Pekanbaru, 20 Agustus 2025 – LSM Satu Garis (Suara Aspirasi Terdepan Untuk Gerakan Reformasi Integritas dan Supremasi Hukum) Riau resmi melaporkan dugaan penyimpangan anggaran di Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) III ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Ketua Umum LSM Satu Garis menegaskan bahwa selain menempuh jalur hukum, pihaknya juga akan menggelar aksi damai dalam waktu dekat untuk menuntut transparansi dan penegakan hukum atas kasus tersebut.
Ketua Harian LSM Satu Garis Riau Ricky Fathir menambahkan, dugaan penyimpangan anggaran negara kali ini menyeret BWSS III, unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Berdasarkan dokumen internal yang diperoleh redaksi, BWSS III diduga kuat menggunakan dana penanganan bencana untuk membiayai kegiatan Operasi dan Pemeliharaan (OP) I Tahun Anggaran 2025. Dalam praktiknya, kegiatan tersebut dinilai tidak memenuhi unsur kedaruratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kegiatan dengan nilai sekitar Rp500 juta itu dikelola oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berinisial YB, yang dikenal dengan nama panggilan S, di bawah tanggung jawab Kepala BWSS III berinisial SAR, S.T., M.T. Meski dana bersumber dari pos tanggap darurat dalam APBN, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilaksanakan sejatinya merupakan kegiatan pemeliharaan rutin.
Padahal, secara kewenangan, pemeliharaan infrastruktur tersebut berada di bawah Dinas Bina Marga Pemerintah Provinsi Riau. Hingga berita ini diterbitkan, pekerjaan fisik tersebut masih berlangsung tanpa plang informasi resmi dan tanpa keterlibatan instansi teknis kebencanaan.
Dokumen yang diperoleh juga mencatat pencairan dana pada tahun sebelumnya, yakni Rp900 juta pada 2023 dan Rp1 miliar pada 2024. Dana tersebut diklaim digunakan untuk penanganan bencana di Kabupaten Rokan Hulu dan Kuok, Kabupaten Kampar.
Namun hasil pengecekan di lapangan tidak menunjukkan adanya kegiatan terkait, bahkan warga di dua lokasi itu mengaku tidak pernah melihat adanya aktivitas dari BWSS III. “Tidak pernah ada kegiatan apa pun. Tidak ada bencana, dan juga tidak ada bantuan datang dari BWSS,” ungkap seorang warga di Kuok, Kabupaten Kampar.
Menanggapi tuduhan tersebut, SY selaku PPK membantah adanya proyek fiktif. “Tidak ada pekerjaan yang fiktif, semua ada dokumentasi dan sesuai dengan prosedur yang berlaku,” ujarnya singkat saat dihubungi awak media.
Meski pihak terkait telah menyampaikan bantahan, publik tetap mendesak Kejati Riau dan Polda Riau untuk melakukan penyelidikan menyeluruh. Dugaan penggunaan dana tanggap darurat untuk kegiatan rutin dinilai berpotensi melanggar aturan dan merugikan keuangan negara.
Pertanyaan besar kini menggantung, jika dana darurat digunakan untuk pemeliharaan rutin, ke mana sesungguhnya miliaran rupiah tersebut mengalir dan siapa yang harus bertanggung jawab?
Tidak ada komentar