x
.

Rahman SE Ditangkap, Publik Desak Kejati Riau Tetapkan Afrizal Sintong jadi Tersangka

waktu baca 2 menit
Rabu, 17 Sep 2025 23:28 Editor

Mataxpost | Pekanbaru – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau kembali mencatat langkah penting dalam pemberantasan korupsi. Tim Tabur Kejati Riau, dengan dukungan Intel Kodim Dumai, berhasil meringkus Rahman SE, mantan Direktur Utama PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH), di Pelabuhan Dumai (17/09)

Bersamanya ikut diamankan Sundari, mantan bendahara SPRH yang dikenal memiliki kedekatan khusus dengan Rahman. Keduanya langsung digelandang ke Pekanbaru untuk menjalani pemeriksaan intensif.

Rahman ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penyalahgunaan dana Participating Interest (PI) 10 persen senilai Rp551 miliar yang diterima SPRH dari PT Pertamina Hulu Rokan pada 2023–2024. Ia juga diduga terlibat dalam aliran dana Rp46,2 miliar terkait pembelian kebun fiktif, serta penyaluran dana CSR Rp19,5 miliar pada 2024 yang dinilai fiktif dan salah sasaran.

Usai penangkapan, Rahman langsung ditahan di Rutan Sialang Bungkuk selama 20 hari pertama. Penahanan ini menandai awal terbongkarnya praktik dugaan korupsi berlapis di tubuh SPRH.

Namun, di tengah gebrakan Kejati Riau, muncul pertanyaan besar dari masyarakat: bagaimana dengan eks Bupati Rokan Hilir, Afrizal Sintong? Pada 21 Juli 2025 lalu, Afrizal telah menjalani pemeriksaan selama empat jam di Kejati Riau sebagai saksi dalam kasus yang sama.

Saat itu ia menegaskan bahwa kedatangannya hanya untuk memberi keterangan. Meski begitu, posisinya sebagai kepala daerah yang membawahi SPRH secara struktural membuat publik yakin ia tak bisa dilepaskan dari pusaran kasus ini.

“Kami mendesak Kejati Riau untuk tidak tebang pilih. Setelah Dirut dan bendahara SPRH ditangkap, publik wajar bertanya kapan eks Bupati Rokan Hilir Afrizal Sintong yang jelas-jelas sudah diperiksa akan ditetapkan jadi tersangka. Jangan sampai kasus sebesar ini berhenti di level bawahan,” tegas Ketua Harian Satu Garis, Ricky Fathir, Selasa (16/9/2025).

Ia menambahkan, besarnya nilai kerugian negara membuat kasus ini harus dibongkar tuntas.

“Dana PI Rp551 miliar, kebun fiktif Rp46,2 miliar, hingga CSR Rp19,5 miliar bukan angka kecil. Kejati harus berani menuntaskan penyidikan sampai ke aktor utama. Jika tidak, kepercayaan masyarakat akan runtuh,” pungkas Ricky.

Kini, mata publik masih tertuju pada Kejati Riau. Apakah aparat hukum berani melangkah lebih jauh hingga menyeret nama besar yang ada di balik kebijakan SPRH? Ataukah kasus ini akan berhenti pada level direksi?

Konsistensi Kejati Riau dalam penanganan perkara ini akan menjadi ujian nyata bagi komitmen pemberantasan korupsi di Bumi Lancang Kuning.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA
    x
    x