Selatpanjang, Kepulauan Meranti – Publik kembali dibuat geram dengan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan dugaan korupsi di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Setelah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Bupati Muhammad Adil pada 2023 lalu, kini muncul isu bahwa Kepala Dinas PUPR Kepulauan Meranti sempat diperiksa, namun dilepaskan tanpa status hukum yang jelas. (12/2/2025)
Dikutip dari cakaplah.com terbitan tanggal Selasa, 27 Agustus 2024 KPK tiba di Kantor Dinas PUPR menjelang tengah hari. Mereka dikawal polisi bersenjata lengkap. Kegiatan KPK di Kantor Dinas PUPR dilakukan tertutup.
Kepala Dinas PUPR Kepulauan Meranti, Fajar Triasmoko, ketika dikonfirmasi membenarkan adanya pemeriksaan oleh KPK. Selain dirinya, ada dua pejabat lain yang juga sempat diperiksa KPK pada saat itu.
Ketika ditanya perihal pemeriksaan, Fajar tak banyak menjelaskan. Hanya saja, dia mengatakan, pemeriksaan oleh KPK terhadap dia dan beberapa pejabat Dinas PUPR berkaitan dengan gratifikasi yang menjerat bupati nonaktif, HM Adil.
Fajar juga membantah pemeriksaan kpk bukan karena kegiatan swakelola akan tetapi terkait kasus Tipikor mantan bupati M Adil
“Saya tidak bisa menjelaskan secara detil. Intinya, pemeriksaan tadi terkait dengan gratifikasi, kasus tipikor (HM Adil, red. Cakaplah),” katanya, Selasa (27/8/2024) malam.
Sementara itu, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nomor 17A/LHP/XVIII.PEK/05/2024 mengungkap dugaan penyelewengan dana hingga ratusan miliar rupiah di Pemkab Kepulauan Meranti. Salah satu sektor yang disorot adalah pengelolaan proyek di Dinas PUPR, yang dinilai sarat dengan ketidakpatuhan terhadap aturan hukum.
Temuan BPK: Swakelola yang Sarat Masalah
BPK mengungkap bahwa pelaksanaan proyek dengan sistem swakelola tipe I di Dinas PUPR Kepulauan Meranti menyimpang dari ketentuan.
Beberapa pelanggaran yang ditemukan antara lain:
1.Penerima hibah tanpa dasar hukum yang jelas – Banyak penerima hibah tidak memiliki Surat Keputusan Kepala Daerah, proposal pengajuan, atau Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
2.Pengerjaan proyek oleh pihak ketiga – Swakelola seharusnya dikerjakan langsung oleh dinas terkait, tetapi faktanya proyek diserahkan kepada pihak ketiga, melanggar aturan yang berlaku.
3.Output tidak sesuai dengan realita di lapangan – Proyek yang telah dicairkan anggarannya tidak sesuai dengan kondisi yang dijanjikan dalam dokumen perencanaan.
4.Pembayaran yang tidak transparan – Dana proyek dicairkan secara tunai (cash) tanpa mekanisme yang sesuai dengan aturan keuangan negara.
Bahkan, BPK menemukan bahwa sejumlah anggaran swakelola harus dikembalikan karena terjadi kelebihan pembayaran kepada pihak ketiga, dengan nilai mencapai Rp2,4 miliar lebih.
Kemana KPK? Mengapa Pejabat Dilepaskan?
Temuan LHP BPK ini seharusnya menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum, termasuk KPK, untuk menindaklanjuti dugaan korupsi yang terjadi. Namun, publik justru dibuat heran dengan kabar bahwa Kepala Dinas PUPR sempat diperiksa tetapi kemudian dilepaskan tanpa kejelasan status hukum.
Jika dugaan ini benar, maka semakin memperkuat anggapan bahwa KPK saat ini tidak lagi independen dan tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. Publik juga mempertanyakan mengapa hasil temuan BPK ini tidak segera dilaporkan ke penegak hukum seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006.
Dalam banyak kasus, temuan BPK yang mengandung unsur pidana wajib ditindaklanjuti oleh aparat hukum. Namun, hingga saat ini tidak ada indikasi bahwa KPK atau Kejaksaan Agung bergerak cepat dalam menangani kasus ini.
Untuk informasi yang sudah di kumpulkan oleh media mataxpost bahwa, Bupati Kepulauan Meranti nonaktif, Muhammad Adil, terlibat dalam beberapa kasus korupsi yang merugikan negara hingga lebih dari Rp19 miliar.
Berikut adalah rincian kasus dan pihak-pihak yang terlibat:
1.Pemotongan Anggaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD):
Modus Operandi: Muhammad Adil memerintahkan pemotongan sebesar 10% dari Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (GU) di setiap OPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti. Pemotongan ini disamarkan sebagai utang, padahal OPD tidak memiliki utang kepada bupati.
Jumlah Uang: Pada tahun 2022, Adil menerima sekitar Rp12 miliar, dan pada tahun 2023 sekitar Rp5 miliar, dengan total Rp17,28 miliar.
Pihak Terkait: Kepala OPD di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti yang dipaksa menyerahkan dana tersebut.
2.Suap dari Perusahaan Travel Umrah:
Modus Operandi: Adil menerima suap sebesar Rp750 juta dari Fitria Nengsih, Kepala Perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT). PT TMT adalah perusahaan travel haji dan umrah yang ditunjuk untuk memberangkatkan jamaah umrah program pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.
Jumlah Uang: Rp750 juta.
Pihak Terkait: Fitria Nengsih, Kepala Perwakilan PT TMT.
3.Suap kepada Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK):
Modus Operandi: Adil, bersama Fitria Nengsih, memberikan suap sebesar Rp1,1 miliar kepada Muhammad Fahmi Aressa, auditor BPK Perwakilan Riau, untuk mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan tahun 2022. Jumlah Uang: Rp1,1 miliar.
Pihak Terkait: Muhammad Fahmi Aressa, auditor BPK Perwakilan Riau.
Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyita 40 bidang tanah milik Muhammad Adil yang diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU), dengan nilai sekitar Rp5 miliar.
Total kerugian negara akibat tindakan korupsi yang dilakukan oleh Muhammad Adil mencapai lebih dari Rp19 miliar.
Desakan Publik: Periksa Pejabat Pemkab Meranti dan Tindak Lanjuti Laporan BPK!
Melihat besarnya dugaan korupsi yang terjadi, publik mendesak agar Kejaksaan Agung, KPK, BPKP, serta tim independen segera turun ke Kepulauan Meranti untuk melakukan investigasi lebih lanjut. Selain itu, BPK RI diminta transparan dalam publikasi hasil pemeriksaannya agar masyarakat bisa mengawal jalannya proses hukum.
Kasus ini menjadi ujian bagi KPK dan lembaga penegak hukum lainnya: apakah mereka masih memiliki nyali untuk menindak koruptor tanpa pandang bulu, atau justru semakin tunduk pada tekanan oligarki politik?
Dalam data yang berhasil dikumpulkan oleh tim X Post bahwa diduga ratusan miliar digunakan dalam tidak wajar.
Tim X Post akan terus mengawal dan mengungkap kasus ini hingga ke akar-akarnya!
Tidak ada komentar