yang bisa ditoleransi. Jika benar demikian, maka proses seleksi Sekda di Siak bukan lagi soal mencari pemimpin birokrasi yang bersih, melainkan soal siapa yang catatan kelamnya dianggap โpaling ringanโ.
Lalu, apakah Siak akan mengulang pola yang sama? Melantik Sekda dari deretan nama yang dibayangi kasus hukum, dengan pertimbangan bahwa dosa mereka lebih sedikit ketimbang yang lain? Jika ini terjadi, publik bisa memastikan: birokrasi di Siak sedang dipertaruhkan di meja yang salah.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak-pihak yang disebutkan. Redaksi akan memperbarui pemberitaan seiring dengan informasi terbaru.
Disclaimer: Tulisan ini bersifat laporan investigatif berbasis dokumen dan keterangan publik. Redaksi membuka hak jawab sepenuhnya bagi pihak-pihak yang disebutkan
Tidak ada komentar