Mataxpost | Bengkalis, Riau – Bupati Kasmarni dari Kabupaten Bengkalis semakin menjadi sorotan setelah terus mempertahankan jabatan Penjabat Kepala Desa (Pj Kades) yang tidak pernah definitif sejak pelantikan 92 Pj Kades pada 1 September 2023. (30/09)
Hingga tahun 2025, jabatan-jabatan ini tetap diisi oleh ASN tanpa adanya proses pemilihan langsung, yang merupakan pelanggaran jelas terhadap prinsip dasar demokrasi. Kasmarni telah menjadi contoh nyata seorang kepala daerah yang merusak demokrasi di Indonesia dengan menggunakan jabatan ASN untuk mempertahankan kontrol politik yang merugikan masyarakat desa.
Di tengah upaya pemerintah untuk memperkuat sistem otonomi desa, Bengkalis justru menjadi satu-satunya daerah di Indonesia di mana kepala desanya diangkat oleh pemerintah daerah, bukan dipilih langsung oleh rakyat.
Fenomena ini mengubah kepala desa menjadi figur yang bukan hanya terlepas dari kontrol demokrasi, tetapi juga memperburuk ketidakpercayaan publik terhadap proses pemilihan yang seharusnya transparan dan adil.
Kasmarni, dengan tetap mengangkat Pj Kades yang berstatus ASN, juga berisiko melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, yang mengharuskan para pejabat negara untuk menjaga netralitas politik.
Padahal, Pasal 34 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa jelas mewajibkan pemilihan langsung kepala desa. Namun sejak 1 September 2023 hingga kini, 92 desa di Bengkalis masih dipimpin ASN tanpa pemilihan. Fakta ini tidak ditemukan di 514 kabupaten/kota lainnya di Indonesia.
Bukan hanya soal keberlanjutan jabatan Pj Kades, tetapi dugaan kuat bahwa mereka dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis dalam Pemilu 2024 semakin memperburuk citra Bupati Kasmarni.
Dengan kekuasaan yang terus berjalan, Kasmarni dianggap menggunakan jabatan Pj Kades untuk mengondisikan suara politik, melalui pengaruh terhadap kebijakan pembangunan dan bantuan sosial yang dapat diarahkan untuk mendukung calon atau partai tertentu.
Praktik ini jelas merusak sistem demokrasi dan melanggar hak dasar masyarakat untuk memilih pemimpin mereka secara langsung.
Pelanggaran yang dilakukan oleh Kasmarni juga melanggar ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mengharuskan pemilihan kepala desa dilakukan langsung oleh rakyat, bukan melalui penunjukan oleh pemerintah daerah.
Pj Kades yang terus menjabat tanpa kejelasan status definitif ini menggambarkan betapa sebuah pemerintahan daerah bisa berfungsi sebagai alat politik untuk mempertahankan kekuasaan, bertentangan dengan asas-asas demokrasi yang harus dijaga di tingkat pemerintahan lokal.
Afrizal Amd, Sekretaris Jenderal SATU GARIS (Suara Terdepan Untuk Gerakan Anti Korupsi,Reformasi Integritas,dan Supremasi Hukum) menyatakan,
“Pj Kades yang terus menjabat tanpa kejelasan status definitif ini menunjukkan adanya ketidakpedulian terhadap prinsip-prinsip dasar demokrasi, yang seharusnya menghargai hak rakyat untuk memilih pemimpinnya secara langsung.”pungkasnya
Tindakan Kasmarni bukan hanya merusak struktur pemerintahan desa yang seharusnya demokratis, tetapi juga membuka ruang untuk penyalahgunaan wewenang dalam Pemilu.
Jika terbukti bahwa pengangkatan Pj Kades dilakukan untuk pengondisian suara dalam Pemilu 2024, maka Kasmarni harus dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang ASN.
Keadaan ini harus segera diakhiri. Kabupaten Bengkalis yang terus mempertahankan pengangkatan Pj Kades tanpa kejelasan statusnya, sudah cukup menunjukkan ketidakberesan dalam sistem pemerintahan daerah.
Fenomena ini merusak prinsip dasar demokrasi yang seharusnya menghargai hak rakyat untuk memilih pemimpin mereka secara langsung.
Pemerintah Pusat harus segera bertindak dan menjatuhkan sanksi atas segala pelanggaran yang telah disengaja dilakukan oleh Bupati Kasmarni.
Jika dibiarkan, ini akan merusak integritas dan kredibilitas sistem pemerintahan di daerah, serta menggoyahkan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu yang bebas dan adil.
Afrizal Amd dengan tegas menyatakan,
“Pj Kades yang terus menjabat tanpa kejelasan status definitif ini menunjukkan adanya ketidakpedulian terhadap prinsip-prinsip dasar demokrasi, yang seharusnya menghargai hak rakyat untuk memilih pemimpinnya secara langsung.
Ia juga menambahkan;
” Tuntutan untuk segera mengakhiri praktik ini bukan hanya untuk memastikan pemerintahan yang lebih transparan dan adil di Kabupaten Bengkalis, tetapi juga untuk menjaga integritas demokrasi di seluruh Indonesia, tutupnya
Hingga berita diturunkan belum ada klarifikasi resmi dari Kasmarni atas tudingan tersebut.
Tidak ada komentar